Pewarta : Ahmad Wijaya





Jakarta, 6/6 (Antaraaceh) - Adakah hubungan erat media dan bencana yang selama ini banyak terjadi di Indonesia dan sejumlah negara?

Jawabannya ada. Media ternyata sangat penting dalam memberitakan berbagai bentuk bencana, karena dengan media masyarakat luas bisa mengetahui dimana ada bencana.

Bukan hanya itu . Media juga memiliki arti penting dan strategis terhadap sosialisasi dan proses belajar bagaimana masyarakat mengantisipasi kemungkinan datangnya bencana yang datang sewaktu-waktu.

Wakil Presiden Boediono menilai peran media sangat penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemahaman tentang risiko bencana, apalagi Indonesia memiliki letak geografis yang rentan terhadap berbagai bentuk ancaman baik karena alam atau ulah manusia.

"Sejumlah besar informasi memiliki efek positif bagi masyarakat untuk dapat memahami arti bencana alam, karena media memiliki kemampuan untuk menyebarkan informasi dengan prinsip transparansi, akuntabilitas dan berkeadilan," kata Boediono saat membuka "Asia Pacific Media Summit on Climate Change, ICTs and Disaster Risk Reduction" (CCIDRR) di Jakarta.

CCIDRR adalah konferensi internasional yang meliputi kegiatan seminar, pameran, dan forum dialog mengenai peran media dan teknologi informasi dan komunikasi dalam menciptakan kesadaran tentang perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana serta bagaimana peran media dalam sistem peringatan dini dan mitigasi bencana.

Boediono mengatakan dalam dekade terakhir Indonesia telah mengalami beberapa gempa besar, banjir dan tanah longsor di berbagai daerah dan yang terbesar menjadi tsunami 26 Desember 2004 yang menghancurkan daerah yang luas di Aceh menyebabkan lebih dari 120.000 korban.

Dikatakan Boediono, dari berbagai bencana yang terjadi masyarakat sering menjadi produsen informasi dan kondisi tersebut, juga berlaku di Indonesia dengan memanfaatkan peran media sosial yang saat ini berkembang luar biasa di dunia.

Wapres mengharapkan media dalam melaporkan kejadian bencana alam sebaiknya justru jangan menciptakan kepanikan masyarakat, tapi seharusnya bisa memberikan ketenangan.

Apalagi, kata Boediono, media massa di Indonesia sejak reformasi 1998 mengalami kebebasan, sehingga siapa pun bisa menyiarkan berita yang bisa diakses oleh masyarakat.

"Akibatnya tidak ada lagi kata sensor untuk media di Indonesia," ujarnya.

Untuk mendapatkan akses infotmasi, kata Boediono, masyarakat kini tidak lagi hanya mengandalkan televisi dan koran untuk mendapatkan informasi, tapi bisa mendapatkan dari ponsel pintar.

Oleh sebab itu, kata Wapres, media sebaiknya bisa memberikan informasi sebaik mungkin khususnya mengenai bencana, apalagi jika hal itu sudah menyangkut bagaimana cara penanggulangan bukan sebaliknya memberikan informasi yang bisa membuat masyarakat resah.

Adanya pertemuan yang dihadiri media massa Asia Pasifik, diharapkan bisa menciptakan aspek kesiapsiagaan bencana dan bagaimana media dapat membantu memberikan informasi yang akurat dan berimbang tentang bencana.

Selain itu, kata Boediono, media juga bisa memberikan informasi upaya pemulihan korban, mitigasi risiko, serta rehabilitasi dan rekonstruksi.

"Saya berharap agar liputan media dapat mempromosikan dan menumbuhkan semangat lebih baik kepada sesama awak media juga korban dan masyarakat," tutur Boediono.

Akurasi berita

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Freddy Tulung mengatakan, media massa mempunyai relasi yang penting dengan bencana terutama untuk memberikan informasi kepada masyarakat.

"Media sering membuat berita dampak buruk akibat bencana, tapi dalam hal ini sangat penting kecepatan informasi dan keakuratan data," kata Freddy.

Lebih lanjut Freddy mengatakan, Indonesia dengan kondisi wilayah yang berupa kepulauan dan memiliki ratusan gunung api yang masih aktif juga disebut sebagai "supermarket" bencana.

Dia menyebutkan ada tiga jenis bencana yang terjadi di Indonesia, yaitu bencana alam yang disebabkan oleh faktor alam seperti banjir, gempa bumi maupun erupsi gunung api dan nonbencana alam seperti kebakaran.

Jenis bencana yang ketiga adalah bencana sosial yang disebabkan oleh faktor manusia seperti kerusuhan massa, konflik antarkelompok dan lain sebagainya.

Dalam penanganan bencana, di Indonesia sudah memiliki satu badan yang menangani yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk nasional dan disetiap provinsi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Kepala Teknologi Studio dan Pelatihan Asia Pacific Broadcasting Union (ABU) Nadeem Ahmed mengatakan media broadcasting menjadi alat paling efektif mendukung sistem peringatan dini guna menekan dampak bencana terhadap masyarakat.

"Peran penyiar terbukti dari waktu ke waktu. Tsunami yang terjadi di Aceh pada 2004 telah membangunkan semua, termasuk dunia penyiaran," katanya.

Bahkan dengan dukungan UNESCO, ia mengatakan Asia Pacific Broadcasting Union (ABU) mengembangkan sistem Radio in a Box (RiB). Stasiun radio FM mini ini mudah diangkut sehingga dengan mudah dan cepat dibawa ke daerah yang terkena bencana.

"Ini sangat berguna terutama di lokasi bencana yang infrastruktur penyiarannya rusak," ujarnya.

Eksekutif Asisten Sekretaris Jenderal ABU Natalia Ilieva mengatakan peran dan kemampuan media harus ditingkatkan dalam upaya mitigasi dan adaptasi bencana.

"Karena itu membekali media dengan teknologi bukan sebuah hal yang sia-sia, tetapi sebuah investasi untuk sistem peringatan dini bencana," katanya.

Pewarta:

Editor : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014