Brasilia, 3/7 (Antaraaceh) - Sekitar 40-an orang yang semuanya laki-laki tampak duduk-duduk sambil mengobrol di halaman Mesquita do Centro Islamico do Brasil (Masjid Pusat Islam Brazil) di Brasilia, Rabu sore (Kamis dinihari WIB).
Di masjid di lahan seluas tiga hektare yang lokasinya hanya berjarak sekitar tiga kilometer dari Stadion Nasional Mane Garrincha itu, mereka menunggu waktu berbuka puasa yang jatuh pada pukul 17.52 waktu setempat.
Dengan ramah beberapa jemaah menyapa Antara dan beberapa rekan wartawan yang hendak berbuka puasa di satu-satunya mesjid di ibukota Brazil itu.
"Anda dari Jepang atau Korea?" kata salah seorang jemaah berusia sekitar 50 tahun yang berwajah Timur Tengah, sambil menyodorkan gelas berisi beberapa buah korma untuk membatalkan puasa.
Warga Brazil memang sangat familiar dengan wajah Jepang dibanding wajah Asia lainnya.
Saat ini, terdapat sekitar 1,5 juga orang keturunan Jepang di Brasil dan merupakan populasi terbesar keturunan Jepang yang berada di luar negeri Matahari Terbit itu.
Ketika waktu berbuka tiba, Imam Masjid Sheikh Muhammad Zidan yang mengenakan jubah serba putih, berdiri di antara mereka yang sedang duduk-duduk tersebut dan mengumandangkan adzan magrib, tanpa pengeras suara.
Sejenak, semua terdiam dan secara khusuk mendengarkan adzan magrib yang uniknya tidak dikumandangkan di dalam masjid, tapi di halaman yang cukup asri karena dihiasi berbagai jenis pohon.
Setelah mencicipi buah korma dan minuman segar, tibalah saatnya untuk sholat magrib berjemaah. Melihat wajah para jemaah, umumnya berasal dari Timur Tengah. Sebagian dari mereka ada yang sudah menjadi warga negara setempat, tapi sebagian lagi merupakan pegawai kedutaan.
Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba, yaitu menikmati hidangan gratis yang sudah disiapkan di sebuah aula cukup besar di belakang masjid.
Di ruangan sebelah yang berukuran lebih kecil, sekitar 20-an kaum perempuan yang rata-rata berwajah Arab ternyata juga sedang menikmati hidangan berbuka dengan menu lengkap.
Mulai Berkembang
Meski populasi jemaah Islam sangat kecil, hanya sekitar satu juta dari total 200 juta penduduk Brazil, setidaknya gema Ramadhan sudah mulai terasa di negara Katholik terbesar dunia itu.
Gema Ramadhan terutama bisa dirasakan di masjid-masjid di kota besar seperti Sao Paulo, Rio de Janeiro ketika menerima tamu Piala Dunia 2014.
Sebagian dari pendukung pesta bola terbesar sejagat itu berasal dari negara berpenduduk mayoritas muslim, seperti Iran, Bosnia Herzegovina dan Aljazair.
Sheikh Muhammad Zidane, imam masjid yang berasal dari Mesir mengatakan, di ibukota Brasilia hanya terdapat sekitar 3.500 warga muslim dan 200-an di antaranya adalah penduduk lokal yang jadi mualaf, dan selebihnya keturunan Timur Tengah seperti Lebanon, Mesir, Aljazair dan Palestina.
"Tapi sekarang terjadi perkembangan yang menggembirakan karena banyak kaum muda, termasuk dari penduduk lokal yang mulai tertarik untuk mendalami Islam," kata Muhammad Zidan.
Menurut Zidan, dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan jumlah orang Brazil yang memeluk agama Islam dan jumlahnya sekarang sudah mencapai sekitar 1,7 juta. Komunitas muslim terbesar terdapat di Sao Paulo dan Rio de Janeiro.
"Brazil adalah negara paling tenang dengan toleransi beragama yang tinggi. Tidak akan terjadi pertengkaran jika ada di antara anggota keluarga yang menjadi mualaf," kata pria berusia sekitar 70 tahun dan sudah 23 tahun menetap di Brasilia.
Apa yang disampaikan Muhammad Zidan memang benar, ketika Antara bersiap meninggalkan masjid, seorang wanita muda berkulit putih berkerudung hitam tampak sedang duduk di halaman depan.
Menurut Ali Murtado, seorang staf KBRI Brasilia yang menjadi penerjemah, gadis yang asli orang Brazil itu sedang belajar agama Islam dan dalam proses menjadi seorang mualaf.
Namun wanita berusia sekitar 25 tahun itu dan berwajah mirip penyanyi Shakira itu menolak untuk diwawancarai atau pun berfoto bersama.
Tidak lama kemudian, datang lagi seorang wanita muda, juga warga asli Brazil berkulit putih dan sedang belajar agama Islam. Ia juga mengenakan keruduh hitam, tapi dengan rok mini. (Atman Ahdiat)
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014
Di masjid di lahan seluas tiga hektare yang lokasinya hanya berjarak sekitar tiga kilometer dari Stadion Nasional Mane Garrincha itu, mereka menunggu waktu berbuka puasa yang jatuh pada pukul 17.52 waktu setempat.
Dengan ramah beberapa jemaah menyapa Antara dan beberapa rekan wartawan yang hendak berbuka puasa di satu-satunya mesjid di ibukota Brazil itu.
"Anda dari Jepang atau Korea?" kata salah seorang jemaah berusia sekitar 50 tahun yang berwajah Timur Tengah, sambil menyodorkan gelas berisi beberapa buah korma untuk membatalkan puasa.
Warga Brazil memang sangat familiar dengan wajah Jepang dibanding wajah Asia lainnya.
Saat ini, terdapat sekitar 1,5 juga orang keturunan Jepang di Brasil dan merupakan populasi terbesar keturunan Jepang yang berada di luar negeri Matahari Terbit itu.
Ketika waktu berbuka tiba, Imam Masjid Sheikh Muhammad Zidan yang mengenakan jubah serba putih, berdiri di antara mereka yang sedang duduk-duduk tersebut dan mengumandangkan adzan magrib, tanpa pengeras suara.
Sejenak, semua terdiam dan secara khusuk mendengarkan adzan magrib yang uniknya tidak dikumandangkan di dalam masjid, tapi di halaman yang cukup asri karena dihiasi berbagai jenis pohon.
Setelah mencicipi buah korma dan minuman segar, tibalah saatnya untuk sholat magrib berjemaah. Melihat wajah para jemaah, umumnya berasal dari Timur Tengah. Sebagian dari mereka ada yang sudah menjadi warga negara setempat, tapi sebagian lagi merupakan pegawai kedutaan.
Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba, yaitu menikmati hidangan gratis yang sudah disiapkan di sebuah aula cukup besar di belakang masjid.
Di ruangan sebelah yang berukuran lebih kecil, sekitar 20-an kaum perempuan yang rata-rata berwajah Arab ternyata juga sedang menikmati hidangan berbuka dengan menu lengkap.
Mulai Berkembang
Meski populasi jemaah Islam sangat kecil, hanya sekitar satu juta dari total 200 juta penduduk Brazil, setidaknya gema Ramadhan sudah mulai terasa di negara Katholik terbesar dunia itu.
Gema Ramadhan terutama bisa dirasakan di masjid-masjid di kota besar seperti Sao Paulo, Rio de Janeiro ketika menerima tamu Piala Dunia 2014.
Sebagian dari pendukung pesta bola terbesar sejagat itu berasal dari negara berpenduduk mayoritas muslim, seperti Iran, Bosnia Herzegovina dan Aljazair.
Sheikh Muhammad Zidane, imam masjid yang berasal dari Mesir mengatakan, di ibukota Brasilia hanya terdapat sekitar 3.500 warga muslim dan 200-an di antaranya adalah penduduk lokal yang jadi mualaf, dan selebihnya keturunan Timur Tengah seperti Lebanon, Mesir, Aljazair dan Palestina.
"Tapi sekarang terjadi perkembangan yang menggembirakan karena banyak kaum muda, termasuk dari penduduk lokal yang mulai tertarik untuk mendalami Islam," kata Muhammad Zidan.
Menurut Zidan, dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan jumlah orang Brazil yang memeluk agama Islam dan jumlahnya sekarang sudah mencapai sekitar 1,7 juta. Komunitas muslim terbesar terdapat di Sao Paulo dan Rio de Janeiro.
"Brazil adalah negara paling tenang dengan toleransi beragama yang tinggi. Tidak akan terjadi pertengkaran jika ada di antara anggota keluarga yang menjadi mualaf," kata pria berusia sekitar 70 tahun dan sudah 23 tahun menetap di Brasilia.
Apa yang disampaikan Muhammad Zidan memang benar, ketika Antara bersiap meninggalkan masjid, seorang wanita muda berkulit putih berkerudung hitam tampak sedang duduk di halaman depan.
Menurut Ali Murtado, seorang staf KBRI Brasilia yang menjadi penerjemah, gadis yang asli orang Brazil itu sedang belajar agama Islam dan dalam proses menjadi seorang mualaf.
Namun wanita berusia sekitar 25 tahun itu dan berwajah mirip penyanyi Shakira itu menolak untuk diwawancarai atau pun berfoto bersama.
Tidak lama kemudian, datang lagi seorang wanita muda, juga warga asli Brazil berkulit putih dan sedang belajar agama Islam. Ia juga mengenakan keruduh hitam, tapi dengan rok mini. (Atman Ahdiat)
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014