Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Dr Teuku Saiful Bahri SP MP menyatakan Pemerintah Aceh perlu melakukan regenerasi petani di provinsi itu yang menyasar kaum milenial, dengan memperbanyak edukasi dan mengubah pola pikir (mindset) milenial tentang pertanian.
“Jadi generasi muda melihat usaha-usaha pertanian itu masih kurang menguntungkan dibandingkan dengan kegiatan di sektor lain. Ini yang menyebabkan generasi muda tidak tertarik ke usaha pertanian,” kata Saiful Bahri di Banda Aceh, Selasa.
Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Komda Banda Aceh itu menjelaskan bahwa kaum milenial saat ini masih melihat petani adalah pekerjaan orang tua, mereka berpendidikan rendah, bekerja di alam terbuka dan kotor-kotoran serta berpenghasilan rendah.
Padahal pertanian salah satu sektor yang menjanjikan. Sebab itu pemerintah harus memperbanyak edukasi kepada milenial guna meyakinkan bahwa petani juga bisa hidup sejahtera, mengingat Aceh bahkan Indonesia merupakan daerah agraris sebagai potensi utama.
“Tentu kita harus melakukan edukasi kepada generasi muda, ini penting. Kita harus melakukan pekerjaan ini, yang memang menjadi potensi utama daerah kita. Karena angkatan kerja itu setiap tahun bertambah, salah satu peluang kerja yang ada di sektor pertanian ini,” katanya.
Menurut Saiful, saat ini kita ingin mengubah sektor pertanian dari konvensional ke modern, dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi mulai dari hulu hingga ke hilir.
Selama ini, kata dia, petani hanya memikirkan di hulu seperti budidaya, meningkatkan angka produksi dan sebagainya. Namun melupakan hilir yakni pada tahapan proses pengolahan dan pemasaran komoditas pertanian tersebut.
“Kita tahu banyak pemuda sekarang sukanya di hilir, misalnya pada proses pengolahan dan proses pemasaran,” katanya.
“Memang pascapanen raya itu harga sering turun, jadi ini perlu diperbaiki di proses manajemennya, sistem distribusi setelah panen sehingga harga produk pertanian itu tidak turun,” katanya lagi.
Untuk menyiapkan regenerasi petani masa hadapan, kata dia, pemerintah juga harus mengubah paradigma penyuluhan pertanian. Selama ini penyuluhan dilakukan pada inovasi tekonolgi budidaya dan produksi, tetapi tidak belum di tahap manajemen pengolahan dan pemasaran.
“Jadi milenial yang memiliki pendidikan itu ingin masuk ke pengolahan dan pemasaran juga mendapatkan pemahaman. Paradigma penyuluhan juga harus diubah, jangan hanya produksi, budidaya saja, tapi juga ke inovasi pemasaran dan pengolahan,” katanya.
Kemudian, lanjut dia, usaha-usaha pertanian juga sudah harus banktable. Petani tidak lagi berharap bantuan dari pemerintah seperti bantuan benih dan sektor private lainnya. Tetapi pemerintah hanya membantu melalui penyediaan sektor publik seperti jalan usaha tani, irigasi dan infrastruktur lainnya.
“Kalau untuk pembiayaan usaha tani itu langsung saja ke lembaga keuangan, bank. Pemerintah menyiapakan infrastruktur saja jangan modal kerja, ini mindset program yang harus diubah agar rasa memilikinya itu besar,” katanya.
Selain itu, dia juga berharap agar Pemerintah Aceh menunjukkan keberpihakan pada pembangunan sektor pertanian di daerah Tanah Rencong itu melalui alokasi anggaran pendapatan dan belanja Aceh (APBA) mengingat 70 persen masyarakat Aceh merupakan petani.
“Anggaran terhadap pertanian itu masih kecil kurang dari 10 persen, jangan bilang daerah kita agraris tapi sektor untuk ini kurang perhatian. Setidaknya sektor pertanian, dalam arti luas, harus mendapatkan 20 persen dari total APBA, tapi fokus untuk kegiatan peningkatan SDM dan penyediaan infrastruktur,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
“Jadi generasi muda melihat usaha-usaha pertanian itu masih kurang menguntungkan dibandingkan dengan kegiatan di sektor lain. Ini yang menyebabkan generasi muda tidak tertarik ke usaha pertanian,” kata Saiful Bahri di Banda Aceh, Selasa.
Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Komda Banda Aceh itu menjelaskan bahwa kaum milenial saat ini masih melihat petani adalah pekerjaan orang tua, mereka berpendidikan rendah, bekerja di alam terbuka dan kotor-kotoran serta berpenghasilan rendah.
Padahal pertanian salah satu sektor yang menjanjikan. Sebab itu pemerintah harus memperbanyak edukasi kepada milenial guna meyakinkan bahwa petani juga bisa hidup sejahtera, mengingat Aceh bahkan Indonesia merupakan daerah agraris sebagai potensi utama.
“Tentu kita harus melakukan edukasi kepada generasi muda, ini penting. Kita harus melakukan pekerjaan ini, yang memang menjadi potensi utama daerah kita. Karena angkatan kerja itu setiap tahun bertambah, salah satu peluang kerja yang ada di sektor pertanian ini,” katanya.
Menurut Saiful, saat ini kita ingin mengubah sektor pertanian dari konvensional ke modern, dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi mulai dari hulu hingga ke hilir.
Selama ini, kata dia, petani hanya memikirkan di hulu seperti budidaya, meningkatkan angka produksi dan sebagainya. Namun melupakan hilir yakni pada tahapan proses pengolahan dan pemasaran komoditas pertanian tersebut.
“Kita tahu banyak pemuda sekarang sukanya di hilir, misalnya pada proses pengolahan dan proses pemasaran,” katanya.
“Memang pascapanen raya itu harga sering turun, jadi ini perlu diperbaiki di proses manajemennya, sistem distribusi setelah panen sehingga harga produk pertanian itu tidak turun,” katanya lagi.
Untuk menyiapkan regenerasi petani masa hadapan, kata dia, pemerintah juga harus mengubah paradigma penyuluhan pertanian. Selama ini penyuluhan dilakukan pada inovasi tekonolgi budidaya dan produksi, tetapi tidak belum di tahap manajemen pengolahan dan pemasaran.
“Jadi milenial yang memiliki pendidikan itu ingin masuk ke pengolahan dan pemasaran juga mendapatkan pemahaman. Paradigma penyuluhan juga harus diubah, jangan hanya produksi, budidaya saja, tapi juga ke inovasi pemasaran dan pengolahan,” katanya.
Kemudian, lanjut dia, usaha-usaha pertanian juga sudah harus banktable. Petani tidak lagi berharap bantuan dari pemerintah seperti bantuan benih dan sektor private lainnya. Tetapi pemerintah hanya membantu melalui penyediaan sektor publik seperti jalan usaha tani, irigasi dan infrastruktur lainnya.
“Kalau untuk pembiayaan usaha tani itu langsung saja ke lembaga keuangan, bank. Pemerintah menyiapakan infrastruktur saja jangan modal kerja, ini mindset program yang harus diubah agar rasa memilikinya itu besar,” katanya.
Selain itu, dia juga berharap agar Pemerintah Aceh menunjukkan keberpihakan pada pembangunan sektor pertanian di daerah Tanah Rencong itu melalui alokasi anggaran pendapatan dan belanja Aceh (APBA) mengingat 70 persen masyarakat Aceh merupakan petani.
“Anggaran terhadap pertanian itu masih kecil kurang dari 10 persen, jangan bilang daerah kita agraris tapi sektor untuk ini kurang perhatian. Setidaknya sektor pertanian, dalam arti luas, harus mendapatkan 20 persen dari total APBA, tapi fokus untuk kegiatan peningkatan SDM dan penyediaan infrastruktur,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021