Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Kejaksaan Tinggi Aceh menangkap terpidana korupsi, Djunaedi Muhammad Syaf'i, yang juga masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejati DI Yogyakarta.

Kepala Kejati Aceh Tarmizi melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejari Aceh Amir Hamzah di Banda Aceh, Jumat mengatakan, terpidana korupsi itu ditangkap di rumah di Simpang Tiga, Kabupaten Bener Meriah.

"Terpidana korupsi itu ditangkap oleh tim Kejaksaan Negeri Redelong, Kabupaten Bener Meriah," ujar Amir Hamzah.

Penangkapan DPO terpidana korupsi, kata dia, atas permintaan Kejaksaan Negeri Yogyakarta melalui Kejati DI Yogyakarta kepada Kejaksaan Agung dan disampaikan ke seluruh kejaksaan di Indonesia. Dari data Kejaksaan Agung, yang bersangkutan tinggal di kawasan Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah.

Atas informasi tersebut, kata dia, Kejaksaan Negeri Redelong, Bener Meriah, melacak keberadaan DPO. Setelah memastikan alamat dan terpidana, tim kejaksaan menangkap Djunaedi di rumahnya, Kamis (12/3) sekitar pukul 13.00 WIB.

"Setelah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Redelong, terpidana langsung dibawa ke Kejati Aceh dan selanjutnya diserahkan kepada tim Kejaksaan Negeri Yogyakarta yang datang khusus menjemput terpidana," kata Amir Hamzah.

Serah terima terpidana berlangsung di Bandara Sultan Iskandar Muda, Blangbintang, Aceh Besar. Serah terima terpidana dari Kepala Seksi Eksekusi dan Eksaminasi Pidsus Kejati Aceh Mhd Alinafiah Saragih kepada Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Yogyakarta Ajie Prasetya.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Yogyakarta Ajie Prasetya mengatakan Djunaedi masuk DPO kejaksaan sejak 2008. Djunaedi merupakan terpidana korupsi dua tahun penjara. Selain itu, ia juga dihukum denda Rp200 juta dan membayar uang pengganti Rp60 juta.

Djunaedi merupakan pegawai Kantor Pelelangan Negara di Yogyakarta. Kasus korupsi Djunaedi mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Pengadilan negeri memvonis Djunaedi satu tahun enam bulan penjara. Selama persidangan yang bersangkutan tidak ditahan.

"Atas putusan PN Yogyakarta, yang bersangkutan mengajukan banding. Namun, bandingnya ditolak dan pengadilan tinggi memperberat hukumannya menjadi dua tahun, membayar uang pengganti Rp200 juta dan mengembalikan kerugian negara Rp60 juta," kata dia.

Lalu, sebut Ajie Prasetya, Djunaedi mengajukan kasasi. Namun, kasasinya ditolak dan Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta pada 2008.

"Sejak putusan kasasi diterima, jaksa tidak bisa mengeksekusinya karena Djunaedi tidak berada di alamat semula. Oleh Kejaksaan Negeri Yogyakarta memasukan yang bersangkutan sebagai DPO ke Kejaksaan Agung," kata Ajie Prasetya.

Sementara itu, Djunaedi mengatakan dirinya tidak melarikan diri. Ia dan keluarganya pindah ke Aceh karena tidak mempunyai rumah di Yogyakarta.

"Ketika saya terjerat korupsi, saya mengajukan pensiun dini. Di Yogya saya tidak punya rumah. Karena itu, mertua saya menawari tinggal di kebunnya di Bener Meriah. Dari itulah saya pindah ke Aceh sambil menunggu putusan hukum tetap atas kasus yang menimpanya," kata dia.

Djunaedi menceritakan, kasus korupsi yang menjeratnya ketika ada pelelangan aset bermotor milik Kantor Wilayah Koperasi dan UKM Yogyakarta pada 2004. Saat itu, ia menjadi pejabat lelangnya. Sedangkan pembeli, adalah pegawai di kantor tersebut.

"Kesalahan saya karena tidak teliti soal harga lelang aset. Yang membuat harga adalah pegawai kantor tersebut. Mereka juga yang membelinya. Ternyata, harga yang mereka buat lebih rendah dari perhitungan rillnya, sehingga dianggap ada kerugian negara," kata dia.

Djunaedi mengakui dirinya bersalah dan siap menjalankan hukuman tersebut. Namun begitu, ia juga berharap penahanannya bisa dipindahkan ke Aceh.

"Nanti, saya akan mengajukan pemindahan tempat penahanan dari Yogyakarta ke Aceh. Apalagi semua keluarga saya di Aceh. Termasuk ada anak saya yang kuliah di Unsyiah, Banda Aceh," kata Djunaedi Muhammad Syaf'i.

Pewarta: Pewarta : M Haris SA

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015