Meulaboh (ANTARA Aceh) - "Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah", tampaknya tepat untuk Ratna Sari (40), ibu seorang siswa Kelas XII Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 3 Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.

Perjuangan agar anaknya mendapat kesempatan mengikuti ujian nasional (UN) pada 13-15 April 2015 tidak peduli waktu dan hambatan.

Sampai H-3 Ujian Nasional, dirinya masih kebingungan mencari solusi agar anaknya yang berada dalam tahanan bisa mengikuti UN 2015.

"Walaupun satu hari lagi UN, saya tetap berjuang karena ini adalah tangung jawab orang tua. Anak saya sudah meminta saya berhenti mengurus hal itu karena terlalu berbelit-belit. Yang sudah dilakukan (kriminal), sudahlah, biar hukum yang memproses tapi ini (UN) semua demi masa depannya," katanya di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II-B Meulaboh, Senin (13/4).

Dua orang siswa SMKN 3 Meulaboh berinisial SI (18) dan AK (18) tidak diusulkan sekolah nama mereka sebagai peserta UN 2015 karena  telah divonis bersalah dan harus menjalani masa hukuman penjara sampai 26 April 2015 karena mencuri alat sekolah.

Namun setelah melalui perjuangan yang cukup melelahkan, Ratna Sari tampak terharu melihat putranya turun dari mobil tahanan LP  Meulaboh kemudian doa bersama sebelum memasuki kelas mengikuti UN bersama rekannya yang lain pada SMKN 3 Meulaboh, Desa Lapang, Kecamatan Johan Pahlawan.

Kedua siswa tersebut akhirnya direstui mengikuti UN setalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyampaikan bahwa seluruh siswa di Indonesia harus diberikan hak mengikuti UN tidak peduli seorang tahanan ataupun sudah hamil.

Dalam keadaan emosi di ruang kerja Kepala Dinas Pendidikan Aceh Barat, Kepala SMKN 3 Meulaboh Mega Handriatna masih bersuara lantang bahwa kedua siswa tersebut sudah dikeluarkan secara tidak hormat.

Warga Desa Drien Rampak, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat ini mengadukan nasib anaknya tersebut kepada aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Pos Meulaboh untuk dicarikan solusi agar anaknya tetap ikut UN pada tahun ini.

Akan tetapi usahanya itu buntu karena aktivis lembaga swadaya masyarakat tersebut awalnya tidak mau terlibat sampai ke ranah sekolah, terlebih lagi kasus tersebut sudah vonis pengadilan dan kedua siswa ibi baru akan dibebaskan pada 26 April 2015.

Namun Ratna Sari tak putus asa. Ia langsung menemui Kadisdik Aceh Barat Muslem Raden untuk menyampaikan bahwa panitia UN provinsi menyatakan bersedia menerima anaknya ikut UN dengan syarat siswa itu mengirimkan rapornya sampai semester akhir dan menyebutkan kronologis peristiwa yang menimpa anaknya.

Padahal sebelumnya, orang tua kedua siswa tersebut sudah berulang kali mendatangi pihak sekolah sambil menangis histeris meminta maaf dari kepala sekolah agar keduanya bisa ikut UN.

Kepala SMKN 3 Meulaboh Mega Handriana menjelaskan bahwa SI (18) dan Ak (18) tidak diusulkan mengikuti UN 2015 karena perbuatan tercela yang mereka lakukan.

"Kami sudah keluarkan mereka dengan cara tidak hormat karena  mencuri. Ini ibarat mereka mencuri di rumah sendiri. Dan satu lagi kami jelaskan bahwa kedua anak ini belum mengikuti Ujian Akhir Sekolah (UAS), tapi yang sempat dia ikut kemarin adalah ujian sekolah atau ujian semester," katanya.

Orang tua kedua siswa ini kemudian meninggalkan Kantor Dinas Pendidikan Aceh Barat ini dengan sedih mendengar hasil mufakat pejabat daerah setempat yang tidak memberikan kesempatan anaknya mengikuti ujian terakhir di sekolah.

Terlebih lagi persoalan dikeluarkan secara tidak hormat oleh kepala sekolah tersebut terhadap anak mereka baru diketahui dalam pertemuan itu yang disampaikan secara langsung, bukan secara tertulis.

Meski demikian Ratna Sari tetap menanti hasil keputusan Panitia UN Pemerintah Provinsi Aceh.

Kedua orng tua siswa ini mengaku rela menggantikan anaknya dalam tahanan asalkan diberi kesempatan mengikuti UN.

Bantah mempersulit
    
Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Barat membantah ada upaya pihaknya mempersulit dua siswa SMKN 3 Meulaboh untuk mengikuti UN.

Kepala Dinas Pendidikan Aceh Barat Muslem Raden mengatakan kedua siswa yang masih menjalani masa kurungan penjara tersebut mengikuti UN bersama dengan rekan satu sekolahnya.

"Semua proses administrasi kedua siswa ini sudah selesai, nomor peserta ujian juga sudah ada setelah kita usulkan ke panitia UN provinsi. Dalam hal ini tidak ada upaya mempersulit dan menutup-nutupi informasi bahkan kita serius agar mereka dapat ikut," katanya.

Satu hari menjelang pelaksanaan UN, keluarga kedua siswa terpidana sudah menerima kartu peserta ujian nasional SMK tahun pelajaran 2014/2015. Nomor peserta yang ditanda tangani kepala SMKN 3 Meulaboh Mega Handriyana tersebut dikeluarkan di Banda Aceh tanggal 3 Februari 2015.

Sementara keterangan selama ini menyebutkan nama kedua siswa tersebut tidak diusulkan mengikuti UN karena sudah dikeluarkan secara tidak hormat sehingganya dicoret dari peserta UN pada sekolahnya.

Pihak dinas sejak mengetahui kondisi kedua siswa tersebut, mempersiapkan administrasi yang dimintakan panitia UN Provinsi Aceh agar keduanya tetap diikut sertakan pada UN 2015.

Munculnya persoalan tersebut hanya karena mis-komunikasi sebab dirinya pada saat itu masih dalam perawatan karena mengalami kecelakaan, sehingga apapun kebijakan sekolah ataupun dinas tidak sampai kepada dirinya.

Mendengar adanya dua siswa sekolah SMKN 3 Meulaboh yang berada dalam tahanan tidak diberikan kesempatan ikut UN tahun ini, dirinya langsung turun tangan dan memanggil semua pihak yang bertangung jawab.

Kepala LP Kelas II-B Meulaboh Sulistiono mempertegas dirinya tidak ada sangkut pautnya dalam kasus anak tersebut, pihaknya cuma membutuhkan bukti rekomendasi dari sekolah bahwa anak itu diizinkan mengikuti UN.

Pada LP tersebut ada tiga orang siswa SMKN 3 Meulaboh yang ditahan, dua orang tahun 2015 harus mengikuti UN, sementara satu orang lagi masih di kelas II dan dapat mengikuti UN setelah bebas nantinya.

Sementara itu sisten pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Pos Meulaboh Hermanto menyayangkan sikap pihak sekolah yang membuat kasus ini sampai ditangani oleh pihak kepolisian padahal hanya peristiwa internal sekolah saja.

"Kejadian ini dalam sekolah harusnya diselesaikan di sekolah kalau memang ada niat baik dari pihak sekolah. Harusnya siswa yang sudah melakukan kesalahan dibina di sekolah. Dengan kejadian demikian siapa yang bertangung jawab. Apakah ini tidak memperburuk kelakuan anak ini nanti setelah bebas," katanya.

Namun sesakit apapun proses yang baru saja dilaluinya, Ratna Sari mengaku lega. Ia menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang membantunya sehingga anaknya bisa mengikuti UN dan berharap anaknya bisa lulus.

Pewarta: Oleh Anwar

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015