Banda Aceh (ANTARA) - Anomali iklim bukan lagi sekadar ancaman, dampaknya sudah dirasakan oleh banyak petani di Aceh Besar. Hasil panen padi terus menurun bahkan gagal imbas kekeringan panjang El Nino. Di saat bersamaan, utang petani justru makin membengkak
Pupus sudah harapan T. Yurdiansyah (45) menikmati hasil panen padi di awal tahun ini. Ladang persawahan miliknya seluas setengah hektare di Cot Glie kering kerontang hingga pecah-pecah lantaran lama tidak bermandikan hujan. Padahal, baru sebulan lalu, ia tebarkan benih di atasnya.
Kenyataan pahit itu tidak terlalu mengejutkan ayah dari enam anak itu. Sebab, sejak tiga tahun belakang kekeringan akibat fenomena El Nino akrab menyapa para petani di Desa Lamsie, Kuta Cot Glie, Aceh Besar, terutama bagi mereka yang berladang pada sawah tadah hujan.
Puncak kekeringan itu paling terasa saat tahun 2023 lalu, Yurdiansyah dan banyak petani lain di desanya itu mengalami gagal panen. Padi yang telah ditanam tidak bisa berbuah karena kekurangan air, jumlahnya kurang dari 70 persen sehingga membuat tanah mengering.
“Sudah dua tahun tidak sempurna, kalau ada hujan pun tidak cukup untuk mengairi sawah. Namun, paling parah tahun ini. Gagal total. Baru tanam langsung kekeringan,” kata Yurdiansyah.
Baca juga: El Nino sebabkan produksi padi di Aceh Barat menurun menjadi 3.000 ton
Kekeringan di awal tahun ini sebenarnya meleset dari prediksi waktu tanam yang diketahui petani. Kata Yurdiansyah, biasanya pada bulan Desember - Maret merupakan musim hujan sehingga waktu yang tepat untuk bercocok tanam. Sementara pada bulan Juli - September merupakan musim kering.
“Tetapi, sekarang awal bulan Desember sudah tidak lagi turun hujan sedangkan biasanya bulan tersebut malah banjir,” katanya.
Pergeseran musim tersebut sudah dirasakannya sejak 2022 lalu. Berdasarkan pengetahuan lokal yang diwariskan leluhur sejak lama, kebiasaan jadwal turun ke sawah untuk membajak dilakukan pada bulan Agustus. Lalu, Oktober waktunya untuk menebar benih. Selanjutnya, hasil panen dapat dinikmati pada Januari.
Namun, awal Oktober saja hujan enggan mengguyur ladang mereka sehingga petani tidak bisa membajak sawah di bulan tersebut. Jadwal membajak justru bergeser jauh ke bulan Desember.
“Sekarang sudah berputar, tidak tahu lagi alam ini. Sudah banyak berubah,” katanya.