Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh berharap jika moratorium kelapa sawit diperpanjang kembali maka perlu dikhususkan untuk lahan di wilayah perbukitan atau pegunungan.
"Moratorium bersyarat, jangan semua lahan, tetapi untuk lahan bukit dan pegunungan itu harus moratorium," kata Sekretaris DPD Apkasindo Aceh Fadhli Ali, di Banda Aceh, Senin.
Seperti diketahui, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit atau dikenal sebagai moratorium sawit ditandatangani Presiden Joko Widodo 19 September 2018.
Namun, setelah Inpres berakhir pada 19 September 2021, sejauh ini pemerintah belum menentukan sikap apakah akan menghentikan atau melanjutkan kembali moratorium tersebut.
Fadhli menyampaikan, terhadap lahan kelapa sawit di wilayah perbukitan itu memang harus ada sebuah moratorium, namun untuk lahan flat bukan masalah jika memang tidak dilanjutkan.
Menurut Fadhli, moratorium sawit di wilayah perbukitan itu baik dalam rangka menghindari hilangnya tutupan hutan yang dipersyaratkan untuk kelestarian lingkungan dan lain sebagainya.
"Karena itu, menyambut baik moratorium di perbukitan supaya ada keseimbangan alam dan juga mencegah terjadinya bencana," ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Fadhil menuturkan bahwa perkebunan sawit memiliki nilai ekonomi, apalagi sawit bukan sebuah ancaman terhadap kelestarian lingkungan hingga karbon.
Selain itu, Fadhli juga menyatakan bahwa Pemerintah Aceh perlu membuat sebuah pemetaan lahan demi kepentingan masyarakat dan lingkungan, hal itu dirasa perlu supaya penggunaan lahan nantinya tidak hanya dipakai untuk sawit saja, melainkan bisa ditanam komoditi lainnya.
"Sawit juga tidak boleh menjadi tanaman monokultur, harus ada varian lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi sebagai tanaman alternatif bagi Aceh," kata Fadhli Ali.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
"Moratorium bersyarat, jangan semua lahan, tetapi untuk lahan bukit dan pegunungan itu harus moratorium," kata Sekretaris DPD Apkasindo Aceh Fadhli Ali, di Banda Aceh, Senin.
Seperti diketahui, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit atau dikenal sebagai moratorium sawit ditandatangani Presiden Joko Widodo 19 September 2018.
Namun, setelah Inpres berakhir pada 19 September 2021, sejauh ini pemerintah belum menentukan sikap apakah akan menghentikan atau melanjutkan kembali moratorium tersebut.
Fadhli menyampaikan, terhadap lahan kelapa sawit di wilayah perbukitan itu memang harus ada sebuah moratorium, namun untuk lahan flat bukan masalah jika memang tidak dilanjutkan.
Menurut Fadhli, moratorium sawit di wilayah perbukitan itu baik dalam rangka menghindari hilangnya tutupan hutan yang dipersyaratkan untuk kelestarian lingkungan dan lain sebagainya.
"Karena itu, menyambut baik moratorium di perbukitan supaya ada keseimbangan alam dan juga mencegah terjadinya bencana," ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Fadhil menuturkan bahwa perkebunan sawit memiliki nilai ekonomi, apalagi sawit bukan sebuah ancaman terhadap kelestarian lingkungan hingga karbon.
Selain itu, Fadhli juga menyatakan bahwa Pemerintah Aceh perlu membuat sebuah pemetaan lahan demi kepentingan masyarakat dan lingkungan, hal itu dirasa perlu supaya penggunaan lahan nantinya tidak hanya dipakai untuk sawit saja, melainkan bisa ditanam komoditi lainnya.
"Sawit juga tidak boleh menjadi tanaman monokultur, harus ada varian lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi sebagai tanaman alternatif bagi Aceh," kata Fadhli Ali.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021