Lhokseumawe (ANTARA Aceh) - Pencairan dana desa yang tidak maksimal di Kota Lhokseumawe, karena terkendala sumber daya manusia (SDM), sehingga berefek terhadap lambannya pencairan dana tersebut.
Kepala Bidang Usaha Ekonomi Masyarakat pada Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Kota Lhokseumawe Nurliana di Lhokseumawe, Selasa mengatakan, di daerahnya hingga sekarang baru sedang penyusunan Laporan Pertangungjawaban (LPJ) pengunaan dana tahap kedua.
"Seharusnya memasuki masa akhir tahun, sudah mulai dilakukan realisasi untuk tahap ke III, karena pada 31 Desember 2015 merupakan batas akhir penyerahan LPJ tahap ke III," ujar Nurliana.
Namun, kata dia, untuk saat sekarang penyusunan LPJ tahap kedua, baru ada tiga desa dari 68 desa yang ada dalam wilayah Kota Lhokseumawe yang menyerahkan LPJ-nya, selebihnya masih dalam tahap penyusunan.
Melihat kesiapan penyusunan LPJ tersebut yang hanya baru memasuki tahap kedua dan hal itupun belum semuanya yang menyerahkan, maka akan menjadi kendala dan pengaruh tersendiri terhadap pencairan dana desa secara keseluruhan sampai pada tahap ke III untuk masa-masa mendatang.
Menurutnya, lambannya aparatur desa dalam menyiapkan laporan pertangungjawaban tersebut, diakibatkan oleh SDM di desa dan juga faktor kelalaian dalam mengejar target laporan yang harus diselesaikan secara per triwulan, terang Nurliana.
Sementara itu, salah seorang keuchik (kelapa desa) di Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe, mengakui, bahwa faktor kesiapan SDM menjadi kendala utama dalam penyusunan LPJ dana desa tersebut.
Keuchik Desa Tumpok Teungoh, Hermansyah menyebutkan, pengelolaan laporan keuangan di desa lebih dominan dilakukan oleh sekretarius desa dan bendahara desa. Akan tetapi umumnya SDM aparatur desa dimaksud kurang memahami permasalahn tersebut.
"Dari sejumlah desa lain yang saya dapat kabar, umumnya kurang mengetahui tentang pelaporan keuangan tersebut. Dimana keuangan desa perannya lebih banyak dilakukan oleh sekretaris dan bendahara," ungkap Hermansyah.
Lebih lanjut ungkap kepala desa ini lagi, kendala tersebut bukan terletak pada masalah melalaikan tugas. Akan tetapi memang minim kemampuan terhadap masalah penyusunan laporan.
Selain daripada itu, banyak aturan yang harus disesuaikan untuk keabsahan pelaporan dimaksud.
Oleh karena itu, kata dia, dirinya sangat mengharapkan supaya dilakukan lagi pelatihan dan pemantapan terhadap penyusunan laporan keuangan bagi aparatur desa dengan yang lebih terpadu lagi.
Selanjutnya, masalah lain adalah, antara Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) sebagai instansi terkait dengan Dinas Pengelolaan Kekayaan Asset Daerah (DPKAD) sebagai instansi yang melakukan keabsahan pencairan dana desa, harus sinergi dalam sistem laporan keuangan.
"Saat kita ajukan LPJ ke BPM, dikoreksi sudah sesuai menurut BPM. Akan tetapi saat dibawa ke DPKAD, ada lagi yang harus disesuaikan, sehingga kembali kita rombak semua laporan yang telah dibuat. Oleh karena itu, dalam sistem laporan keuangan tersebut, harus sinergi antara kedua instansi tersebut agar LPJ cepat selesainya," harap dia.
Kepala Bidang Usaha Ekonomi Masyarakat pada Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Kota Lhokseumawe Nurliana di Lhokseumawe, Selasa mengatakan, di daerahnya hingga sekarang baru sedang penyusunan Laporan Pertangungjawaban (LPJ) pengunaan dana tahap kedua.
"Seharusnya memasuki masa akhir tahun, sudah mulai dilakukan realisasi untuk tahap ke III, karena pada 31 Desember 2015 merupakan batas akhir penyerahan LPJ tahap ke III," ujar Nurliana.
Namun, kata dia, untuk saat sekarang penyusunan LPJ tahap kedua, baru ada tiga desa dari 68 desa yang ada dalam wilayah Kota Lhokseumawe yang menyerahkan LPJ-nya, selebihnya masih dalam tahap penyusunan.
Melihat kesiapan penyusunan LPJ tersebut yang hanya baru memasuki tahap kedua dan hal itupun belum semuanya yang menyerahkan, maka akan menjadi kendala dan pengaruh tersendiri terhadap pencairan dana desa secara keseluruhan sampai pada tahap ke III untuk masa-masa mendatang.
Menurutnya, lambannya aparatur desa dalam menyiapkan laporan pertangungjawaban tersebut, diakibatkan oleh SDM di desa dan juga faktor kelalaian dalam mengejar target laporan yang harus diselesaikan secara per triwulan, terang Nurliana.
Sementara itu, salah seorang keuchik (kelapa desa) di Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe, mengakui, bahwa faktor kesiapan SDM menjadi kendala utama dalam penyusunan LPJ dana desa tersebut.
Keuchik Desa Tumpok Teungoh, Hermansyah menyebutkan, pengelolaan laporan keuangan di desa lebih dominan dilakukan oleh sekretarius desa dan bendahara desa. Akan tetapi umumnya SDM aparatur desa dimaksud kurang memahami permasalahn tersebut.
"Dari sejumlah desa lain yang saya dapat kabar, umumnya kurang mengetahui tentang pelaporan keuangan tersebut. Dimana keuangan desa perannya lebih banyak dilakukan oleh sekretaris dan bendahara," ungkap Hermansyah.
Lebih lanjut ungkap kepala desa ini lagi, kendala tersebut bukan terletak pada masalah melalaikan tugas. Akan tetapi memang minim kemampuan terhadap masalah penyusunan laporan.
Selain daripada itu, banyak aturan yang harus disesuaikan untuk keabsahan pelaporan dimaksud.
Oleh karena itu, kata dia, dirinya sangat mengharapkan supaya dilakukan lagi pelatihan dan pemantapan terhadap penyusunan laporan keuangan bagi aparatur desa dengan yang lebih terpadu lagi.
Selanjutnya, masalah lain adalah, antara Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) sebagai instansi terkait dengan Dinas Pengelolaan Kekayaan Asset Daerah (DPKAD) sebagai instansi yang melakukan keabsahan pencairan dana desa, harus sinergi dalam sistem laporan keuangan.
"Saat kita ajukan LPJ ke BPM, dikoreksi sudah sesuai menurut BPM. Akan tetapi saat dibawa ke DPKAD, ada lagi yang harus disesuaikan, sehingga kembali kita rombak semua laporan yang telah dibuat. Oleh karena itu, dalam sistem laporan keuangan tersebut, harus sinergi antara kedua instansi tersebut agar LPJ cepat selesainya," harap dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015