Satu individu orang utan sumatra (pongo abelii) ditemukan mati di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Desa Puteri Betung. Kecamatan Puteri Betung, Kabupaten Gayo Lues, Aceh.
Pelaksana Harian (Plh) Balai Besar TNGL Ruswanto dalam keterangan tertulis diterima di Banda Aceh, Kamis, mengatakan orang utan mati tersebut berjenis kelamin jantan. Orang utan tersebut ditemukan mati pada Sabtu (23/7) sekira pukul 12.45 WIB.
"Orang utan tersebut ditemukan mati dengan kondisi bekas luka lima di bahu kanan dan tiga di bahu kiri. Tim juga menemukan serpihan rambut orang utan di area Kelompok Tani Hutan Konservasi Aih Gumpang," kata Ruswanto.
Penemuan berawal ketika tim Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Blangkejeren, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Kutacane, Balai Besar TNGL melaksanakan patroli.
Saat patroli, tim menemukan satu individu orang utan sumatra tidak bernyawa. Tim juga menyisir lokasi dan menemukan rambut satwa dilindungi tersebut di jarak 300 meter dari titik orang utan tersebut ditemukan mati.
"Tim kemudian membawa tubuh orang utan tersebut ke Desa Puteri Betung dan berkoordinasi dengan kepala desa setempat. Selanjutnya, tim kembali ke lokasi untuk mendapatkan data pendukung penyebab kematian orang utan tersebut," kata Ruswanto.
Kemudian, tim membawa tubuh orang utan tersebut ke Kantor SPTN III Blangkejeren dan melakukan nekropsi. Dari hasil nekropsi, diketahui berat orang utan tersebut berkisar 45 hingga 50 kilogram.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan, terdapat beberapa luka di bahu kanan dan kiri, telapak kaki, jari tangan, dan paha. Luka tersebut diduga pukulan benda keras serta gigitan hewan bertaring, sehingga menyebabkan pendarahan dan infeksi," kata Ruswanto.
Ruswanto mengatakan orang utan sumatra merupakan satwa dilindungi sebagaimana Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.
Kemudian, Pasal 21 Ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya menyebutkan setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan hidup.
"Dengan memperhatikan beberapa kejadian atau pelanggaran di lokasi kerja sama kemitraan konservasi, Balai Besar TNGL segera mengevaluasi kelompok tani hutan konservasi yang terlibat program kemitraan konservasi di TNGL," kata Ruswanto.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022
Pelaksana Harian (Plh) Balai Besar TNGL Ruswanto dalam keterangan tertulis diterima di Banda Aceh, Kamis, mengatakan orang utan mati tersebut berjenis kelamin jantan. Orang utan tersebut ditemukan mati pada Sabtu (23/7) sekira pukul 12.45 WIB.
"Orang utan tersebut ditemukan mati dengan kondisi bekas luka lima di bahu kanan dan tiga di bahu kiri. Tim juga menemukan serpihan rambut orang utan di area Kelompok Tani Hutan Konservasi Aih Gumpang," kata Ruswanto.
Penemuan berawal ketika tim Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Blangkejeren, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Kutacane, Balai Besar TNGL melaksanakan patroli.
Saat patroli, tim menemukan satu individu orang utan sumatra tidak bernyawa. Tim juga menyisir lokasi dan menemukan rambut satwa dilindungi tersebut di jarak 300 meter dari titik orang utan tersebut ditemukan mati.
"Tim kemudian membawa tubuh orang utan tersebut ke Desa Puteri Betung dan berkoordinasi dengan kepala desa setempat. Selanjutnya, tim kembali ke lokasi untuk mendapatkan data pendukung penyebab kematian orang utan tersebut," kata Ruswanto.
Kemudian, tim membawa tubuh orang utan tersebut ke Kantor SPTN III Blangkejeren dan melakukan nekropsi. Dari hasil nekropsi, diketahui berat orang utan tersebut berkisar 45 hingga 50 kilogram.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan, terdapat beberapa luka di bahu kanan dan kiri, telapak kaki, jari tangan, dan paha. Luka tersebut diduga pukulan benda keras serta gigitan hewan bertaring, sehingga menyebabkan pendarahan dan infeksi," kata Ruswanto.
Ruswanto mengatakan orang utan sumatra merupakan satwa dilindungi sebagaimana Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.
Kemudian, Pasal 21 Ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya menyebutkan setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan hidup.
"Dengan memperhatikan beberapa kejadian atau pelanggaran di lokasi kerja sama kemitraan konservasi, Balai Besar TNGL segera mengevaluasi kelompok tani hutan konservasi yang terlibat program kemitraan konservasi di TNGL," kata Ruswanto.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022