Aceh Barat (ANTARA) - Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Aceh Barat menyebutkan kehidupan masyarakat di Aceh termasuk di Aceh Barat saat momentum Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah/Lebaran 2025 terpantau sangat baik dengan toleransi yang meningkat.
“Alhamdulillah, meski terjadinya perbedaan dalam penentuan 1 Syawal 1446 Hijriah, kehidupan masyarakat muslim di Aceh Barat termasuk di Aceh saat ini berjalan dengan sangat baik,” kata Ketua FKUB Kabupaten Aceh Barat, Tgk H Cut Usman kepada ANTARA, Jumat.
Tgk Cut Usman mengatakan perbedaan perayaan Hari Raya Idul Fitri bagi masyarakat Aceh selama ini telah terjadi sejak lama, antara satu aliran paham keagamaan di masyarakat Aceh, karena semua ulama, semua ahli hisab sudah melakukan perhitungan secara hisab dan rukyat dalam penentuan 1 Ramadhan, 1 Syawal hingga 10 Zulhijjah.
Ia menyebutkan, perbedaan perayaan Idul Fitri di kalangan masyarakat muslim di Aceh merupakan sebuah rahmat, yang artinya semua umat Islam dapat melaksanakan syariat Islam, sesuai dengan pemahaman agama Islam yang dipahami oleh masing-masing para ulama.
“Terjadi perbedaan ini tentu menjadi satu hikmah yang bisa diambil, karena perbedaan pandangan ini harus dijadikan sebagai upaya untuk saling menghargai, saling menghormati dan tetap rukun dalam kehidupan bermasyarakat,” katanya.
FKUB Aceh Barat juga meminta umat Islam di Aceh agar tidak saling menghujat, tidak saling meremehkan, serta harus bersikap toleran dengan perbedaan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah, sehingga kerukunan umat beragama khususnya di Aceh dapat terbina dengan baik.
“Karena kerukunan merupakan kekuatan umat Islam untuk bersatu,” katanya menambahkan.
Tgk Cut Usman mengatakan perbedaan merupakan sebuah rahmat dari Allah SWT yang perlu dijaga, dihormati, dihargai, dan memperkuat internal umat beragama.
FKUB Aceh Barat juga mengimbau kepada para ulama dayah, cendikiawan muslim agar saling menghormati, menghargai, serta memperkuat ukhwah islamiyah, ukhwah wathaniyah dalam menyikapi perbedaan Hari Raya Idul Fitri di Aceh karena perbedaan ini terjadi pemahaman fikih secara berbeda di kalangan ulama.
Ia juga mencontohkan para ulama fikih dalam agama Islam seperti imam Maliki, Hambali, Syafi’I dan Hanafi yang berbeda dalam pandangannya, namun tetap bersatu, saling menghargai, menghormati, serta saling bersilaturahmi.
Oleh karena itu, contoh keteladanan keempat imam tersebut hendaknya dapat dijadikan oleh para ulama dan masyarakat Aceh untuk tetap hidup rukun, damai dengan saling menghormati dan senantiasa menjaga silaturahmi demi meningkatkan persatuan dan kesatuan berbangsa dan bernegara dalam kehidupan bermasyarakat khususnya di Aceh.
Baca juga: Kejati Aceh gandeng pemuka agama siarkan kebaikan toleransi beragama