Menteri LHK Prof Siti Nurbaya menyatakan bahwa program  Indonesia's Forestry and Other Land Use (kehutanan dan penggunaan lahan lainnya) atau Folu net sink 2030 sebagai upaya penguatan tata kelola lingkungan hidup.

"Indonesia's folu net sink 2030 ini menjadi pijakan dalam implementasi langkah penurunan emisi gas rumah kaca (GRK)," kata Siti Nurbaya, di Banda Aceh, Kamis.

Pernyataan itu disampaikan Siti Nurbaya dalam orasi ilmiahnya pada acara Milad ke 61 Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, di Banda Aceh. 

Kata Siti, program tersebut selanjutnya dituangkan dalam pedoman kerja manual yang sistematis terhadap penanganan seperti kebakaran hutan dan lahan, deforestasi dan degradasi, hutan konservasi habitat, keanekaragaman hayati, pengelolaan gambut serta mangrove. 

Siti menyampaikan, program Indonesia's folu net sink ini juga menjadi isu pengendalian perubahan iklim untuk meningkatkan peran serta pengakuan publik terhadap sektor lingkungan hidup dan kehutanan.

"Kita harapkan program ini tidak hanya mampu mencapai target menurunkan emisi GRK, tetapi juga menjadi momentum mempercepat proses penguatan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia," ujarnya.

Siti menyebutkan, luas kawasan hutan di Indonesia mencapai 125,92 hektare (di dalamnya termasuk sedikit perairan), yakni terdiri dari hutan konservasi seluas 27 juta hektare lebih, hutan lindung 29 hektare lebih. 

Kemudian, ada hutan produksi terbatas 26,7 hektare, hutan produksi tetap 29 juta hektare, dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 12,8 juta hektare. Data tersebut sesuai yang telah ditetapkan dalam Permen LHK Nomor 41 tahun 2019.

Kata Siti, kawasan hutan Indonesia mencapai sekitar 63 persen dari luas daratan Indonesia, karena itu diperlukan tekat dan dukungan menjaga keberlanjutan sumber daya hutan. 

"Sekaligus harus menjadi semangat di mana sektor kehutanan harus dapat memberikan akses kesejahteraan bagi rakyat Indonesia," katanya.

Siti menambahkan, pemanfaatan hutan secara lestari dapat dilakukan melalui pemanfaatan kawasan jasa lingkungan, hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu melalui mekanisme perizinan dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung. 

Sejak awal 2016, lanjut Siti, pihaknya telah melakukan aksi korektif pengelolaan hutan yang diimplementasikan melalui kegiatan pengembangan sistem kerja monitoring, serta evaluasi dampaknya. 

Karena itu, pengembangan secara simultan melalui penelitian perumusan kebijakan, kerja lapangan, evaluasi terkait keberlangsungannya juga secara terus menerus dilaksanakan. 

"Kebijakan dan implementasi kehutanan terus kita tingkatkan sejalan dengan perkembangan tantangan sektor kehutanan, dan dampak perubahan iklimnya," demikian Siti Nurbaya.

 

Pewarta: Rahmat Fajri

Editor : M Ifdhal


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022