Komisi II DPRK Aceh Tamiang yang membidangi sektor pertanian segera panggil pengurus kelompok tani (Poktan) "Mekar Kembali" dan Pimpinan PT Bank Aceh Syariah (BAS) Kantor Cabang (Kacab) Kuala Simpang terkait pembiayaan modal usaha pertanian ubi kayu/singkong yang diduga tidak dinikmati oleh petani.
"Kami siap tuntaskan kasus petani ubi kayu diminta membayar utang bank, sementara petani mengaku tidak pernah terima uang," kata Ketua Komisi II DPRK Aceh Tamiang, Muhammad Irwan di Karang Baru, Sabtu.
Pemanggilan pihak perbankan serta pengurus Poktan Mekar Kembali asal Desa Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu ini buntut dari laporan petani singkong mendatangi Komisi II pada Rabu (1/2). Petani merasa terjebak dan dibohongi dalam pusaran kredit lunak dengan agunan/jaminan sertifikat tanah.
Diketahui kerja sama antara kelompok tani dan Bank Aceh dalam program penanaman singkong sistem bagi hasil ini berlangsung pada 2019. Kabarnya pohon ubi kayu yang ditanam petani di lahan seluas 40 hektare berlokasi di dataran tinggi Bandar Pusaka sempat panen namun produksi tidak maksimal.
Petani juga mengaku kesulitan saat hendak mengeluarkan hasil panen singkong dari pedalaman karena medan jalan terjal dan hancur. Setelah mengalami gagal panen kini petani harus berurusan dengan bank.
"Petani yang datang ke Komisi II kemarin itu sekitar 12 orang terdiri laki-laki dan perempuan. Mereka mengadukan nasibnya didesak mencicil utang bank. Jika tidak dibayar lahan mereka terancam disita. Satu orang petani tercatat memiliki utang Rp50 juta atau kalau ditotal mencapai Rp1 miliar," papar M Irwan.
Atas laporan petani singkong tersebut Komisi II berjanji akan mencari benang kusut di tubuh kelompok tani Mekar Kembali diduga tidak transparan kepada anggota. Sebab selama ini petani hanya menerima bantuan bibit, pupuk, herbisida dan saprodi bukan berbentuk uang. Sementara dari keterangan ketua kelompok tani Mekar Kembali berinisial W alias L kepada para anggota bahwa uang Rp1 miliar itu bantuan hibah.
"Kita akan panggil ketua, sekretaris dan bendahara kelompok tani Mekar Kembali sebagai kunci terkait mekanisme pencairan uang Rp1 miliar untuk 20 orang petani tersebut," tegas pria yang akrab disapa Wan Tanindo ini.
Selain itu pihak dewan juga telah melayangkan surat panggilan kepada Pincab Bank Aceh Syariah Kuala Simpang untuk hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPRK Aceh Tamiang.
Namun dari pihak BAS sudah ada surat balasan minta penjadwalan ulang pemanggilan rapat dengan Komisi II diundur sampai tanggal 15 Februari 2023 yang ditandatangani pimpinan Muhammad Syah.
"Kita minta pihak Bank Aceh dan ketua kelompok tani Mekar Kembali juga membawa bukti-bukti tanda tangan petani dan surat perjanjian saat pencairan uang dilakukan. Karena kalau petani merasa tidak terima uang kemungkinan besar ada indikasi manipulasi data dan pemalsuan tanda tangan petani," kata politikus Partai Gerindra ini.
"Saya ada dengar pasca petani datang ke Komisi II pihak Bank Aceh dan ketua kelompok tani sudah memberi klarifikasi lewat media massa, tapi kita tidak merujuk oleh keterangan itu. Kita akan buka luas kasus ini di komisi untuk mengetahui keterlibatan dan peran masing-masing pihak termasuk petani," pungkas Wan Tanindo menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
"Kami siap tuntaskan kasus petani ubi kayu diminta membayar utang bank, sementara petani mengaku tidak pernah terima uang," kata Ketua Komisi II DPRK Aceh Tamiang, Muhammad Irwan di Karang Baru, Sabtu.
Pemanggilan pihak perbankan serta pengurus Poktan Mekar Kembali asal Desa Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu ini buntut dari laporan petani singkong mendatangi Komisi II pada Rabu (1/2). Petani merasa terjebak dan dibohongi dalam pusaran kredit lunak dengan agunan/jaminan sertifikat tanah.
Diketahui kerja sama antara kelompok tani dan Bank Aceh dalam program penanaman singkong sistem bagi hasil ini berlangsung pada 2019. Kabarnya pohon ubi kayu yang ditanam petani di lahan seluas 40 hektare berlokasi di dataran tinggi Bandar Pusaka sempat panen namun produksi tidak maksimal.
Petani juga mengaku kesulitan saat hendak mengeluarkan hasil panen singkong dari pedalaman karena medan jalan terjal dan hancur. Setelah mengalami gagal panen kini petani harus berurusan dengan bank.
"Petani yang datang ke Komisi II kemarin itu sekitar 12 orang terdiri laki-laki dan perempuan. Mereka mengadukan nasibnya didesak mencicil utang bank. Jika tidak dibayar lahan mereka terancam disita. Satu orang petani tercatat memiliki utang Rp50 juta atau kalau ditotal mencapai Rp1 miliar," papar M Irwan.
Atas laporan petani singkong tersebut Komisi II berjanji akan mencari benang kusut di tubuh kelompok tani Mekar Kembali diduga tidak transparan kepada anggota. Sebab selama ini petani hanya menerima bantuan bibit, pupuk, herbisida dan saprodi bukan berbentuk uang. Sementara dari keterangan ketua kelompok tani Mekar Kembali berinisial W alias L kepada para anggota bahwa uang Rp1 miliar itu bantuan hibah.
"Kita akan panggil ketua, sekretaris dan bendahara kelompok tani Mekar Kembali sebagai kunci terkait mekanisme pencairan uang Rp1 miliar untuk 20 orang petani tersebut," tegas pria yang akrab disapa Wan Tanindo ini.
Selain itu pihak dewan juga telah melayangkan surat panggilan kepada Pincab Bank Aceh Syariah Kuala Simpang untuk hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPRK Aceh Tamiang.
Namun dari pihak BAS sudah ada surat balasan minta penjadwalan ulang pemanggilan rapat dengan Komisi II diundur sampai tanggal 15 Februari 2023 yang ditandatangani pimpinan Muhammad Syah.
"Kita minta pihak Bank Aceh dan ketua kelompok tani Mekar Kembali juga membawa bukti-bukti tanda tangan petani dan surat perjanjian saat pencairan uang dilakukan. Karena kalau petani merasa tidak terima uang kemungkinan besar ada indikasi manipulasi data dan pemalsuan tanda tangan petani," kata politikus Partai Gerindra ini.
"Saya ada dengar pasca petani datang ke Komisi II pihak Bank Aceh dan ketua kelompok tani sudah memberi klarifikasi lewat media massa, tapi kita tidak merujuk oleh keterangan itu. Kita akan buka luas kasus ini di komisi untuk mengetahui keterlibatan dan peran masing-masing pihak termasuk petani," pungkas Wan Tanindo menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023