Banda Aceh (ANTARA) - Hamparan persawahan bertingkat-tingkat di kaki Taman Nasional Gunung Ciremai begitu memanjakan mata. Sayup-sayup terdengar suara gemercik air mengairi sawah di kawasan Ciboer Pass, Desa Wisata Bantar Agung, Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Beberapa petani tampak mengabadikan panorama sawah dengan model terasering yang jarang dijumpainya di Tanah Rencong ini.
Para petani dari sejumlah kelompok tani dan unit usaha tani pesantren asal Aceh tersebut kemudian berkumpul di sebuah pondok pinggiran sawah. Mereka mengikuti penjelasan mengenai pertanian organik, agrowisata hingga hilirisasi pertanian.
Petani yang berjumlah 18 orang itu merupakan petani binaan Bank Indonesia Provinsi Aceh yang terpilih untuk ikut studi banding ke dua kabupaten di Jawa Barat, guna mempelajari tentang hilirisasi pertanian dan agrowisata pertanian.
“Kami membawa kelompok tani dan unit usaha pertanian pesantren dari Aceh ini ke lokasi-lokasi yang best practice, champion, agar bisa mengambil ilmu-ilmu untuk dibawa pulang dan diterapkan di Aceh,” kata Manager Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM Bank Indonesia Aceh Syafiqar Nabil.
Baca juga: Bank Indonesia bawa petani Aceh belajar hilirisasi pertanian ke Indramayu
Hilirisasi pertanian dinilai menjadi sangat penting, lantaran perekonomian Aceh mayoritas masih ditopang sektor pertanian. Apalagi, pertanian juga merupakan sektor yang inklusif, sehingga dapat memberi efek ganda yang lebih tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh mencatat hingga triwulan I 2024, distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh masih didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mencapai 31,65 persen.
Pada 2023, BPS Aceh juga mencatat total produksi padi di provinsi paling barat Indonesia itu mencapai 1,4 juta ton. Tahun ini, Aceh menargetkan produksi padi mencapai 1,7 juta ton.
Kendati demikian, gabah tersebut umumnya dikirim ke luar Aceh, salah satunya ke Provinsi Sumatera Utara. Gabah itu diolah menjadi beras dengan kualitas premium, lalu dijual kembali ke masyarakat Aceh.
Hal ini yang mendorong Bank Indonesia menyasar kelompok tani di Tanah Rencong untuk memutuskan siklus itu melalui penggilingan gabah secara mandiri guna menghasilkan beras berkualitas bagus dan produk hilirisasi lainnya dalam memberi nilai tambah pada petani.
Pembelajaran kelompok petani binaan Bank Indonesia Aceh ini dilakukan seiring dengan upaya pemerintah dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Apalagi, saat ini Bank Indonesia Aceh juga sedang mengembangkan pilot project budi daya tanaman padi semi organik dan pengkajian kelayakan pengembangan Rice Milling Unit (RMU) di Aceh.
Petani yang ikut dalam pembelajaran ini dari Gabungan Kelomok Tani (Gapoktan) Rahmat Bersama asal Kabupaten Aceh Barat, Kelompok Tani Makmu Beusare, Bina Sejahtera dan Rahmat Diteuka asal Aceh Barat, Kelompok Tani Bertani asal Aceh Besar, dan Makmu Beusare Sejahtera asal Pidie.
Kemudian, tiga perwakilan unit usaha pertanian pesantren yakni Pesantren Ummul Ayman 3 asal Pidie Jaya, Pesantren Mahyal Ulum Al Aziziyah asal Aceh Besar, dan Pesantren Najatul Fata asal Aceh Besar.
Baca juga: Guru Besar Unla: Perlu hilirisasi pertanian guna dongkrak ekonomi Aceh
Hilirisasi pertanian padi di Aceh bukan sebuah Keniscayaan
Oleh Khalis Surry Kamis, 11 Juli 2024 14:43 WIB