Karang Baru (ANTARA) - LSM LembAHtari resmi melaporkan kasus pembiayaan program singkong (ubi kayu) kelompok tani “Mekar Kembali” yang disebut-sebut bekerja sama dengan Bank Aceh Syariah (BAS) ke Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang karena melihat ada potensi menimbulkan kerugian uang negara.
“Sudah kita buat pengaduan tertulis tentang pinjaman kredit program ubi kayu kelompok tani Mekar Kembali dengan Bank Aceh Syariah Kantor Cabang Kuala Simpang pada tahun anggaran 2019 ke kejaksaan,” kata Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal di Karang Baru, Minggu.
Sayed Zainal bilang laporan resmi LembAHtari melalui surat Nomor 0160/L-LT/II/23 dikirim ke Kejari Aceh Tamiang pada Jumat (10/2). Delik aduan LembAHtari ini diterima oleh staf pidana khusus (Pidsus) di gedung Kejari setempat.
“Diduga telah terjadi kerugian uang negara mencapai Rp1 miliar dari kredit BAS untuk 20 orang petani masing-masing menerima Rp50 juta, tapi uang tersebut tidak diterima oleh mayoritas petani,” beber Sayed.
Baca juga: Kejari Aceh Tamiang diminta usut kasus kredit petani singkong
Sayed Zainal mengendus ada indikasi terjadi manipulasi data dan tanda tangan anggota kelompok tani. Kemudian lahan seluas 40 hektare yang ditanami singkong berlokasi di Desa Pengidam, Kecamatan Bandar Pusaka itu merupakan kawasan hutan produksi (HP).
“Itu masuk dalam hutan produksi Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Ini suatu bentuk kelalaian, seharusnya pihak bank melakukan survei terlebih dahulu sebelum dilakukan pencairan modal bertani dan penanaman ubi kayu,” ungkapnya.
Lebih lanjut aktivis lingkungan ini menyakini seluas 40 hektare lahan yang digarap tersebut tidak memiliki izin pengelolaan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah III Langsa, karena adalah kawasan hutan yang dilindungi.
Baca juga: Kasus "singkong" mencuat, dewan segera panggil pengurus kelompok tani dan pimpinan BAS
Oleh karena itu dalam laporannya LembAHtari minta pihak Kejaksaan Negeri dapat memanggil dan memeriksa pengurus Poktan Mekar Kembali terdiri dari ketua dan bendahara terkait dugaan pemalsuan tandan tangan anggota saat pencairan uang sepanjang proses kegiatan di lapangan.
“Sebab dari rincian biaya pengeluaran sebanyak ratusan kali, anggota kelompok tani hanya dua kali dilibatkan tanda tangan pencairan uang salah satunya untuk pekerjaan stripping (pengupasan tanah lapis atas),” jelas Sayed Zainal yang mangaku baru bertemu dengan sejumlah petani singkong di Desa Harum Sari, Kecamatan Tamiang Hulu.
Sayed Zainal juga menegaskan pihak Adhyaksa juga memanggil dan memeriksa Pimpinan Cabang (Pincab) PT Bank Aceh Syariah Kuala Simpang terkait lemahnya pengawasan dan ada perbuatan ketidak hati-hatian dalam menentukan lokasi lahan yang merupakan kawasan hutan produksi tetap (HPT).
“Jadi saat ini ada 17 anggota kelompok tani merasa dirugikan dan terjebak diminta harus membayar utang bank masing-masing sebesar Rp50 juta dengan bukti sertifikat tanah mereka menjadi angunan untuk modal budidaya singkong yang dianggap petani itu bantuan hibah,” miris Sayed Zainal.
Diberitakan sebelumnya kasus ini sudah bergulir ke Komisi II DPRK Aceh Tamiang. Belasan petani datang ke dewan mengadukan nasibnya terlilit utang bank dan tak mampu membayar.
Piutang itu terjadi pada September 2019 dan mulai ditagih pada 2021 setelah para petani singkong mengalami gagal panen. Sempat ada toleransi addendum atau perpanjang jangka waktu cicilan kredit/bulan. Kemudian pada Agustus 2022 sejumlah petani diberi surat peringatan terakhir oleh pihak BAS Kacab Kuala Simpang perihal; penegasan komitmen penyelesaian pembiayaan karena akan jatuh tempo pada Februari 2023.