Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Aceh Safuadi menyatakan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) merupakan penyumbang terbanyak penerimaan bea cukai di provinsi ujung barat Indonesia tersebut.
"Hingga semester pertama 2023, kontribusi CPO terhadap penerimaan bea cukai di Aceh mencapai Rp34,79 miliar. Penerimaan tersebut yang terbanyak sampai saat ini," kata Safuadi di Banda Aceh, Kamis.
Safuadi mengatakan penerimaan bea cukai semester pertama 2023 di Provinsi Aceh mencapai Rp53,91 miliar. Dari jumlah tersebut penerimaan bea keluar dari CPO Rp34,79 miliar. Serta penerimaan bea masuk Rp17,83 miliar dan penerimaan cukai Rp280 juta.
Baca juga: Realisasi penerimaan bea cukai di Aceh capai 103,17 persen
Kendati sebagai penyumbang terbanyak, namun jumlahnya masih sedikit dibandingkan provinsi produsen sawit lainnya. Di beberapa provinsi penghasil sawit di Pulau Sumatera, penerimaan bea keluar dari CPO bisa ratusan miliar.
Menurut Safuadi, hal itu terjadi karena sebagian besar CPO dari Provinsi Aceh diekspor melalui pelabuhan-pelabuhan luar daerah, sehingga penerimaannya menjadi pendapatan di provinsi pelabuhan ekspor berada.
Produksi CPO di Aceh, kata Safuadi, mencapai 500 ribu ton per tahun. Akan tetapi, yang diekspor melalui pelabuhan di Aceh sebanyak 70 ribu ton. Padahal, jika semua CPO diekspor melalui pelabuhan di Aceh, penerimaan bea keluar provinsi berjuluk Bumi Serambi Mekah tersebut bisa ratusan miliar.
"Kami terus mendorong pemerintah daerah membangun pelabuhan ekspor yang representatif, sehingga pengiriman CPO keluar negeri bisa melalui pelabuhan di Aceh," kata Safuadi.
Safuadi menyebutkan sejumlah pelabuhan di Aceh yang selama ini menjadi tempat ekspor CPO. Seperti Pelabuhan Krueng Geukueh di Kabupaten Aceh Utara dan Pelabuhan Calang di Kabupaten Aceh Jaya.
Ekspor CPO melalui Pelabuhan Calang, kata dia, masih belum maksimal. Sebab, pada musim tertentu kapal tidak bisa merapat karena gelombang besar. Jika, Pelabuhan Calang dikembangkan dan kapal dapat merapat setiap saat, maka bisa menjadi tempat yang representatif dan dapat setiap saat mengekspor CPO dari wilayah pantai barat selatan Aceh.
"Wilayah pantai barat selatan Aceh termasuk produsen sawit. Selama ini, selain diekspor melalui Pelabuhan Calang, CPO dibawa dengan truk tangki ke pelabuhan luar Aceh. Dan ini tentu merugikan Aceh dari penerimaan bea keluar," kata Safuadi.
Baca juga: Bea Cukai musnahkan 1,1 juta batang rokok ilegal di Lhokseumawe
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
"Hingga semester pertama 2023, kontribusi CPO terhadap penerimaan bea cukai di Aceh mencapai Rp34,79 miliar. Penerimaan tersebut yang terbanyak sampai saat ini," kata Safuadi di Banda Aceh, Kamis.
Safuadi mengatakan penerimaan bea cukai semester pertama 2023 di Provinsi Aceh mencapai Rp53,91 miliar. Dari jumlah tersebut penerimaan bea keluar dari CPO Rp34,79 miliar. Serta penerimaan bea masuk Rp17,83 miliar dan penerimaan cukai Rp280 juta.
Baca juga: Realisasi penerimaan bea cukai di Aceh capai 103,17 persen
Kendati sebagai penyumbang terbanyak, namun jumlahnya masih sedikit dibandingkan provinsi produsen sawit lainnya. Di beberapa provinsi penghasil sawit di Pulau Sumatera, penerimaan bea keluar dari CPO bisa ratusan miliar.
Menurut Safuadi, hal itu terjadi karena sebagian besar CPO dari Provinsi Aceh diekspor melalui pelabuhan-pelabuhan luar daerah, sehingga penerimaannya menjadi pendapatan di provinsi pelabuhan ekspor berada.
Produksi CPO di Aceh, kata Safuadi, mencapai 500 ribu ton per tahun. Akan tetapi, yang diekspor melalui pelabuhan di Aceh sebanyak 70 ribu ton. Padahal, jika semua CPO diekspor melalui pelabuhan di Aceh, penerimaan bea keluar provinsi berjuluk Bumi Serambi Mekah tersebut bisa ratusan miliar.
"Kami terus mendorong pemerintah daerah membangun pelabuhan ekspor yang representatif, sehingga pengiriman CPO keluar negeri bisa melalui pelabuhan di Aceh," kata Safuadi.
Safuadi menyebutkan sejumlah pelabuhan di Aceh yang selama ini menjadi tempat ekspor CPO. Seperti Pelabuhan Krueng Geukueh di Kabupaten Aceh Utara dan Pelabuhan Calang di Kabupaten Aceh Jaya.
Ekspor CPO melalui Pelabuhan Calang, kata dia, masih belum maksimal. Sebab, pada musim tertentu kapal tidak bisa merapat karena gelombang besar. Jika, Pelabuhan Calang dikembangkan dan kapal dapat merapat setiap saat, maka bisa menjadi tempat yang representatif dan dapat setiap saat mengekspor CPO dari wilayah pantai barat selatan Aceh.
"Wilayah pantai barat selatan Aceh termasuk produsen sawit. Selama ini, selain diekspor melalui Pelabuhan Calang, CPO dibawa dengan truk tangki ke pelabuhan luar Aceh. Dan ini tentu merugikan Aceh dari penerimaan bea keluar," kata Safuadi.
Baca juga: Bea Cukai musnahkan 1,1 juta batang rokok ilegal di Lhokseumawe
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023