Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh menilai bahwa program peta jalan kelapa sawit berkelanjutan (KSB) yang baru diluncurkan Pemerintah Aceh dapat memudahkan petani dalam memanfaatkan hasil perkebunan mereka.

"Melalaui kemitraan itu (program KSB), terbangun banyak interaksi mutualisme, saling menguntungkan antara perusahaan dengan petani," kata Sekretaris Apkasindo Aceh Fadhli Ali, di Banda Aceh, Jumat.

Sebelumnya, Pemerintah Aceh secara resmi telah meluncurkan peta jalan KSB dalam konferensi meja bundar tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) tentang minyak kelapa sawit berkelanjutan (RT 2023).

Selain meluncur KSB, Pemerintah Aceh juga mendapatkan apresiasi dari RSPO dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) atas keberhasilan 2.200 petani swadaya Aceh Tamiang dalam mengelola hasil pertaniannya.

Fadhli mengatakan, program kelapa sawit berkelanjutan sangat bagus, karena itu dirinya mengucapkan selamat kepada Pemerintah Aceh yang sudah bekerja keras melibatkan berbagai stakeholder dalam menyelesaikan RAD KSB tersebut.

"Apkasindo selama ini juga berkali-kali diundang dalam FGD dan diskusi lainnya selama masa proses penyusunan dokumen KSB itu," ujarnya.

Fadhli menuturkan, dengan adanya dokumen peta jalan kelapa Sawit berkelanjutan, maka Pemerintah Aceh dan pelaku usaha bidang perkelapa sawitan di Aceh memiliki satu visi, misi dan persepsi terhadap persoalan kelapa sawit. 

Dimana, melalui peta jalan itu, pembangunan bidang perkelapa sawitan bakal memperhatikan tiga aspek, yaitu ekonomi, sosial dan aspek ekologi. 

"Jadi pembangunan bidang perkelapasawitan di Aceh kedepan harmoni dan seimbang, dengan memperhatikan terlaksananya ketiga aspek tersebut," katanya.

Di Aceh Tamiang, kata Fadhli, Forum Konservasi Leuser (FKL) telah berhasil melakukan pembinaan secara intensif kepada petani terkait bagaimana mengelola atau mengusahakan kebun yang memenuhi ketiga aspek tersebut.

"Saya dapat kabar dari teman-teman di Aceh Tamiang, bahwa 2.200 petani yang terlibat dalam program itu mendapatkan harga jual TBS yang lebih bagus, lebih tinggi dibanding petani lain. Mereka juga di bina, dan difasilitasi oleh kemitraan dengan PKS," ujarnya.

Dirinya menuturkan, melalui kemitraan itu kedua pihak diuntungkan, di mana PKS mendapatkan buah atau TBS bermutu dengan kematangan sesuai harapan, serta kadar rendemen CPO nya juga bagus. 

Pada sisi lain, petani diuntungkan karena mendapat harga beli TBS lebih tinggi, atau lebih bagus dari buah atau TBS yang cukup masak yang dihasilkan dari kebun mereka.

"Kemudian, mata rantai tataniaga sawit juga makin pendek atau terpangkas. Karena itu, petani dapat menerima harga atau pendapatan yang lebih baik dari produksi kelapa sawit mereka," katanya.

Dalam kesempatan ini, Fadhli juga menyampaikan bahwa selama ini pemasaran CPO Aceh keluar negeri dalam kondisi tidak baik-baik saja. 

Hal itu bisa jadi disebabkan karena murni persoalan lingkungan, atau persaingan dagang dan kepentingan menjaga, memproteksi petani atau produsen negara tujuan ekspor di kawasan Eropa. 

"Tetapi, pastinya kita tahu ada hambatan pemasaran CPO yang dikaitkan dengan persoalan ekologis dan juga persoalan sosial ekonomi," katanya.

Ia menambahkan, untuk memastikan produk CPO yang dihasilkan petani Aceh clear and clean dari isu lingkungan dan sosial ekonomi tersebut, maka ada RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) yang merupakan sebuah badan pengatur pemangku kepentingan sektor industri minyak sawit yang berkelanjutan.

Di mana, terdapat sejumlah indikator yang harus terpenuhi agar produk CPO memenuhi standar global sawit berkelanjutan dari RSPO tersebut. Dengan terpenuhi standar itu, maka kemudian tidak ada lagi kendala dalam pemasaran CPO kemanapun.

Sedangkan, lanjut dia, untuk standar dalam negeri ada yang disebut dengan ISPO atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dengan sejumlah prinsip-prinsipnya. Semua itu bertujuan meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia. 

"Karena itu, peta jalan kelapa sawit berkelanjutan (KSB) itu penting agar kelapa sawit yang dihasilkan petani Aceh memenuhi aspek tersebut, dan produktivitas sawit petani Aceh bisa lebih banyak, serta harganya juga lebih baik," demikian Fadhli Ali.

Baca juga: Pemerintah Aceh resmi luncurkan peta jalan kelapa sawit berkelanjutan

Pewarta: Rahmat Fajri

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023