Jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Selatan melimpahkan berkas perkara tindak pidana korupsi sistem informasi manajemen pada Rumah Sakit Umum Daerah Yuliddin Away (RSUDYA) Tapaktuan ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Banda Aceh untuk proses persidangan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Aceh Ali Rasab Lubis di Banda Aceh, Selasa, mengatakan dalam perkara tersebut ada dua tersangka atau calon terdakwa. Keduanya yakni Faisal selaku Direktur RSUDYA dan Rudi Yanto selaku Direktur PT KDI, perusahaan rekanan rumah sakit tersebut.
"Berkas perkara beserta tersangka dan barang bukti sudah dilimpahkan ke pengadilan. Saat ini, jaksa penuntut umum masih menunggu penetapan dan jadwal persidangan dari Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Banda Aceh," kata Ali Rasab Lubis.
Baca juga: Kejari Aceh Selatan tetapkan dua tersangka dugaan korupsi di RSUD
Ali Rasab Lubis mengatakan keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Sedang kerugian negara yang ditimbulkan dalam perkara tersebut mencapai Rp1,7 miliar lebih. Kerugian negara tersebut merupakan kelebihan bayar kepada rekanan PT KDI dalam kontrak kerja sama operasional sistem informasi manajemen rumah sakit," katanya.
Ali Rasab Lubis mengatakan dugaan tindak pidana korupsi sistem informasi manajemen pada RSUDYA Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, tersebut berawal dari kerja sama Faisal selaku Direktur RSUDYA dengan PT KDI pada 2018 untuk jangka waktu lima tahun.
"Dalam kerja sama tersebut, pihak rumah sakit membayar sebesar Rp85 juta per bulan. Pembayaran tersebut belum termasuk potongan pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai," kata Ali Rasab menyebutkan.
Namun, dalam pelaksanaannya pekerjaan dikerjakan tidak sesuai spesifikasi. Penentuannya perusahaan juga tidak dilakukan dengan proses pelelangan terbuka, padahal angka pengadaan melebihi batas tertentu harus dilakukan dengan pelelangan.
"Selain itu, perusahaan juga belum terdaftar dalam sistem elektronik serta perangkat lunak yang digunakan juga tidak terdaftar pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika," kata Ali Rasab Lubis.
Baca juga: Kejati: Kasus korupsi dana bantuan KB Aceh Selatan segera ke pengadilan
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Aceh Ali Rasab Lubis di Banda Aceh, Selasa, mengatakan dalam perkara tersebut ada dua tersangka atau calon terdakwa. Keduanya yakni Faisal selaku Direktur RSUDYA dan Rudi Yanto selaku Direktur PT KDI, perusahaan rekanan rumah sakit tersebut.
"Berkas perkara beserta tersangka dan barang bukti sudah dilimpahkan ke pengadilan. Saat ini, jaksa penuntut umum masih menunggu penetapan dan jadwal persidangan dari Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Banda Aceh," kata Ali Rasab Lubis.
Baca juga: Kejari Aceh Selatan tetapkan dua tersangka dugaan korupsi di RSUD
Ali Rasab Lubis mengatakan keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Sedang kerugian negara yang ditimbulkan dalam perkara tersebut mencapai Rp1,7 miliar lebih. Kerugian negara tersebut merupakan kelebihan bayar kepada rekanan PT KDI dalam kontrak kerja sama operasional sistem informasi manajemen rumah sakit," katanya.
Ali Rasab Lubis mengatakan dugaan tindak pidana korupsi sistem informasi manajemen pada RSUDYA Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, tersebut berawal dari kerja sama Faisal selaku Direktur RSUDYA dengan PT KDI pada 2018 untuk jangka waktu lima tahun.
"Dalam kerja sama tersebut, pihak rumah sakit membayar sebesar Rp85 juta per bulan. Pembayaran tersebut belum termasuk potongan pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai," kata Ali Rasab menyebutkan.
Namun, dalam pelaksanaannya pekerjaan dikerjakan tidak sesuai spesifikasi. Penentuannya perusahaan juga tidak dilakukan dengan proses pelelangan terbuka, padahal angka pengadaan melebihi batas tertentu harus dilakukan dengan pelelangan.
"Selain itu, perusahaan juga belum terdaftar dalam sistem elektronik serta perangkat lunak yang digunakan juga tidak terdaftar pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika," kata Ali Rasab Lubis.
Baca juga: Kejati: Kasus korupsi dana bantuan KB Aceh Selatan segera ke pengadilan
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024