Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan tiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) periode 2014-2019 sebagai saksi dalam perkara tindak pidana korupsi beasiswa di Pemerintah Aceh dengan dua terdakwa.

Ketiga anggota DPRA 2014-2019 tersebut dihadirkan pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Senin.

Sidang dengan majelis hakim diketuai Zulfikar serta didampingi Harmijaya dan Anda Ariansyah masing-masing sebagai hakim anggota. Terdakwa hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya.

Adapun kedua terdakwa tersebut yakni Dedi Safrizal dan Suhaimi. Dedi Safrizal merupakan anggota DPRA 2014-2019. Sedangkan terdakwa Suhaimi merupakan koordinator laporan penyaluran beasiswa pada tahun anggaran 2017.

Baca juga: JPU dakwa mantan anggota DPR Aceh korupsi beasiswa Rp4,58 miliar

Sedangkan tiga anggota DPRA 2014-2019 yang dihadirkan sebagai saksi pada persidangan tersebut yakni Mohd Alfatah, Iskandar Usman, dan Jamaluddin T Muku. Untuk Iskandar Usman, saat ini juga merupakan anggota DPRA 2019-2024.

Mohd Alfatah, dalam keterangannya menyebutkan dirinya menjabat sebagai Ketua Komisi V DPRA. Komisi tersebut di antaranya membidangi pendidikan, termasuk beasiswa.

"Beasiswa yang dialokasikan tersebut merupakan pokok pikiran anggota dewan. Pokok pikiran itu disampaikan ke pimpinan dewan dan Tim Anggaran Pemerintah Aceh atau TAPA," katanya.

Ia mengatakan komisi yang dipimpinnya pernah membahas anggaran beasiswa tersebut. Dan anggaran beasiswa itu dialokasikan pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh.

"Saya tidak mengetahui berapa anggaran khusus untuk beasiswa. Yang kami bahas ketika itu, anggaran yang dialokasikan secara keseluruhan di BPSDM, termasuk beasiswa," katanya.

Sementara itu, Jamaluddin T Muku dalam keterangannya mengatakan dirinya saat itu sebagai anggota Komisi I DPRA. Komisi I DPRA pernah membahas menyangkut bantuan dana pendidikan dengan BPSDM.

"Dalam pembahasannya, tidak disebutkan penetapan nama-nama penerima beasiswa. Yang dibahas adalah alokasi anggaran secara keseluruhan di BPSDM untuk tahun anggaran 2017, di dalamnya termasuk bantuan dana pendidikan," katanya.

Jamaluddin T Muku mengatakan pada saat itu setiap anggota DPRA bisa mengusulkan dana beasiswa. Beasiswa diusulkan melalui proposal yang diserahkan ke Tim Anggaran Pemerintah Aceh. Selanjutnya, BPSDM menentukan apakah yang mengusulkan memenuhi syarat atau tidak.

"Saya sendiri ada mengusulkan lima nama sebagai penerima beasiswa. Dari lima nama tersebut, ada dua nama di antaranya dari keluarga kurang mampu yang membutuhkan bantuan biaya pendidikan untuk menyelesaikan skripsi," kata Jamaluddin T Muku.

Sedangkan saksi lainnya, Iskandar Usman mengatakan dirinya tidak mengusulkan langsung nama-nama penerima beasiswa tersebut. Bagi yang ingin mengajukan dana beasiswa melalui pokok pikiran dirinya, mengajukan proposal ke BPSDM.

"Saya memang ada mengalokasikan Rp4 miliar untuk biaya pendidikan dari pokok pikiran. Selanjutnya, dana tersebut dikelola oleh BPSDM. Saya tidak pernah merekomendasikan siapa penerima beasiswa, semua ditemukan oleh BPSDM," kata Iskandar Usman.

Sebelumnya, JPU Asmadi Syam dan kawan-kawan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh mendakwa terdakwa Dedi Safrizal, anggota DPRA 2014-2019 melakukan tindak pidana korupsi beasiswa dengan nilai Rp4,58 miliar.

Baca juga: Polda Aceh surati Kemenkumham terkait pemindahan tersangka korupsi
 
Selain terdakwa Dedi Safrizal, JPU juga mendakwa terdakwa Suhaimi dalam kasus yang sama, tetapi berkas perkara terpisah. Terdakwa Suhaimi disebut sebagai koordinator penyaluran beasiswa tersebut.

JPU menyebut terdakwa Dedi Safrizal selaku anggota DPRA mengusulkan program beasiswa untuk 208 mahasiswa tahun anggaran 2017. Dana beasiswa tersebut mencapai Rp4,58 miliar ditempatkan di BPSDM Provinsi Aceh.

Selanjutnya, terdakwa Suhaimi mencari mahasiswa yang menerima beasiswa tersebut. Beasiswa tersebut diberikan kepada mahasiswa pendidikan diploma tiga, diploma empat, S1 hingga S3, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

"Beasiswa diberikan berkisar Rp20 juta hingga Rp40 juta per penerima. Beasiswa juga diberikan untuk pendidikan dokter spesialis. Jumlah penerima beasiswa tersebut mencapai 208 orang, yang menerima hanya 158 orang," kata JPU menyebutkan.

Dalam penyalurannya, kata JPU, kedua terdakwa memotong jumlah beasiswa berkisar Rp15 juta hingga Rp27 juta per penerima, sehingga total pemotongan beasiswa tersebut mencapai Rp2,91 miliar.

Perbuatan para terdakwa melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

"Serta Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," kata JPU.

Baca juga: Kejati Aceh terima pelimpahan kasus korupsi beasiswa Rp2,9 miliar

Pewarta: M.Haris Setiady Agus

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024