Yayasan Apel Green Aceh melaporkan dugaan pencemaran sungai akibat pembuangan limbah pengolahan pabrik kelapa sawit ke daerah aliran sungai (DAS) Krueng Trang, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh ke Tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia di Jakarta.
“Pelaporan ini kami lakukan agar pemerintah dalam hal ini KLHK, agar dapat memberi sanksi tegas kepada perusahaan terkait dugaan pencemaran aliran sungai, akibat tercemar limbah pengolahan kelapa sawit,” kata Direktur Yayasan Apel Green Aceh, Rahmat Syukur dalam keterangan diterima ANTARA di Meulaboh, Aceh, Sabtu.
Ia menyebutkan, pelaporan ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) KLHK di Jakarta Jumat (31/5) lalu, merupakan pelaporan kedua setelah sebelumnya pada 17 Agustus 2023 lalu, pihaknya juga telah melaporkan kasus yang sama.
"Kami meminta pemerintah melalui Gakkum KLHK RI untuk memberikan sanksi yang tegas, yaitu pencabutan izin agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang," kata Rahmat Syukur menambahkan.
Dia menyebutkan, pelaporan ini didasarkan pada Pasal 28 H Ayat (1) UUD NKRI Tahun 1945 yang menjamin hak setiap individu untuk lingkungan yang sehat dan berkualitas.
Pihaknya berharap Gakkum KLHK dapat menindaklanjuti laporan tersebut sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Menurutnya, pelanggaran yang dilakukan oleh sebuah perusahaan kelapa sawit di Kabupaten Nagan Raya, Aceh, tersebut yaitu dapat dikenai sanksi pidana maupun administratif sesuai dengan ketentuan Pasal 100 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009, yang mengatur tentang sanksi bagi pelanggar baku mutu limbah.
Selain itu, sanksi administratif seperti teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin, dan pencabutan izin dapat diberlakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 02 Tahun 2013 Pasal 4 dan 5.
Syukur juga mengungkapkan rencananya untuk meminta evaluasi izin perusahaan PT. B*P kepada Kementerian Investasi, mengacu pada ketentuan Qanun Tata Ruang Kabupaten Nagan Raya Pasal 32 ayat 5 dan 6.
Hal ini dilakukan karena daerah tersebut diperuntukkan bagi perkebunan besar dan peruntukan perkebunan rakyat, bukan untuk industri.
“Jika ditemukan pelanggaran, langkah tegas yang diambil adalah pencabutan izin perusahaan tersebut,” demikian Rahmat Syukur.
Baca juga: PNM tanam 10 ribu mangrove di Mangrove Park Lampulo
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
“Pelaporan ini kami lakukan agar pemerintah dalam hal ini KLHK, agar dapat memberi sanksi tegas kepada perusahaan terkait dugaan pencemaran aliran sungai, akibat tercemar limbah pengolahan kelapa sawit,” kata Direktur Yayasan Apel Green Aceh, Rahmat Syukur dalam keterangan diterima ANTARA di Meulaboh, Aceh, Sabtu.
Ia menyebutkan, pelaporan ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) KLHK di Jakarta Jumat (31/5) lalu, merupakan pelaporan kedua setelah sebelumnya pada 17 Agustus 2023 lalu, pihaknya juga telah melaporkan kasus yang sama.
"Kami meminta pemerintah melalui Gakkum KLHK RI untuk memberikan sanksi yang tegas, yaitu pencabutan izin agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang," kata Rahmat Syukur menambahkan.
Dia menyebutkan, pelaporan ini didasarkan pada Pasal 28 H Ayat (1) UUD NKRI Tahun 1945 yang menjamin hak setiap individu untuk lingkungan yang sehat dan berkualitas.
Pihaknya berharap Gakkum KLHK dapat menindaklanjuti laporan tersebut sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Menurutnya, pelanggaran yang dilakukan oleh sebuah perusahaan kelapa sawit di Kabupaten Nagan Raya, Aceh, tersebut yaitu dapat dikenai sanksi pidana maupun administratif sesuai dengan ketentuan Pasal 100 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009, yang mengatur tentang sanksi bagi pelanggar baku mutu limbah.
Selain itu, sanksi administratif seperti teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin, dan pencabutan izin dapat diberlakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 02 Tahun 2013 Pasal 4 dan 5.
Syukur juga mengungkapkan rencananya untuk meminta evaluasi izin perusahaan PT. B*P kepada Kementerian Investasi, mengacu pada ketentuan Qanun Tata Ruang Kabupaten Nagan Raya Pasal 32 ayat 5 dan 6.
Hal ini dilakukan karena daerah tersebut diperuntukkan bagi perkebunan besar dan peruntukan perkebunan rakyat, bukan untuk industri.
“Jika ditemukan pelanggaran, langkah tegas yang diambil adalah pencabutan izin perusahaan tersebut,” demikian Rahmat Syukur.
Baca juga: PNM tanam 10 ribu mangrove di Mangrove Park Lampulo
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024