Nagan Raya (ANTARA) - Yayasan Apel Green Aceh mencatay kerusakan ekosistem lindung Rawa Tripa di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh hingga kini telah mencapai seluas 608,81 Ha, akibat maraknya aksi perambahan kawasan lindung tersebut.
“Apabila kondisi perambahan hutan lindung ini terus dilakukan, maka luas ekosistem lindung yang rusak semakin luas," kata Direktur Yayasan Apel Green Aceh, Rahmat Syukur kepada ANTARA di Nagan Raya, Senin.
Menurutnya, maraknya aktivitas perambahan hutan di kawasan lindung gambut di Nagan Raya, telah menyebabkan kerusakan ekosistem di kawasan lindung dan aksi perambahan tersebut telah merambah hingga ke daerah Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) yang seharusnya tidak boleh dirambah dan dimanfaatkan untuk tanam sawit.
Baca juga: Pemkab Nagan Raya sambut baik rencana pembukaan Tahura di Rawa Tripa
Syukur menambahkan, aktivitas perambahan hutan di daerah Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya, Aceh kini semakin mengkhawatirkan karena dilakukan secara terang-terangan.
“Hasil kayu curian bahkan dikumpulkan dan dibawa secara terbuka, seakan-akan aktivitas ini menjadi legal,” katanya.
Padahal, kata Syukur, penebangan kayu liar merupakan pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf e UU 41/1999, diatur di Pasal 78 ayat (5), dengan ancaman pidana hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.
Dari hasil investigasi Yayasan Apel Green Aceh yang mereka lakukan, ditemukan alat berat yang sedang membersihkan lahan di kawasan lindung gambut
Menurutnya, angka kehilangan tutupan hutan di daerah hutan lindung gambut di kawasan Rawa Tripa Kabupaten Nagan Raya, Aceh, saat ini telah mencapai seluas 608,81 hektare, dan telah menunjukkan kerusakan hutan gambut yang parah dan mengancam krisis ekologi.
"Daerah Rawa Tripa adalah kawasan habitat satwa kunci Sumatera seperti Orangutan dan Harimau. Jika perambahan hutan rawa gambut semakin merajalela dan tidak ada tindakan oleh aparat penegak hukum, maka satwa lindung di Rawa Tripa semakin terancam punah," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada aparat penegak hukum, baik kepolisian, Gakkum KLHK RI, maupun pihak terkait lainnya tidak tutup mata terhadap perambahan yang sudah berlangsung lama.
“Pembabatan hutan secara ilegal ini harus ditindak dan diberi sanksi tegas," demikian Rahmat Syukur.
Baca juga: YEL: hutan gambut Rawa Tripa tersisa 5.000 hektare