Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh mengabulkan gugatan 32 pegawai negeri sipil terhadap surat keputusan Bupati Simeulue terkait dengan mutasi jabatan.
Putusan tersebut dibacakan majelis hakim yang diketuai Yusri Arbi didampingi dua hakim anggota, Azzahrawi dan Vandi Kurniawan, pada sidang di PTUN Banda Aceh, Senin.
Selain mengabulkan gugatan para tergugat, majelis hakim juga memutuskan membatalkan surat keputusan Bupati Simeulue terkait dengan mutasi para penggugat.
"Putusan ini mewajibkan tergugat merehabilitasi penggugat serta menempatkan penggugat ke jabatan sebelumnya atau yang sesuai seperti yang diatur perundang-undangan," kata majelis hakim.
Majelis hakim juga menyampaikan kepada para pihak, penggugat dan tergugat, bisa mengajukan upaya hukum banding jika merasa tidak puas dam tidak menerima putusan tersebut.
"Upaya hukum banding disampaikan paling telat 14 hari setelah putusan ini dibacakan," kata Yusri Arbi, ketua majelis hakim seraya mengetuk palu menutup persidangan.
Sebelumnya, 32 PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simeulue menggugat bupati setempat ke PUTN Banda Aceh.
Syahminan Zakaria, kuasa hukum 32 PNS Pemkab Simeulue, mengatakan bahwa gugatan terkait dengan pencopotan jabatan dan penurunan jabatan eselon oleh Bupati tanpa prosedur.
"Klien kami menggugat karena mereka dicopot dari jabatan dan penurunan eselon jabatan tanpa melalui penilaian Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat)," kata Syahminan Zakaria.
Syahminan menyebutkan objek perkara yang digugat adalah SK Bupati Simeulue terkait mutasi pejabat di kabupaten yang berada di Samudra Hindia tersebut pada bulan Maret 2018.
"Sebenarnya, ada 63 PNS yang dicopot dari jabatan dan diturunkan eselonnya dari IIIA ke IIIB. Namun, yang menggugat dan memberikan kuasanya kepada kami hanya 32 orang," kata Syahminan Zakaria.
Syahminan menyebutkan gugatan yang didaftarkan tersebut masih dalam tenggang waktu 90 hari sebagaimana ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang diubah menjadi UU No. 9/2004 serta UU No. 51/2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Menurut Syahminan, dengan dikeluarkannya SK Bupati Simeulue, para penggugat diperlakukan tidak adil dan sewenang-wenang. Mutasi jabatan tersebut dilakukan tanpa didasari prosedur dan ketentuan yang berlaku.
"Akibat SK Bupati tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap para penggugat, khususnya mereka yang diberhentikan dari jabatan struktural. Tindakan tersebut menimbulkan beban moral dan psikologis," kata Syahminan.
Oleh karena itu, katanya lagi, memohon PTUN Banda Aceh melalui majelis hakim yang menangani perkara tersebut mengabulkan gugatan para penggugat dengan membatalkan SK Bupati Simeulue.
"Memohon majelis hakim mewajibkan tergugat atau Bupati Simeulue merehabilitasi para penggugat serta kedudukan harkat dan martabatnya sebagai PNS dalam jabatan semula," kata Syahminan Zakaria.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018
Putusan tersebut dibacakan majelis hakim yang diketuai Yusri Arbi didampingi dua hakim anggota, Azzahrawi dan Vandi Kurniawan, pada sidang di PTUN Banda Aceh, Senin.
Selain mengabulkan gugatan para tergugat, majelis hakim juga memutuskan membatalkan surat keputusan Bupati Simeulue terkait dengan mutasi para penggugat.
"Putusan ini mewajibkan tergugat merehabilitasi penggugat serta menempatkan penggugat ke jabatan sebelumnya atau yang sesuai seperti yang diatur perundang-undangan," kata majelis hakim.
Majelis hakim juga menyampaikan kepada para pihak, penggugat dan tergugat, bisa mengajukan upaya hukum banding jika merasa tidak puas dam tidak menerima putusan tersebut.
"Upaya hukum banding disampaikan paling telat 14 hari setelah putusan ini dibacakan," kata Yusri Arbi, ketua majelis hakim seraya mengetuk palu menutup persidangan.
Sebelumnya, 32 PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simeulue menggugat bupati setempat ke PUTN Banda Aceh.
Syahminan Zakaria, kuasa hukum 32 PNS Pemkab Simeulue, mengatakan bahwa gugatan terkait dengan pencopotan jabatan dan penurunan jabatan eselon oleh Bupati tanpa prosedur.
"Klien kami menggugat karena mereka dicopot dari jabatan dan penurunan eselon jabatan tanpa melalui penilaian Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat)," kata Syahminan Zakaria.
Syahminan menyebutkan objek perkara yang digugat adalah SK Bupati Simeulue terkait mutasi pejabat di kabupaten yang berada di Samudra Hindia tersebut pada bulan Maret 2018.
"Sebenarnya, ada 63 PNS yang dicopot dari jabatan dan diturunkan eselonnya dari IIIA ke IIIB. Namun, yang menggugat dan memberikan kuasanya kepada kami hanya 32 orang," kata Syahminan Zakaria.
Syahminan menyebutkan gugatan yang didaftarkan tersebut masih dalam tenggang waktu 90 hari sebagaimana ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang diubah menjadi UU No. 9/2004 serta UU No. 51/2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Menurut Syahminan, dengan dikeluarkannya SK Bupati Simeulue, para penggugat diperlakukan tidak adil dan sewenang-wenang. Mutasi jabatan tersebut dilakukan tanpa didasari prosedur dan ketentuan yang berlaku.
"Akibat SK Bupati tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap para penggugat, khususnya mereka yang diberhentikan dari jabatan struktural. Tindakan tersebut menimbulkan beban moral dan psikologis," kata Syahminan.
Oleh karena itu, katanya lagi, memohon PTUN Banda Aceh melalui majelis hakim yang menangani perkara tersebut mengabulkan gugatan para penggugat dengan membatalkan SK Bupati Simeulue.
"Memohon majelis hakim mewajibkan tergugat atau Bupati Simeulue merehabilitasi para penggugat serta kedudukan harkat dan martabatnya sebagai PNS dalam jabatan semula," kata Syahminan Zakaria.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018