Meulaboh (Antaranews Aceh) - Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) menemukan indikasi kerugian negara bernilai Rp2,2 miliar dari pekerjaan proyek pembangunan peningkatan saluran irigasi di Desa Cot Punti, Kecamatan Woya Timur, Kabupaten Aceh Barat, Aceh.
"Pembangunan jaringan irigasi itu menggunakan APBK 2016 sebesar Rp2,2 miliyar. Dari realisasi fisik terlihat hanya selesai sekitar 30 persen, sudah ditinggal dan menjadi semak belukar," kata Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edi Syah Putra, di Meulaboh, Kamis.
Pembangunan peningkatan jaringan irigasi di Alue Diam, di Woyla Timur, itu harusnya memberi manfaat kepada masyarakat petani di tiga desa, seperti desa Cot Punti, Alue Empeuk dan Pasi Jeunang, dengan panjang drainase 400 meter.
Akibat pembangunan jaringan irigasi yang diduga mangkrak itu, seratusan hektare area pesawahan produktif di kawasan itu mengalami kekeringan, tidak ada air yang dialiri. Sebaliknya, pembangunan drainase itu menghambat sumber air yang berasal dari genang.
Saat ini hanya 10 kepala keluarga (KK) petani yang masih menggarap lahan sawah di lintasan jaringan irigasi pada musim tanam gadu 2018, sebelumnya daerah itu merupakan sentra produksi gabah karena masyarakatnya 85 persen petani.
Sekitar 85 persen masyarakat di sana bermata pencarian sebagai petani dengan kondisi sangat memprihatinkan. "Dari sekitar 50 hektar lebih persawahan produktif hanya sekitar 6 hektare lahan yang tergarap melalui inisiatif 10 kepala keluarga petani," katanya.
Proyek itu dikerjakan Dinas Cipta Karya dan Pengairan Aceh Barat dan terhenti pada akhir 2016, pemerintah daerah menganggarkan kembali dana APBK 2018 senilai Rp300 juta untuk penyelesaian proyek melalui satuan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
Menurut Edi, sudah sepatutnya pekerjaan dilanjutan. Dia menduga proses perencanaan tidak baik sehingga uang negara menjadi sia-sia.
"Kita juga mendesak pemerintah mengusut indikasi kerugian negara dalam pembangunan jembatan gantung senilai Rp2,7 miliar di Cot Punti. Kontruksi jembatan sepanjang 140 meter itu tidak sempurna," katanya.
Jembatan gantung di Desa Cot Punti yang menjadi penghubung beberapa desa itu bersumber dari APBD Tahun 2017 melalui satuan kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD) Kabupaten Aceh Barat dengan volume 140 meter.
Sementara itu Kepala Desa Cot Punti, Samsunan yang dikonfirmasi menyampaikan, bahwa masyarakatnya tidak bisa menikmati hasil pekerjaan proyek sejak 2016 itu, malahan justru membuat petani dirugikan karena tersumbatnya sumber air ke sawah.
"Sebelumnya petani mendapat sumber air dari genang, tetapi sejak proyek terbengkalai, sumber air tidak bisa lagi masuk sawah. Pembangunan itu pun tidak pernah berkoordinasi dengan saya sebagai kepala desa," katanya.
Terkait kontruksi jembatan gantung, kata Samsunan, setelah dibangun banyak menimbulkan musibah, karena kepala jembatan tidak memiliki tebing pembatas, hanya dibuatkan jalan timbunan pasir untuk menaiki jembatan seluas satu meter.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018