Meulaboh (Antaranews Aceh) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Selamatkan Isi Alam dan Flaura Fauna (Silfa) Aceh berencana membentuk kawasan konservasi satwa penyu hijau di salah satu pulau terluar di Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh.
Direktur Eksekutif SILFA Aceh, Irsadi Aristora, di Meulaboh, Minggu, mengatakan, telah dilakukan survei dan ditemukan empat spesies penyu yang naik ke darat, namun telurnya terus diambil oleh masyarakat secara besar - besaran.
"Ada lima titik pendaratan penyu hasil pemantauan. Salah satunya di Pulau Mincau, Kecamatan Teupah Tengah, Simeulue. Selain terdapat bekas jejak penyu dan ada bekas galian yang dilakukan oleh masyarakat," katanya.
Irsadi menyatakan, inisiasi tersebut berawal dari informasi banyak perdagangan telur penyu maupun ada kelompok masyarakat yang memakannya, sementara populasi penyu di kepulaun terluar Provinsi Aceh itu sangat banyak.
Salah satunya adalah spesies penyu hijau yang sudah langka dan tidak ditemukan di kawasan pesisir Barat Selatan Provinsi Aceh, namun aktivitas perdagangan telur satwa tersebut di Simeulue sangat berisiko terhadap punahnya habitat penyu.
"Hampir seluruh spesies penyu ada di sana, kemudian saya mengecek di pasar, ternyata banyak sekali telur yang dijual. Saya hitung ada 500 butir per meja , artinya ada 3 - 4 sarang penyu yang diambil masyarakat," ujar Irsadi.
Irsadi yang merupakan dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Teuku Umar (Fisipol - UTU) itu, menyampaikan, rencananya satu pulau yang telah di jajaki tersebut akan dibuatkan zonasi kawasan konservasi setelah disetujui.
Pulau yang telah ditinjau tersebut memiliki lahan kebun kelapa yang disewa oleh pihak lain dan telah dilakukan koordinasi untuk kegiatan konservasi, hanya saja semua itu membutuhkan persetujuan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simeulue.
"Kami telah menemui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) maupun Pemkab Simeulue sangat responsif. Makanya pada Februari - Maret 2019, kita rutin ke sana untuk pembinaan masyarakat lokal sebagai kelompok pengelola," katanya.
Lebih lanjut, Irsadi, mengemukakan, pembentukan konservasi sebenarnya bukan melarang masyarakat secara mutlak mengambil telur penyu, akan tetapi hanya dilakukan penataan dengan mengutamakan kearifan lokal warga setempat.
Sebagaimana yang telah berhasil dikembangkan di Kabupaten Aceh Jaya oleh Konservasi Penyu Aron Meubanja, yang membuat qanun atau peraturan mukim dan memberikan hak masyarakat setempat mengambil, namun dibatasi secara adil.
"Dibentuk konservasi itu sebenarnya tidak mutlak melarang masyarakat, di Aceh Jaya misalkan, dibuat qanun. Kalau ada satu sarang di Aceh Jaya jumlah telur ditemukan 100 butir, hanya 50 persen boleh diambil penemu," tandas Irsadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019
Direktur Eksekutif SILFA Aceh, Irsadi Aristora, di Meulaboh, Minggu, mengatakan, telah dilakukan survei dan ditemukan empat spesies penyu yang naik ke darat, namun telurnya terus diambil oleh masyarakat secara besar - besaran.
"Ada lima titik pendaratan penyu hasil pemantauan. Salah satunya di Pulau Mincau, Kecamatan Teupah Tengah, Simeulue. Selain terdapat bekas jejak penyu dan ada bekas galian yang dilakukan oleh masyarakat," katanya.
Irsadi menyatakan, inisiasi tersebut berawal dari informasi banyak perdagangan telur penyu maupun ada kelompok masyarakat yang memakannya, sementara populasi penyu di kepulaun terluar Provinsi Aceh itu sangat banyak.
Salah satunya adalah spesies penyu hijau yang sudah langka dan tidak ditemukan di kawasan pesisir Barat Selatan Provinsi Aceh, namun aktivitas perdagangan telur satwa tersebut di Simeulue sangat berisiko terhadap punahnya habitat penyu.
"Hampir seluruh spesies penyu ada di sana, kemudian saya mengecek di pasar, ternyata banyak sekali telur yang dijual. Saya hitung ada 500 butir per meja , artinya ada 3 - 4 sarang penyu yang diambil masyarakat," ujar Irsadi.
Irsadi yang merupakan dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Teuku Umar (Fisipol - UTU) itu, menyampaikan, rencananya satu pulau yang telah di jajaki tersebut akan dibuatkan zonasi kawasan konservasi setelah disetujui.
Pulau yang telah ditinjau tersebut memiliki lahan kebun kelapa yang disewa oleh pihak lain dan telah dilakukan koordinasi untuk kegiatan konservasi, hanya saja semua itu membutuhkan persetujuan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simeulue.
"Kami telah menemui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) maupun Pemkab Simeulue sangat responsif. Makanya pada Februari - Maret 2019, kita rutin ke sana untuk pembinaan masyarakat lokal sebagai kelompok pengelola," katanya.
Lebih lanjut, Irsadi, mengemukakan, pembentukan konservasi sebenarnya bukan melarang masyarakat secara mutlak mengambil telur penyu, akan tetapi hanya dilakukan penataan dengan mengutamakan kearifan lokal warga setempat.
Sebagaimana yang telah berhasil dikembangkan di Kabupaten Aceh Jaya oleh Konservasi Penyu Aron Meubanja, yang membuat qanun atau peraturan mukim dan memberikan hak masyarakat setempat mengambil, namun dibatasi secara adil.
"Dibentuk konservasi itu sebenarnya tidak mutlak melarang masyarakat, di Aceh Jaya misalkan, dibuat qanun. Kalau ada satu sarang di Aceh Jaya jumlah telur ditemukan 100 butir, hanya 50 persen boleh diambil penemu," tandas Irsadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019