Banda Aceh (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh menyatakan bahwa perempuan di Tanah Rencong ini masih mengalami diskriminasi hingga kekerasan, karenanya mengatasi persoalan ini perlu adanya perhatian bersama.
"Data dan fakta menunjukkan bahwa perempuan dan anak perempuan masih mengalami diskriminasi, stigmatisasi, marginalisasi, subordinasi dan bahkan kekerasan," kata Plt Kepala DP3A Banda Aceh Meutia Juliana, di Banda Aceh, Sabtu.
Meutia menyebutkan, berdasarkan catatan pada UPTD PPA, pada 2022 lalu terdapat 1.029 kasus kekerasan, yakni pada perempuan sebanyak 458 kasus, dan terhadap anak perempuan sebanyak 571 kasus.
Baca juga: Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh Barat capai 30 perkara di 2022
Melihat data tersebut, kata Meutia, pihaknya akan terus berupaya melakukan pencegahan guna menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh. Upaya preventif yang dilakukan diharapkan bisa memberikan dampak yang signifikan.
"Upaya pencegahan harus dimulai dari akar rumput melalui sosialisasi, bimbingan teknis, workshop, dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran serta penguatan kapasitas," ujarnya.
Selain itu, upaya preventif lainnya adalah membangun kemitraan dengan berbagai unsur terkait perlindungan perempuan dan anak guna bersinergi dan berkolaborasi dalam bentuk kerjasama menjalankan program kerja.
Baca juga: Pemprov Aceh agar tingkatkan kampanye pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak
Meutia menuturkan, isu perempuan dan anak seharusnya menjadi perhatian bersama dari semua pihak. Karena dalam penyelesaiannya dibutuhkan sinergi dan kolaborasi yang menjadi kekuatan bersama untuk penurunan angka kekerasan tersebut.
"Semakin besar perhatian dan kerja bersama menyelesaikan isu kekerasan ini, maka langkah itu bisa memberikan harapan baru terhadap upaya pemerintah memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak Aceh," katanya.
Baca juga: Perempuan Aceh korban KDRT di Thailand dipulangkan
Meutia menegaskan, DP3A berkomitmen terus memperkuat penyediaan layanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan, salah satunya dengan membuka layanan hotline pada nomor 08116808875. Langkah ini untuk meningkatkan efektivitas serta efisiensi layanan pengaduan.
Dalam waktu dekat, lanjut Meutia, pihaknya juga segera menyusun SOP sebagai acuan mekanisme penanganannya, yang nantinya akan diatur melalui Peraturan Gubernur atau Keputusan Gubernur Aceh.
“Kami terus mengupayakan memberikan pelayanan terbaik dan optimal bagi korban kekerasan berbasis gender di Aceh," demikian Meutia Juliana.