Banda Aceh (ANTARA) - Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Provinsi Aceh mencatat ada tujuh laporan korban perdagangan orang (human trafficking) di luar negeri sepanjang tahun 2022.
“Mereka yang berangkat untuk bekerja ke luar negeri umumnya mendapat informasi tentang pekerjaan dari media sosial. Mereka tidak memverifikasi ulang dan langsung tergiur untuk menerima pekerjaan tersebut dengan iming-iming gaji yang cukup besar, serta tidak membutuhkan keterampilan yang spesifik,” kata Kepala BP3MI Aceh Jaka Prasetiyono di Banda Aceh, Kamis.
Ia menyebutkan tujuh laporan yang ditangani sepanjang tahun 2022 tersebut, terdiri atas dua orang di Kamboja, empat orang di Malaysia dan satu orang di Arab Saudi. Ketujuh korban tersebut sudah dipulangkan.
Sedangkan untuk tahun ini, hingga Kamis, 25 Januari 2023, pihaknya menerima dua laporan terbaru terkait kasus perdagangan orang yang menimpa warga Aceh dan Sumatera Utara di Kamboja.
“Dua korban tersebut saat ini masih berada di Kamboja dan sedang ditangani pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk proses pemulangan ke Tanah Air,” katanya.
Menurut dia, mereka yang tergiur bekerja di luar negeri tersebut memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi, dan justru bukan dari kalangan masyarakat kelas bawah.
“Gajinya cukup menggiurkan, yaitu sekitar 1.000 – 1.500 dolar Amerika Serikat per bulan. Mereka yang berangkat ini rata-rata mempunyai kepandaian yang luar biasa, pendidikan yang tinggi, keterampilan yang tinggi dan bukan kelas menengah ke bawah,” katanya.
Ia menyebutkan Pemerintah Republik Indonesia melalui keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja sudah menetapkan sebanyak 77 negara tujuan penempatan tenaga kerja Indonesia.
Jaka Prasetiyono meminta kepada korban dan keluarga untuk melapor kepada pihaknya jika menemukan adanya indikasi perdagangan orang saat bekerja di luar negeri, sehingga kasus tersebut dapat segera ditangani pihaknya.