Masyarakat pemilik lahan proyek PLTA Pesangan di Kabupaten Aceh Tengah mendatangi DPRK setempat, Kamis, untuk menuntut penyelesaian ganti rugi lahan yang sudah selama 20 tahun tertunda sejak 1998.

Kedatangan puluhan warga ini diterima oleh Komisi A DPRK setempat. Mereka adalah warga Kampung Sanehen, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah, dimana proyek pembangunan PLTA Pesangan akan memakai lahan milik warga di sana, namun hingga saat ini belum menyelesaikan masalah ganti rugi.

Baca juga: Konsorsium investasi Rp5,6 triliun untuk PLTA Pesangan

"20 tahun lalu kami masyarakat pemilik lahan yang belum diselesaikan sudah bolak balik mengusulkan dan memohon; ini seperti pengemis kami; kami yang punya lahan tapi kami mengemis, bolak balik kami, bupati sampai tiga kali ganti," tutur perwakilan warga bernama Mardani dalam audiensi dengan Komisi A DPRK bersama pihak PLN dan unsur terkait lainnya di ruang sidang DPRK setempat.

PLN dalam hal ini sebagai pihak pelaksana proyek PLTA diminta untuk segera menyelesaikan persoalan ganti rugi lahan milik warga tersebut.

"Tentang luas lahan yang belum diselesaikan itu datanya jelas, yang punya lahan jelas, ada di Pertanahan," kata Mardani.

Baca juga: PLTA Peusangan ditargetkan beroperasi 2022

Hal itu juga dibenarkan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh Tengah M Yusuf yang turut hadir dalam pertemuan itu.

M Yusuf mengatakan data terkait kepemilikan dan luas lahan warga dalam masalah ganti rugi tersebut sejak 1998 masih tersimpan di BPN setempat.

"Data sudah valid semua, cuma data ini jangan dirubah lagi, karena keadaan tanah sekarang kan kosong, dulu ada tanaman. Kalau kita bikin data baru sekarang kita ke lokasi, tanaman tidak ada lagi, kolam tidak ada lagi, kan sayang masyarakat," tutur M Yusuf.

Baca juga: Menanti beroperasinya mega proyek PLTA Peusangan

Sementara Komisi A DPRK Aceh Tengah dalam hal ini turut mendesak pihak PLN untuk secepatnya dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

Anggota Komisi A Samsuddin menyampaikan pihaknya sepakat dengan tuntutan warga bahwa jika persoalan ganti rugi tersebut belum diselesaikan maka aktifitas pekerjaan proyek di lokasi dimaksud harus dihentikan sementara.

"Kami menyepakati apa yang disampaikan perwakilan masyarakat tadi kalau ini tidak selesai maka jangan ada kegiatan di Kampung Sanehen," kata Samsuddin.

Menurut Samsuddin masyarakat setempat sama sekali tidak bermaksud untuk mencoba menghambat pembangunan.

"Tidak ada keinginan rakyat baik itu pemuda, tokoh masyarakat, dan pemilik lahan yang hadir hari ini ingin menghambat pembangunan. Tapi ini karena ada persoalan dan masyarakat dirugikan. Sementara azaz pembangunan adalah untuk menyejahterakan rakyat," ujarnya.

Pertemuan tersebut berlangsung alot mulai Kamis pagi sekira pukul 09.00 WIB hingga sore sekira pukul 16.00 WIB.

Pihak PLN yang diminta untuk memberikan kepastian waktu kapan pembayaran ganti rugi lahan tersebut akan direalisasikan tidak dapat memberikan jawaban pasti karena mengaku masih harus melakukan koordinasi dengan pihak manajemen di Medan, Sumatera Utara.

Sementara Komisi A yang menampung tuntutan warga tetap mendesak agar PLN memberikan kepastian waktu karena tidak ingin lagi proses pembayarannya berlarut-larut.

"Kita minta dari PLN apa langkah kongkrit hari ini dan jelas, tidak tunggu besok lagi, harus jelas hari ini. Saya tidak setuju ini membutuhkan waktu sebulan kedepan tidak bisa, hitungan hari harus selesai," kata Samsuddin.

Pewarta: Kurnia Muhadi

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019