Pandemi menjadi lembar tersendiri dalam babak sejarah dunia yang terasa begitu kelabu bagi banyak orang. Di masa-masa ini begitu banyak kehilangan dan kepergian memilukan.
Namun toh dunia terus berputar dan optimisme kebangkitan tetap terus ada. Sebagaimana yang dirasakan Darmono.
Setelah melepas tanggung jawab penting yang padat jadwal dan berpindah pada posisi lain di tempat kerjanya yang relatif banyak waktu luang, pria 43 tahun itu mencoba untuk memanfaatkan peluang dengan kebisaannya di dapur. Kepiawaiannya menyambal (membuat sambal) coba ia monetisasi perlahan.
Pria berdarah Madura itu memang dikenal pintar memasak sambal. Maka ia pun bertekad untuk serius menekuni usaha sambal kemasan dengan brand khusus E’Sambelin Cak Mono yang diadaptasi dari bahasa daerah Madura.
Tak dinyana, sambal yang ia pasarkan melalui sosial media di kalangan teman-teman dekatnya ternyata amat diminati. Ayah satu anak itu pun kebanjiran pesanan. Tak mau berhenti dengan sambal, pria yang akrab disapa Mono itu merambah potensi lain yakni bisnis “frozen food”.
Maka ketika pandemi sempat mencapai puncaknya pada pertengahan tahun 2020, ia justru berinovasi dengan menjual produk barunya yakni ayam dan bebek ongkep dalam bentuk “frozen food”.
Mono sekaligus ingin memberikan alternatif kemudahan pangan sehat lokal untuk mereka yang akibat pandemi dibatasi pergerakannya. Untuk jasa pengantaran ia memanfaatkan ojek online sehingga pesanan pelanggan di antar sampai di tempat.
Kini bisnis Mono yang pada awalnya hanya dibangun dengan modal Rp500.000, mulai membuahkan omzet rata-rata Rp25 juta perbulan dan ia telah memiliki tiga karyawan yang membantu di dapur produksinya.
Platform Online
Kisah Syahroni bisa menjadi inspirasi tersendiri. Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang itu melihat ada peluang yang bisa digarap di tengah pandemi.
Pria asal Cirebon itu melihat kebijakan pembatasan pergerakan mengakibatkan bisnis online terdorong bertumbuh, terlebih jika terkait pangan dan kebutuhan sehari-hari.
Maka demi melihat peluang tersebut, ayah dua anak yang semula berprofesi sebagai penyuluh sekolah tani dan banyak terjun ke lapangan itu menggandeng teman-temannya untuk membuat marketplace produk desa. Dengan jejaringnya yang luas di desa-desa seluruh Indonesia, pria yang tinggal di Cikeas, Bogor, itu membuat Sensa.id.
Platfom belanja produk desa secara online itu diharapkan menjadi solusi bagi masyarakat perkotaan yang ingin mendapatkan produk desa dan kebutuhan dari desa-desa dengan lebih mudah.
Dari sisi petani dan masyarakat desa hal itu mendukung perluasan pasar mereka sekaligus memotong rantai pasar agar tak terlalu panjang.
Meski belum sepenuhnya berkembang, sebagai marketplace, Sensa.id sudah mulai dikenal sebagai start up di bidang teknologi yang fokus pada petani dan produk desa.
Yang tak kalah kreatifnya adalah perkumpulan ibu-ibu orang tua murid sebuah sekolah swasta di Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Mereka sepakat mengembangkan marketplace internal untuk kalangan mereka sendiri.
Marketplace online melalui whatsapps grup tersebut awalnya hanya grup kecil sejak dibentuknya pada 2018.
Ibu-ibu iseng sambil mengantarkan dan menjemput anak bersekolah mereka menjual antar mereka produk-produk kebutuhan rumah tangga termasuk makanan dan keperluan sekolah anak.
Saat memasuki pandemi pada 2020, grup marketplace internal itu justru semakin berkembang ketika anggotanya telah mencapai hampir 250 orang tua sekolah tersebut.
Barang yang dijual antar mereka pun semakin beragam dari yang termurah seharga ribuan hingga barang bermerek seharga puluhan juga bahkan mobil dan apartemen pun ditawarkan.
Agustina Fitria Aryani salah satu orang tua murid yang menjadi anggota marketplace di lingkungan sekolah tersebut mengatakan grup belanja antara teman tersebut banyak membawa sisi positif.
Selain menggarap peluang yang selama ini tak terpikirkan dari kalangan sendiri juga mengajari dan menularkan kepada anak-anak latihan wirausaha.
Belanja antar teman juga menjadi peluang baru bagi ibu-ibu untuk mendapatkan income tambahan sekaligus berbelanja kebutuhan keluarga dengan lebih mudah.
Agustina Fitria Aryani yang juga perencana keuangan dari One Shildt Financial Planning itu menilai grup semacam itu menjadi contoh kekuatan usaha mikro dan kecil dalam menumpu perekonomian.
Ia pernah melakukan survei kecil atas belanjanya sendiri di grup tersebut yang rata-rata sekitar Rp1 juta perbulan, maka jika anggota grup ada hampir 250 orang, maka ada potensi omzet besar yang berputar pada grup tersebut. “Kalau setengahnya saja belanja Rp1 juta per bulan sudah lebih dari Rp100 juta,” kata ibu satu anak itu.
Bagi dia belanja kepada teman bermanfaat dari sisi saling mendukung bisnis teman di tengah pandemi. “Kalau ada yang dekat kenapa cari yang jauh,” katanya.
Banyak Peluang
Sejatinya pandemi mengajarkan banyak hal untuk tidak saja melihat segala sesuatu dari sisi negatif melainkan sebaliknya.
Kreatif dan inovatif sehingga bisa menemukan hal baru termasuk sistem dan cara-cara baru yang memberikan solusi di tengah pandemi akan sangat membantu perekonomian untuk terus bergerak.
Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM telah dan akan terus mengembangkan sejumlah program di antaranya bantuan melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan pemerintah sudah menerapkan berbagai kebijakan untuk mendukung UMKM khususnya mikro melalui Bantuan Presiden Produktif untuk Usaha Mikro bagi 12 juta usaha mikro dan PEN untuk sektor UMKM.
Melalui Banpres dan PEN sektor UMKM, ia menegaskankan paling tidak bisa mendorong usaha mikro agar bisa bergerak dan tetap dilanjutkan dengan pendampingan. “Kami tidak bisa membiarkan usaha mikro tanpa pendampingan,” kata Teten.
Pendampingan diperlukan untuk mendapatkan perlindungan legalitas usaha yakni Nomor Induk Berusaha (NIB), sertifikasi SNI, sertifikasi halal, ijin edar dan PIRT. Ia mengakui sampai saat ini masih banyak pelaku UMKM yang kesulitan mengurus perizinan usaha, namun dipastikan ini menjadi perhatian serius pemerintah.
Berdasarkan data BKPM, NIB usaha mikro yang diterbitkan periode Januari – September 2020 sebanyak 512,246 NIB UMi dari total 792.044 NIB.
“Kami juga berusaha menjembatani usaha mikro agar terintegrasi dalam ekosistem digital sehingga nantinya bisa diperoleh pemetaan usaha mikro formal, yang selanjutnya akan dilakukan mentoring agar naik kelas, konsolidasi brand, penguatan badan usaha melalui koperasi (kemitraan dan investasi), memperluas akses pembiayaan,” katanya.
Dari situ, ketidaklekangan para pelaku UMKM dalam menghadapi berbagai ujian dan tantangan akan semakin terbukti. Baik dulu, sekarang, besok, lusa, atau nanti, UMKM tetaplah tulang punggung perekonomian bagi bangsa ini yang harus didukung tanpa henti.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
Namun toh dunia terus berputar dan optimisme kebangkitan tetap terus ada. Sebagaimana yang dirasakan Darmono.
Setelah melepas tanggung jawab penting yang padat jadwal dan berpindah pada posisi lain di tempat kerjanya yang relatif banyak waktu luang, pria 43 tahun itu mencoba untuk memanfaatkan peluang dengan kebisaannya di dapur. Kepiawaiannya menyambal (membuat sambal) coba ia monetisasi perlahan.
Pria berdarah Madura itu memang dikenal pintar memasak sambal. Maka ia pun bertekad untuk serius menekuni usaha sambal kemasan dengan brand khusus E’Sambelin Cak Mono yang diadaptasi dari bahasa daerah Madura.
Tak dinyana, sambal yang ia pasarkan melalui sosial media di kalangan teman-teman dekatnya ternyata amat diminati. Ayah satu anak itu pun kebanjiran pesanan. Tak mau berhenti dengan sambal, pria yang akrab disapa Mono itu merambah potensi lain yakni bisnis “frozen food”.
Maka ketika pandemi sempat mencapai puncaknya pada pertengahan tahun 2020, ia justru berinovasi dengan menjual produk barunya yakni ayam dan bebek ongkep dalam bentuk “frozen food”.
Mono sekaligus ingin memberikan alternatif kemudahan pangan sehat lokal untuk mereka yang akibat pandemi dibatasi pergerakannya. Untuk jasa pengantaran ia memanfaatkan ojek online sehingga pesanan pelanggan di antar sampai di tempat.
Kini bisnis Mono yang pada awalnya hanya dibangun dengan modal Rp500.000, mulai membuahkan omzet rata-rata Rp25 juta perbulan dan ia telah memiliki tiga karyawan yang membantu di dapur produksinya.
Platform Online
Kisah Syahroni bisa menjadi inspirasi tersendiri. Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang itu melihat ada peluang yang bisa digarap di tengah pandemi.
Pria asal Cirebon itu melihat kebijakan pembatasan pergerakan mengakibatkan bisnis online terdorong bertumbuh, terlebih jika terkait pangan dan kebutuhan sehari-hari.
Maka demi melihat peluang tersebut, ayah dua anak yang semula berprofesi sebagai penyuluh sekolah tani dan banyak terjun ke lapangan itu menggandeng teman-temannya untuk membuat marketplace produk desa. Dengan jejaringnya yang luas di desa-desa seluruh Indonesia, pria yang tinggal di Cikeas, Bogor, itu membuat Sensa.id.
Platfom belanja produk desa secara online itu diharapkan menjadi solusi bagi masyarakat perkotaan yang ingin mendapatkan produk desa dan kebutuhan dari desa-desa dengan lebih mudah.
Dari sisi petani dan masyarakat desa hal itu mendukung perluasan pasar mereka sekaligus memotong rantai pasar agar tak terlalu panjang.
Meski belum sepenuhnya berkembang, sebagai marketplace, Sensa.id sudah mulai dikenal sebagai start up di bidang teknologi yang fokus pada petani dan produk desa.
Yang tak kalah kreatifnya adalah perkumpulan ibu-ibu orang tua murid sebuah sekolah swasta di Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Mereka sepakat mengembangkan marketplace internal untuk kalangan mereka sendiri.
Marketplace online melalui whatsapps grup tersebut awalnya hanya grup kecil sejak dibentuknya pada 2018.
Ibu-ibu iseng sambil mengantarkan dan menjemput anak bersekolah mereka menjual antar mereka produk-produk kebutuhan rumah tangga termasuk makanan dan keperluan sekolah anak.
Saat memasuki pandemi pada 2020, grup marketplace internal itu justru semakin berkembang ketika anggotanya telah mencapai hampir 250 orang tua sekolah tersebut.
Barang yang dijual antar mereka pun semakin beragam dari yang termurah seharga ribuan hingga barang bermerek seharga puluhan juga bahkan mobil dan apartemen pun ditawarkan.
Agustina Fitria Aryani salah satu orang tua murid yang menjadi anggota marketplace di lingkungan sekolah tersebut mengatakan grup belanja antara teman tersebut banyak membawa sisi positif.
Selain menggarap peluang yang selama ini tak terpikirkan dari kalangan sendiri juga mengajari dan menularkan kepada anak-anak latihan wirausaha.
Belanja antar teman juga menjadi peluang baru bagi ibu-ibu untuk mendapatkan income tambahan sekaligus berbelanja kebutuhan keluarga dengan lebih mudah.
Agustina Fitria Aryani yang juga perencana keuangan dari One Shildt Financial Planning itu menilai grup semacam itu menjadi contoh kekuatan usaha mikro dan kecil dalam menumpu perekonomian.
Ia pernah melakukan survei kecil atas belanjanya sendiri di grup tersebut yang rata-rata sekitar Rp1 juta perbulan, maka jika anggota grup ada hampir 250 orang, maka ada potensi omzet besar yang berputar pada grup tersebut. “Kalau setengahnya saja belanja Rp1 juta per bulan sudah lebih dari Rp100 juta,” kata ibu satu anak itu.
Bagi dia belanja kepada teman bermanfaat dari sisi saling mendukung bisnis teman di tengah pandemi. “Kalau ada yang dekat kenapa cari yang jauh,” katanya.
Banyak Peluang
Sejatinya pandemi mengajarkan banyak hal untuk tidak saja melihat segala sesuatu dari sisi negatif melainkan sebaliknya.
Kreatif dan inovatif sehingga bisa menemukan hal baru termasuk sistem dan cara-cara baru yang memberikan solusi di tengah pandemi akan sangat membantu perekonomian untuk terus bergerak.
Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM telah dan akan terus mengembangkan sejumlah program di antaranya bantuan melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan pemerintah sudah menerapkan berbagai kebijakan untuk mendukung UMKM khususnya mikro melalui Bantuan Presiden Produktif untuk Usaha Mikro bagi 12 juta usaha mikro dan PEN untuk sektor UMKM.
Melalui Banpres dan PEN sektor UMKM, ia menegaskankan paling tidak bisa mendorong usaha mikro agar bisa bergerak dan tetap dilanjutkan dengan pendampingan. “Kami tidak bisa membiarkan usaha mikro tanpa pendampingan,” kata Teten.
Pendampingan diperlukan untuk mendapatkan perlindungan legalitas usaha yakni Nomor Induk Berusaha (NIB), sertifikasi SNI, sertifikasi halal, ijin edar dan PIRT. Ia mengakui sampai saat ini masih banyak pelaku UMKM yang kesulitan mengurus perizinan usaha, namun dipastikan ini menjadi perhatian serius pemerintah.
Berdasarkan data BKPM, NIB usaha mikro yang diterbitkan periode Januari – September 2020 sebanyak 512,246 NIB UMi dari total 792.044 NIB.
“Kami juga berusaha menjembatani usaha mikro agar terintegrasi dalam ekosistem digital sehingga nantinya bisa diperoleh pemetaan usaha mikro formal, yang selanjutnya akan dilakukan mentoring agar naik kelas, konsolidasi brand, penguatan badan usaha melalui koperasi (kemitraan dan investasi), memperluas akses pembiayaan,” katanya.
Dari situ, ketidaklekangan para pelaku UMKM dalam menghadapi berbagai ujian dan tantangan akan semakin terbukti. Baik dulu, sekarang, besok, lusa, atau nanti, UMKM tetaplah tulang punggung perekonomian bagi bangsa ini yang harus didukung tanpa henti.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021