Jakarta, 5/12 (Antaraaceh) -  Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI) sebagai LSM berbasis ilmu dan teknologi diundang mengikuti pelatihan mengenai sistem inovasi di Swedia.

"MITI merupakan satu-satunya NGO (LSM) di Indonesia yang diundang untuk mengikuti pelatihan ini," kata Deputi Ketua MITI Bidang Pembinaan Ilmuwan, Teknolog, Peneliti, dan Mahasiswa Dr Mahfudz Al-Huda, M. Eng di Jakarta, Jumat.

"Mennjelaskan pelatihan tersebut dalam rangka mengembangkan kerja sama iptek dan perguruan tinggi Indonesia-Swedia, dengan tema "Two Weeks Training on Innovation Systems and Entrepreneurship" di Swedia.

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Ristek dan Dikti RI bekerja sama dengan Lund University ini dilaksanakan pada 24 November hingga Minggu (6/12) 2014i.

Selain MITI,  peserta juga berasal dari Kementerian Ristek dan Dikti, BPPT, Badan Standardisasi Nasional (BSN), BMKG, Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Perindustrian, dan beberapa universitas antara lain UI, ITB, UNDIP, dan Universitas Teknologi Sumbawa (UTS).
Mahfudz Al-Huda menjelaskan bahwa pengiriman delegasi untuk belajar bersama di Lund University ditujukan untuk mendukung program pembangunan regional yang digarap oleh MITI.Ia mengemukakan setelah pengiriman delegasi untuk belajar bersama dengan Steinbeis GmbH di Jerman pada November lalu, kata dia,  pengiriman delegasi ke Swedia ini akan mendukung proses dan kerja MITI untuk membangun kantor transfer teknologi pertama di Indonesia yang mengangkat budaya lokal.

"Mulai tahun 2015 MITI siap untuk menjadi pelopor transfer teknologi di Indonesia untuk menjembatani antara peneliti, industri, dan masyarakat," katanya.

Konsep yang dibawa, kata dia, bukan "technology push", namun "demand pull". "Technology push", katanya, hanya berorientasi pada pengembangan teknologi sesuai dengan keinginan peneliti untuk kemudian ditawarkan kepada masyarakat, sedangkan "demand pull" berorientasi pada kebutuhan masyarakat dalam pengembangan teknologi.

"Jika 'demand pull' dilaksanakan, maka tidak akan ada kabar ratusan bahkan ribuan hasil riset yang tidak digunakan," katanya.Keunggulan kompetitif.
Sementara itu, Asisten Deputi Jaringan Iptek Internasional Kementerian Ristek dan Dikti RI Nada Marsudi menjelaskan dari kegiatan itu diharapkan akan meningkatkan pengetahuan untuk menciptakan sistem inovasi daerah maupun nasional untuk meningkatkan keunggulan kompetitif daerah.

"Peserta dari berbagai institusi diharapkan dapat berkolaborasi untuk membangun sistem 'triple helix model', baik dengan sesama institusi dalam negeri maupun institusi di Swedia untuk menciptakan iklim inovasi yang kondusif bagi pembangunan Indonesia, khususnya dalam bidang ekonomi," katanya.

Ia mengatakan ekonomi inovasi meyakini bahwa "entrepreneur" (wirausaha), ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi merupakan variabel fungsi produksi dalam model pembangunan suatu negara yang berkelanjutan.

Pertumbuhan ekonomi dalam paradigma ekonomi inovasi, katanya, merupakan produk akhir dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan lahirnya wirausaha-wirausaha baru dalam berbagai sektor.

Dalam pelatihan itu peserta belajar langsung dari elemen "triple helix" di Swedia, yaitu elemen akademisi yang diwakili oleh Lund University, pemerintah berupa kunjungan ke Wali Kota Lund, dan praktisi baik bisnis maupun intermediasi iptek tentang bagaimana membangun sistem inovasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui kewirausahaan.

Swedia, katanya, merupakan negara kecil dengan jumlah penduduk berjumlah sembilan juta jiwa namun dinobatkan sebagai negara paling inovatif kedua oleh Global Innovation Index.

Negara itu telah menjadi pusat inovasi teknologi-teknologi mutakhir dan merupakan penemu "Bluetooth","packaging Tertra Pak" yang merupakan perusahaan multinasional pengolahan kemasan makanan dan minuman, "Skype", dan "Spotify".

Swedia juga memilki perusahaan-perusahaan multinasional yang telah menembus pasar internasional di antaranya Sony, Ericsson, Volvo, Electrolux, dan Sandvix untuk bidang teknologi.Selain itu, Swedia tidak hanya terkenal dalam dunia teknologi namun juga dunia "fashion", perabotan,

dan musik. IKEA, yang produknya juga sudah masuk ke Indonesia merupakan "market leader" dalam perabotan dan perlengkapan rumah.

Menariknya, kata dia, Ingvar Kamprad sebagai pendiri IKEA awalnya hanyalah seorang penjual pemantik kayu di desa dan akhirnya menjadi pendiri perusahaan furnitur terlaris di dunia.

Semua keberhasilan sistem inovasi tersebut, katanya, tentu didukung oleh kualitas pendidikan dan penelitian yang sangat baik di Swedia.

Investasi besar-besaran dalam bidang penelitian dan pengembangan (litbang) juga telah mengantarkan Swedia menjadi negara yang sangat inovatif.
Contohnya, melalui hasil-hasil riset yang diimplementasikan menjadi produk komersial munculah banyak perusahaan dan wirausaha di Swedia yang menciptakan lapangan kerja, memperbaiki taraf hidup, dan kesejahteraan masyarakat.

Sistem pendidikan yang tidak mengenal hirarki dan "free creative thinking" yang diterapkan sejak tingkat sekolah dasar, katanya, telah menciptakan sumber daya manusia yang berpikiran terbuka terhadap inovasi.Inovasi dimaksud bukan hanya teknologi, namun di semua bidang, seperti seni, budaya, dan manajemen seperti kultur, marketing, dan advertising.

Pemikiran kreatif itu yang memacu tumbuhnya inovasi produk dan wirausahan di Swedia, sedangkan kewirausahaan yang merupakan kunci pertumbuhan ekonomi suatu negara, menyebabkan Swedia juga
mengerahkan berbagai upaya untuk mendukung tumbuhnya perusahaan-perusahaan baru di negara itu,
misalnya melalui lembaga Ventura Cup, inkubator bisnis, pelatihan oleh "Media Evolution", dan lain-lain.

"Semua kondisi ini menjadi daya tarik utama bagi Indonesia untuk belajar sistem inovasi dan 'entrepreneurship' dari Swedia," katanya.

Para peserta pelatihan dari Indonesia juga akan belajar langsung bagaimana melakukan manajemen
inovasi dan wirausaha dari para praktisi dari berbagai lembaga tersebut.

Pewarta : Andi Jauhari

Pewarta:

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014