Salah seorang warga Aceh asal Kabupaten Nagan Raya Muhammad Fata yang sebelumnya berdomisili di Ukraina mengaku sejak pertama invasi Rusia hingga mereka dievakuasi ke Indonesia, sirine perang di kota tersebut tidak pernah berhenti berbunyi.
"Setiap malam, siang itu sirine perang (di Ukraina) selalu berbunyi untuk terus siaga," kata Muhammad Fata yang dihubungi dari Banda Aceh, Minggu.
Muhammad Fata sendiri masuk kloter ketiga evakuasi WNI ke Indonesia bersama rekan lainnya, dan tiba di tanah Air pada 14 Maret 2022 lalu. Setelah menjalani karantina COVID-19, ia baru dipulangkan ke Aceh pada Kamis (24/3) lalu.
Baca juga: Dua lagi warga dari Ukraina dipulangkan ke Aceh
Di negara tersebut, Muhammad Fata menjadi salah seorang pengajar ilmu agama Islam di ICCI (Islamic Center Cultural International) Ukraina.
Fata mengatakan, saat terjadinya invasi hari pertama ia berada di Kota Ivano-Frankivsk yang terletak di bagian barat Ukraina, atau dekat dengan perbatasan Polandia.
Serangan pertama yang dirasakan Fata saat waktu Subuh, ia mendengarkan adanya suara ledakan bom dari serangan udara. Akhirnya dalam kondisi panik mereka berlindung di ruangan bawah tanah (bunker).
Baca juga: Mahasiswa asal Pidie yang dipulangkan dari Ukraina
"Di situ kami panik karena memang tidak ada peringatan adanya perang, akhirnya kami berlindung ke bunker, karena memang rumah di Ukraina rata-rata punya bunker," ujarnya.
Fata menuturkan, di kota tempat ia berdomisili tersebut serangan hanya dirasakan saat hari pertama invasi Rusia, karena setelah itu pasukan Rusia bergerak ke wilayah timur kota Ukraina seperti Kharkiv dan ibu kota Kiev.
Setelah adanya serangan tersebut, lanjut Fata, Pemerintah Indonesia melalui KBRI di sana langsung memantau kondisi WNI, dan secara kontinu membangun komunikasi via zoom meeting sampai proses evakuasi.
"Ketika sudah aman sedikit semua WNI langsung menuju ke Rumania untuk proses ke Indonesia. Kalau saya kloter ketiga dari Polandia ke Indonesia," katanya.
Fata menuturkan, saat terjadinya serangan pertama mereka merasa gugup karena suara ledakan rudal tidak jauh dari tempat ia tinggal, sekitar 250 meter.
"Kami senang karena Pemerintah Indonesia cepat ambil tugasnya membantu proses evakuasi," ujarnya.
Ke depan, Fata belum memastikan bakal kembali ke Ukraina, apalagi murid yang ia ajarkan hampir semuanya sudah menyelamatkan diri keluar negeri.
"Untuk sementara saya di Indonesia dulu, apalagi proses pemulihan nantinya juga lama, dan murid saya juga sudah keluar dari Ukraina," demikian M Fata.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022
"Setiap malam, siang itu sirine perang (di Ukraina) selalu berbunyi untuk terus siaga," kata Muhammad Fata yang dihubungi dari Banda Aceh, Minggu.
Muhammad Fata sendiri masuk kloter ketiga evakuasi WNI ke Indonesia bersama rekan lainnya, dan tiba di tanah Air pada 14 Maret 2022 lalu. Setelah menjalani karantina COVID-19, ia baru dipulangkan ke Aceh pada Kamis (24/3) lalu.
Baca juga: Dua lagi warga dari Ukraina dipulangkan ke Aceh
Di negara tersebut, Muhammad Fata menjadi salah seorang pengajar ilmu agama Islam di ICCI (Islamic Center Cultural International) Ukraina.
Fata mengatakan, saat terjadinya invasi hari pertama ia berada di Kota Ivano-Frankivsk yang terletak di bagian barat Ukraina, atau dekat dengan perbatasan Polandia.
Serangan pertama yang dirasakan Fata saat waktu Subuh, ia mendengarkan adanya suara ledakan bom dari serangan udara. Akhirnya dalam kondisi panik mereka berlindung di ruangan bawah tanah (bunker).
Baca juga: Mahasiswa asal Pidie yang dipulangkan dari Ukraina
"Di situ kami panik karena memang tidak ada peringatan adanya perang, akhirnya kami berlindung ke bunker, karena memang rumah di Ukraina rata-rata punya bunker," ujarnya.
Fata menuturkan, di kota tempat ia berdomisili tersebut serangan hanya dirasakan saat hari pertama invasi Rusia, karena setelah itu pasukan Rusia bergerak ke wilayah timur kota Ukraina seperti Kharkiv dan ibu kota Kiev.
Setelah adanya serangan tersebut, lanjut Fata, Pemerintah Indonesia melalui KBRI di sana langsung memantau kondisi WNI, dan secara kontinu membangun komunikasi via zoom meeting sampai proses evakuasi.
"Ketika sudah aman sedikit semua WNI langsung menuju ke Rumania untuk proses ke Indonesia. Kalau saya kloter ketiga dari Polandia ke Indonesia," katanya.
Fata menuturkan, saat terjadinya serangan pertama mereka merasa gugup karena suara ledakan rudal tidak jauh dari tempat ia tinggal, sekitar 250 meter.
"Kami senang karena Pemerintah Indonesia cepat ambil tugasnya membantu proses evakuasi," ujarnya.
Ke depan, Fata belum memastikan bakal kembali ke Ukraina, apalagi murid yang ia ajarkan hampir semuanya sudah menyelamatkan diri keluar negeri.
"Untuk sementara saya di Indonesia dulu, apalagi proses pemulihan nantinya juga lama, dan murid saya juga sudah keluar dari Ukraina," demikian M Fata.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022