Petani kelapa sawit di wilayah pesisir Aceh Tamiang terpaksa menunda waktu panen tandan buah segar (TBS) sawit yang biasanya dilakukan satu-dua pekan sekali, karena lahan kebun mereka masih terendam banjir.
“Mau pulang habis panen sawit. Sebenarnya minggu kemarin jadwalnya panen (dua mimggu sekali), selama banjir panen-nya diundur. Hari ini sudah tiga minggu,” kata Amir Hamzah (38), dijumpai usai panen sawit di Kampung Balai, Aceh Tamiang, Minggu.
Warga Kampung Balai, kata Amir Hamzah hampir rata-rata panen sawit setiap hari minggu. Karena terlambat panen, brondolan janjang sawit di pohon pada rontok, sehingga dapat mempengaruhi bobot TBS.
Baca juga: Petani Aceh Tamiang rugi puluhan juta setelah tanaman palawija mati terendam banjir
Banjir juga membuat warga yang bergantung di sektor ini mengeluh. Pasalnya selain ekonomi terganggu, pengeluaran petani bertambah.
“Biasanya hanya kena upah panen saja Rp250-300 per kilogram. Selama banjir kami tambah beban biaya untuk ongkos langsir lagi,” keluhnya yang mengaku memiliki lahan kebun sawit hanya seluas 1 hektare.
Amir Hamzah bersama petani sawit lain Junaidi menjelaskan saat banjir mereka mengeluarkan produksi sawit menggunakan jasa becak motor dan jetor/traktor yang biasanya untuk membajak sawah. Hal itu dilakukan karena truk pengangkut TBS milik agen penampung tidak bisa masuk ke ladang/areal kebun.
Baca juga: 360 hektare persawahan di Aceh Utara terendam banjir
“Akses jalan produksi menuju kebun semuanya tergenang banjir. Sepeda motor saja harus disumpal knalpotnya dan dituntun dalam kondisi mati mesin baru bisa melintas,” sebut Junaidi.
Sementara itu harga TBS sawit ditingkat petani masih normal berkisar Rp1.400-1.500/kg. Harga ini sudah bertahan empat bulan terakhir atau sejak Oktober 2022. Petani berharap harga sawit terus stabil di tahun 2023 ini agar mereka dapat menanggulangi biaya operasional dan perawatan kebun.
“Tidak bisa kami bayangkan kalau saat banjir ini harga sawit turun di bawah Rp1.000/kg, mungkin pembagian hasil panen lebih banyak pekerja daripada pemilik (80 persen pengeluaran 20 persen diterima petani),” tambahnya.
Baca juga: Puluhan kubik sampah kayu hanyut terbawa banjir di bibir tanggul jebol sungai Aceh Tamiang
Kondisi serupa juga dialami Saptono (43), petani di Desa Paya Baru, Kecamatan Manyak Payed. Saat banjir beberapa hari lalu ia praktis tidak bisa petik hasil TBS melewati sekali rotasi. Pasalnya alur sungai di kebun sawit meluap setinggi 50-100 centimeter.
“Saya belum panen sawit sampai sekarang karena biasanya habis banjir ladang becek . Rencana besok dipanen tunggu kebun kering,” ucapnya.
Sementara kata Tono, ada petani lain hampir dua bulan tidak bisa pergi ke kebun di kawasan Gunung Mejid (di atas Desa Paya Baru) karena akses jalan rusak berat saat musim hujan. Ada 10 hektare luas kebun sawit petani tersebut tapi jarang dikutip hasilnya.
“Apalagi kemarin banjir mungkin sudah pada busuk buah-nya tidak pernah ditengok oleh pemiliknya,” ungkap Tono.
Berdasarkan data laporan BPBD Aceh Tamiang per 27 Januari 2023 pukul 17.00 WIB atau sepekan pasca banjir menyebutkan, titik lokasi pengungsian di delapan kecamatan terdampak banjir sudah nihil. Sedangkan desa terendam banjir tinggal tersisa dua di Kecamatan Bendahara yakni, Kampung Cinta Raja dan Kampung Teluk Kemiri.
Masih menurut data BPBD Aceh Tamiang, kerusakan lahan sawah dan kelapa sawit masing-masing mencapai ribuan hektare. Sejak pertama kali banjir, Minggu 22 Januari 2023 BPBD mencatat 243 hektare lahan sawit masyarakat terdampak banjir.
Angka itu terus bertambah selama banjir sepekan menjadi 1.046 hektare lahan sawit terdampak dan 394 hektare di antaranya dinyatakan rusak.
Kini banjir di Aceh Tamiang secara keseluruhan sudah surut, namun belum pada titik aman. Awan mendung masih menggantung di langit Aceh Tamiang. Dari catatatan aceh.antaranews.com pada Sabtu (28/1) secara mengejutkan Kampung Balai, Kecamatan Bendahara kembali disambangi banjir luapan sungai. Banjir menggenangi dua dusun, Matang Cengal dan Dusun 1 Marlempang. Padahal dua hari sebelumnya warga Desa Balai sudah pulang membersihkan rumah masing-masing setelah banjir surut.
Kabid Kedaruratan dan Logistik (Darlog) BPBD Aceh Tamiang Bambang Supriyanto membenarkan terjadi banjir lagi di wilayah permukiman Bendahara akibat permukaan air sungai naik. Namun begitu pihaknya sudah menyiagakan petugas di lokasi terdampak memantau perkembangan banjir.
“Banjir susulan itu faktor air sungai kanan naik karena di hulu Bandar Pusaka dilaporkan ada turun hujan semalam tapi tidak deras,” ujar Bambang.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
“Mau pulang habis panen sawit. Sebenarnya minggu kemarin jadwalnya panen (dua mimggu sekali), selama banjir panen-nya diundur. Hari ini sudah tiga minggu,” kata Amir Hamzah (38), dijumpai usai panen sawit di Kampung Balai, Aceh Tamiang, Minggu.
Warga Kampung Balai, kata Amir Hamzah hampir rata-rata panen sawit setiap hari minggu. Karena terlambat panen, brondolan janjang sawit di pohon pada rontok, sehingga dapat mempengaruhi bobot TBS.
Baca juga: Petani Aceh Tamiang rugi puluhan juta setelah tanaman palawija mati terendam banjir
Banjir juga membuat warga yang bergantung di sektor ini mengeluh. Pasalnya selain ekonomi terganggu, pengeluaran petani bertambah.
“Biasanya hanya kena upah panen saja Rp250-300 per kilogram. Selama banjir kami tambah beban biaya untuk ongkos langsir lagi,” keluhnya yang mengaku memiliki lahan kebun sawit hanya seluas 1 hektare.
Amir Hamzah bersama petani sawit lain Junaidi menjelaskan saat banjir mereka mengeluarkan produksi sawit menggunakan jasa becak motor dan jetor/traktor yang biasanya untuk membajak sawah. Hal itu dilakukan karena truk pengangkut TBS milik agen penampung tidak bisa masuk ke ladang/areal kebun.
Baca juga: 360 hektare persawahan di Aceh Utara terendam banjir
“Akses jalan produksi menuju kebun semuanya tergenang banjir. Sepeda motor saja harus disumpal knalpotnya dan dituntun dalam kondisi mati mesin baru bisa melintas,” sebut Junaidi.
Sementara itu harga TBS sawit ditingkat petani masih normal berkisar Rp1.400-1.500/kg. Harga ini sudah bertahan empat bulan terakhir atau sejak Oktober 2022. Petani berharap harga sawit terus stabil di tahun 2023 ini agar mereka dapat menanggulangi biaya operasional dan perawatan kebun.
“Tidak bisa kami bayangkan kalau saat banjir ini harga sawit turun di bawah Rp1.000/kg, mungkin pembagian hasil panen lebih banyak pekerja daripada pemilik (80 persen pengeluaran 20 persen diterima petani),” tambahnya.
Baca juga: Puluhan kubik sampah kayu hanyut terbawa banjir di bibir tanggul jebol sungai Aceh Tamiang
Kondisi serupa juga dialami Saptono (43), petani di Desa Paya Baru, Kecamatan Manyak Payed. Saat banjir beberapa hari lalu ia praktis tidak bisa petik hasil TBS melewati sekali rotasi. Pasalnya alur sungai di kebun sawit meluap setinggi 50-100 centimeter.
“Saya belum panen sawit sampai sekarang karena biasanya habis banjir ladang becek . Rencana besok dipanen tunggu kebun kering,” ucapnya.
Sementara kata Tono, ada petani lain hampir dua bulan tidak bisa pergi ke kebun di kawasan Gunung Mejid (di atas Desa Paya Baru) karena akses jalan rusak berat saat musim hujan. Ada 10 hektare luas kebun sawit petani tersebut tapi jarang dikutip hasilnya.
“Apalagi kemarin banjir mungkin sudah pada busuk buah-nya tidak pernah ditengok oleh pemiliknya,” ungkap Tono.
Berdasarkan data laporan BPBD Aceh Tamiang per 27 Januari 2023 pukul 17.00 WIB atau sepekan pasca banjir menyebutkan, titik lokasi pengungsian di delapan kecamatan terdampak banjir sudah nihil. Sedangkan desa terendam banjir tinggal tersisa dua di Kecamatan Bendahara yakni, Kampung Cinta Raja dan Kampung Teluk Kemiri.
Masih menurut data BPBD Aceh Tamiang, kerusakan lahan sawah dan kelapa sawit masing-masing mencapai ribuan hektare. Sejak pertama kali banjir, Minggu 22 Januari 2023 BPBD mencatat 243 hektare lahan sawit masyarakat terdampak banjir.
Angka itu terus bertambah selama banjir sepekan menjadi 1.046 hektare lahan sawit terdampak dan 394 hektare di antaranya dinyatakan rusak.
Kini banjir di Aceh Tamiang secara keseluruhan sudah surut, namun belum pada titik aman. Awan mendung masih menggantung di langit Aceh Tamiang. Dari catatatan aceh.antaranews.com pada Sabtu (28/1) secara mengejutkan Kampung Balai, Kecamatan Bendahara kembali disambangi banjir luapan sungai. Banjir menggenangi dua dusun, Matang Cengal dan Dusun 1 Marlempang. Padahal dua hari sebelumnya warga Desa Balai sudah pulang membersihkan rumah masing-masing setelah banjir surut.
Kabid Kedaruratan dan Logistik (Darlog) BPBD Aceh Tamiang Bambang Supriyanto membenarkan terjadi banjir lagi di wilayah permukiman Bendahara akibat permukaan air sungai naik. Namun begitu pihaknya sudah menyiagakan petugas di lokasi terdampak memantau perkembangan banjir.
“Banjir susulan itu faktor air sungai kanan naik karena di hulu Bandar Pusaka dilaporkan ada turun hujan semalam tapi tidak deras,” ujar Bambang.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023