Tapaktuan (ANTARA Aceh) - Juliandi (26) salah seorang narapidana penghuni Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II-B Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, melarikan diri saat sedang dirawat di rumah sakit umum daerah, beberapa hari lalu.
Kepala Rutan kelas IIB Tapaktuan, Irman Jaya yang dikonfirmasi di Tapaktuan, Rabu membenarkan bahwa Napi tersebut kabur pada tanggal 19 November 2016 sekitar pukul 04.30 WIB setelah berhasil mematahkan besi ranjang tempat borgol ditangannya disangkutkan.
Menurutnya, Napi itu dibawa ke rumah sakit RSUD Tapaktuan sehari sebelumnya yakni Jumat (18/11) guna mendapatkan perawatan medis karena menderita sakit.
"Sebenarnya ada dua orang Napi yang dirawat di RSUD, satu orang dirawat di ruang Rindu 1 yaitu atas nama Juliandi dan satu orang lagi dirawat di ruang bedah sehabis menjalani operasi usus buntu. Karena terbatas jumlah petugas jaga, kedua Napi tersebut terpaksa hanya dijaga oleh satu orang petugas Rutan, sehingga petugas tersebut terpaksa berjaga secara mondar-mandir dari ruang bedah ke ruang rindu 1," kata Irman Jaya.
Mungkin karena sudah kelelahan, sambung Irman Jaya, pada subuh itu petugas dan perawat jaga ketiduran sehingga sama sekali tidak mengetahui saat Napi atas nama Juliandi tersebut kabur. Keberadaan Juliandi tidak ada lagi di ranjang tempat dia dirawat, baru diketahui sekitar pulul 05.00 WIB setelah petugas Rutan terbangun ketika mendengar suara azan.
"Saat petugas terbangun, dia melihat Juliandi sudah tidak berada lagi di ranjang tempat dia dirawat. Besi ranjang tempat borgol ditangannya disangkut berhasil dipatahkan. Memang terlihat besi ranjang itu sudah berkarat sehingga mudah dipatahkan. Dia melarikan diri dengan kondisi borgol masih terpasang ditangannya," kata Irman Jaya.
Setelah menerima informasi Napi tersebut kabur, saat itu juga pihaknya langsung melakukan pengejaran. Pihaknya, kata Irman Jaya, mendapatkan jejak Napi tersebut kabur ke arah gunung di belakang RSUD dari tetesan darah yang berceceran di atas lantai rumah sakit. Tetesan darah tersebut berasal dari bekas jarum inpus yang dicabut paksa ditangannya.
Upaya pengejaran dengan cara menyisir wilayah pegunungan Desa Gunung Kerambil, Kecamatan Tapaktuan persis di belakang RSUD, kata Irman Jaya tidak berhasil menemukan Napi dimaksud.
Bahkan pihaknya juga telah berupaya masuk ke dalam sebuah goa di gunung tersebut yang disebut-sebut sering dijadikan tempat orang bersembunyi, namun bukannya menemukan keberadaan Napi dimaksud tapi justru mencium bau harimau sehingga memaksa mereka mengurungkan niat untuk masuk lebih dalam lagi.
Tidak hanya itu, sambungnya, upaya pengejaran juga telah dilakukan sampai ke rumahnya di Kabupaten Aceh Jaya, tapi Napi tersebut juga tidak ada di tempat.
"Pengejaran ke rumahnya tersebut kami lakukan setelah beberapa hari lalu, ada warga yang melaporkan kepada kami bahwa ada melihat orang berjalan kaki di jalan lintasan nasional wilayah Kecamatan Labuhanhaji arah Blang Pidie. Orang tersebut membalut sebelah tangannya dengan kain yang diduga untuk menutupi borgol ditangannya yang belum berhasil dibuka," kata Irman Jaya.
Keterangan yang dihimpun, Juliandi seorang pemuda asal Kabupaten Aceh Jaya yang bekerja ditambang emas tradisional Kecamatan Sawang, ditangkap polisi karena diduga telah memperkosa salah seorang gadis asal Desa Mutiara, Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Selatan pada Februari 2016.
Setelah menjalani proses hukum, akhirnya dia di vonis hukum cambuk sebanyak 120 kali oleh Pengadilan Syar`iyah Tapaktuan sesuai Qanun Jinayat.
Namun, belakangan Juliandi mengajukan banding atas vonis pengadilan hingga akhirnya pengadilan Syar`iyah Provinsi Aceh memperberat hukuman terhadap yang bersangkutan dari hukuman cambuk menjadi hukuman kurungan badan selama 120 bulan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016