Tapaktuan (Antaranews Aceh) - Fasilitas irigasi di Kecamatan Pasie Raja, Kabupaten Aceh Selatan, yang selesai dibangun 2016, belum bermanfaat secara maksimal, sehingga ratusan petani kesulitan untuk menmgolah lahan sawahnya.

Arifuddin, salah seorang petani di Gampong (desa) Pucok Krueng, Kecamatan Pasie Raja, kepada wartawan Kamis menyatakan, ratusan petani di empat gampong, yakni Ladang Tengoh, Panton Bili, Ladang Tuha dan Pucok Krueng, mengalami kendala menggarap lahan sawahnya sejak beberapa tahun terakhir karena tidak ada suplai air yang maksimal.

Dikatakan, sejak selesai dibangun akhir tahun 2016, fasilitas irigasi Pucok Krueng tersebut sama sekali tidak bisa mengaliri air ke lahan persawahan masyarakat.

Hal itu diduga disebabkan dari sejak proses perencanaan yang tidak matang hingga saat proses pekerjaan proyek oleh CV Zahra Utama tidak berkualitas.

"Pekerjaan fasilitas irigasi tersebut jelas-jelas amburadul, sehingga kami menilai sampai kapanpun air sungai Pucok Krueng tidak akan bisa disuplai ke lahan persawahan masyarakat. Hal ini terjadi akibat pekerjaan proyek oleh pihak rekanan yang tidak berkualitas atau bisa jadi akibat perencanaan awal yang tidak matang," kata Arifuddin.

Soalnya, lanjut Arifuddin, pekerjaan fisik proyek irigasi tersebut keberadaannya jauh lebih tinggi dibandingkan muara sungai. Meskipun dibuat bendungan menggunakan batu gajah melintangi sungai tetap saja air tidak mampu mengalir ke saluran irigasi yang tingginya mencapai 1 meter dari muara sungai.

Parahnya lagi, pondasi pintu irigasi yang dibangun dalam sungai justru tidak begitu dalam sehingga air sungai yang dibendung menggunakan batu gajah, tidak kunjung mampu mengalir ke dalam saluran irigasi karena air sungai keburu habis terserap ke dalam tanah.

"Bagaimana air sungai bisa mengalir ke dalam saluran irigasi sementara air sungai keburu habis terserap ke dalam tanah. Seharusnya jika ingin air bisa mengalir lancar ke dalam saluran irigasi yang tingginya sekitar 1 meter diatas muara sungai, selain pondasi pintu irigasi harus digali lebih dalam lagi juga lapisan tanah muara sungai disekitar pintu irigasi tersebut dicor semen sehingga debit air yang tersedia tidak langsung habis terserap ke dalam tanah," ungkapnya.

Baca juga: Petani di Aceh Selatan terkendala irigasi

Arifuddin mengatakan, sejak selesai dibangun akhir tahun 2016, fasilitas saluran irigasi tersebut benar-benar kering sama sekali tidak pernah dialiri air dari sungai Pucok Krueng tersebut.

Proyek yang menghabiskan anggaran mencapai Rp900 juta lebih tersebut tidak lebih hanya sebagai pajangan saja untuk dilihat-lihat.

Tidak hanya itu, puluhan kubik bongkahan batu gajah yang digunakan untuk membendung air sungai juga ditengarai bermasalah.

Soalnya, batu gajah yang diambil dari kebun masyarakat tidak jauh dari lokasi proyek disebut-sebut selain tidak mengantongi izin galian C juga sampai saat ini belum habis dibayar kepada pemiliknya.

Irigasi belum berfungsi

Termasuk penggunaan jalan berkonstruksi rabat beton milik gampong setempat yang telah rusak akibat lalu lalang dilintasi truk pengangkut material, sampai saat ini juga belum diperbaiki kembali meskipun sebelumnya telah ada perjanjian dengan aparat gampong setempat akan diperbaiki kembali oleh pihak rekanan.

"Proyek ini benar-benar tidak bermanfaat bagi para petani yang membutuhkan suplai air ke lahan persawahannya. Bahkan keberadaan proyek ini justru membawa bala petaka bagi masyarakat dan gampong itu sendiri. Kami menilai keberadaan proyek ini sama halnya sengaja menghambur-hamburkan anggaran daerah secara tidak berguna," sesalnya.

Menurut dia, akibat tidak berfungsinya fasilitas irigasi tersebut ratusan masyarakat di empat gampong dalam Kecamatan Pasie Raja mengalami kendala dalam menggarap lahan persawahannya. Luas lahan persawahan tersebut keseluruhannya mencapai ratusan hektare.

Untuk keperluan suplai air selama ini, kata Arifuddin, masyarakat petani di empat gampong tersebut terpaksa memasang mesin pompa menarik air dari saluran drainase yang ada.

Disamping itu, sebagian gampong lainnya ada juga yang berinisiatif memasang pipa menggunakan sumber anggaran dana desa mengaliri air dari sungai ke lahan persawahan.

Sedangkan terhadap lahan sawah yang tidak terjangkau mesin pompa air atau saluran pipa yang dipasang dari sungai, terpaksa harus menggarap lahan sawahnya dengan sistem tadah hujan, katanya.

Baca juga: Aceh Selatan Perbaiki Irigasi Tersier Seluas 9.000 Hektare

"Segala cara ditempuh oleh para petani supaya bisa menggarap lahan persawahannya. Meskipun demikian, upaya-upaya yang dilakukan tersebut tetap tidak maksimal mencukupi kebutuhan suplai air ke lahan persawahan mereka, sehingga persoalan itu berdampak terhadap pola tanam padi yang hanya satu kali atau paling maksimal dua kali dalam setahun dengan hasil produksi yang tidak seperti diharapkan," paparnya.

Sementara itu, Direktur CV Zahra Utama, Elly saat dimintai konfirmasi oleh wartawan di Kantor Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Aceh Selatan di Tapaktuan, membenarkan dirinya bersama satu orang rekannya yang mengerjakan proyek tersebut.

Namun sebagai pelaksana di lapangan, mereka memakai jasa salah seorang warga Pasie Raja yang merupakan adik ipar Ali Syam bernama Khaidir.

"Setahu kami pekerjaan proyek tersebut telah sesuai spesifikasi teknis yang tertuang dalam kontrak, jika tidak sesuai tidak mungkin dilakukan - PHO - oleh pihak dinas terkait. Selain itu dalam proses pekerjaan juga diawasi oleh pihak konsultan pengawas dan PPTK proyek dari Dinas Pekerjaan Umum bernama Surya Rahmadi. Kami telah mengikuti petunjuk dan arahan dari pihak terkait dalam mengerjakan proyek tersebut," kata Elly.

Meskipun demikian, dia menyarankan wartawan mengkonfirmasi langsung dengan Khaidir selaku pelaksana pekerjaan proyek di lapangan sebab dia yang mengerti teknis proses pekerjaan serta dengan PPTK proyek tersebut yang mengawasi langsung proses pekerjaan tersebut.

PPTK proyek yang juga Kepala Bidang Pengairan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh Selatan, Surya Rahmadi mengatakan pihak yang menangani proyek tersebut merupakan pejabat sebelum dia menjabat sehingga dia mengaku tidak tahu secara persis duduk persoalannya.

Meskipun demikian, dia menilai bahwa setiap proyek yang telah di PHO-kan tentu telah melewati beberapa tahapan pengecekan di lokasi, sebab hanya terhadap pekerjaan proyek yang telah sesuai ketentuan sebagaimana tertuang dalam kontraklah yang bisa di PHO-kan.

"Setahu kami proses pekerjaan proyek tersebut sebelumnya telah sesuai ketentuan yang tertuang dalam kontrak. Hanya saja, persoalan air tidak bisa mengalir secara lancar ke lahan persawahan masyarakat karena debit air disungai tersebut memang kurang," kata Surya Rahmadi.

Ia menyatakan terkait persoalan itu segera akan dilaporkan kepada pimpinannya untuk mengambil langkah penanganan lebih lanjut.


Pewarta: Hendrik

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018