Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Muslim adalah orang yang tunduk dan patuh pada ajaran Islam secara total. Tidak boleh seorang muslim memilah-milah ajaran Islam dan hanya melaksanakan apa-apa yang dianggap menguntungkan atau selaras dengan pikiran dan perasaannya semata.

Tidak sepatutnya seorang yang mengaku muslim mengabaikan syarit Islam dalam kehidupannya, apalagi menolaknya. Bahkan, hukum menolak dan tidak mau menjalankan syariat ini bisa mengarah kepada murtad atau keluar dari Islam.

Salah satu syariat adalah memerintahkan umat Islam menutup aurat, yang hukumnya wajib berdasarkan Alquran, As-Sunnah dan Ijma’ ulama. Menutup aurat itu bisa dengan cadar atau jilbab. Sedangkan menampakkan aurat itu pelanggaran syariat. Hukumnya haram dan berdosa besar.

Demikian antara lain disampaikan Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, Ustaz Dr Muhammad Yusran Hadi Lc MA saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak Jeulingke, Rabu (4/4) malam.

"Menolak, menghina, melecehkan dan menentang syariat Islam itu bisa menyebabkan murtad‎. Mengatakan syariat adalah budaya dan hukum yang dibuat manusia lebih bagus dari hukum Allah, itu bisa murtad atau keluar dari Islam‎. Tidak ada khilafiyah ulama di sini," ujar Ustaz Yusran Hadi.

Menurut Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry ini, dalil kewajiban menutup aurat yang merupakan syariat Islam dari Alquran yaitu Surat An-Nur ayat 30 - 31 dan Surat Al-Ahzab ayat 59. Allah SWT berfirman: "Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat…(An-Nur: 31). 

Allah SWT juga berfirman, "Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyanyang." (Al-Ahzab: 59).


Menurut jumhur ulama, batasan aurat laki-laki bersama laki-laki dari pusat sampai lutut. Begitu pula batasan aurat laki-laki bagi wanita. Adapun batasan aurat wanita dengan sesama wanita itu sama seperti aurat laki-laki bersama laki-laki yaitu dari pusat ke lutut. Adapun batasan aurat wanita bagi laki-laki, maka para ulama berbeda pendapat.

"Para ulama berbeda pendapat dalam masalah batasan aurat wanita yang tidak boleh tampak di hadapan orang laki-laki yang bukan suami atau mahramnya. Sebahagian ulama mengatakan bahwa seluruh tubuh wanita itu aurat kecuali muka dan telapak tangan. Menurut mereka muka dan telapak tangan bukan aurat. Ini pendapat ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah. Sedangkan sebahagian ulama lain berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita itu aurat. Menurut mereka, muka dan telapak tangan termasuk aurat. Ini pendapat ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah," terngnya.

Berdasarkan Alquran dan Hadits, maka para ulama sepakat (ijma'), pakaian paling utama dan paling sempurna dalam menutup aurat itu cadar. Tidak ada seorangpun dari  para ulama yang melarang cadar. Ini tidak ada khilafiah di antara para ulama. Sebagaimana merekapun sepakat bahwa cadar dan jilbab itu merupakan simbol, pemikiran dan ajaran Islam. 

"Sebagian ulama berpendapat, aurat wanita itu seluruh tubuhnya. Maka hukum bercadar itu wajib. Ini pendapat ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah. Sebagian ulama lain berpendapat aurat wanita itu seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Menurut mereka muka dan telapak tangan itu bukan aurat. Maka bercadar itu hukumnya tidak wajib, namun sunnat atau lebih utama, karena lebih sempurna dalam menutup aurat. Ini pendapat ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah," ungkap Doktor bidang Fiqh dan Ushul Fiqh, International Islamic University Malaysia (IIUM) ini.

 

Cadar dan jilbab merupakan simbol, pemikiran dan syariat Islam, bukan budaya seperti yang dituduh oleh orang-orang kafir dan pengikut mereka dari orang-orang liberal (munafik). Karenanya, bercadar dan berjilbab tidak boleh dilarang. Apapun alasannya, pelarangan cadar dan jilbab tidak bisa diterima secara agama, logika, HAM dan hukum. 

Ustaz Yusran Hadi juga menyayangkan dan mengecam aksi pelarangan cadar di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Pelarangan ini menunjukkan sikap islamophobia dan pemahaman yang dangkal terhadap syariat Islam. Sepatutnyan para akademisi universitas Islam itu harus bersikap objektif, ilmiah dan proporsional dalam menilai persoalan cadar. Meskipun persoalan cadar itu persoalan khilafiah, namun mereka harus menghargai pendapat ulama yang mewajibkannya. 

 

"Mereka seharusnya berlaku jujur dan mengakui bahwa cadar dan jilbab merupakan simbol Islam atau identititas muslimah, pemahaman para ulama dan syariat Islam. Melarang cadar sama saja menafikan simbol, pemikiran dan syariat Islam. Selain itu, sama saja telah menentang, melecehkan dan 'mengeksekusi' ajaran Islam. Perbuatan ini jelas maksiat dan dosa besar. Karenanya, cadar tidak boleh dilarang di kampus dengan alasan radikal atau alasan apapun. Sebenarnya yang radikal itu adalah orang menentang dan melarang syariat Islam," terang‎ Pengurus Dewan Dakwah Aceh ini. ‎‎

 

Pewarta: Humas KWPSI

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018