Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Komisi Kebenaran Rekonsiliasi (KKR) Aceh membutuhkan dana Rp20 miliar untuk mendata pelanggaran hak asasi manusia (HAM) semasa konflik Aceh sejak 1976.

"Kami butuh anggaran sekitar Rp20 miliar untuk mendata pelanggaran HAM semasa konflik Aceh," kata Komisioner KKR Aceh Evi Narti Zain di Banda Aceh, Selasa.

Pernyataan tersebut dikemukakan Evi Narti dalam diskusi membahas pencarian kebenaran, KKR Aceh, dan agenda penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Evi Narti menyebutkan, anggaran sebesar Rp20 miliar tersebut hanya cukup untuk mendata 10 ribu pelanggaran HAM atau sekitar 10 hingga 20 persen dari total pelanggaran HAM.?

"Namun, anggaran yang disetujui hanya Rp4,2 miliar dari kebutuhan yang diusulkan. Anggaran yang disetujui tersebut termasuk operasional kantor dan gaji. Kondisi ini menjadi kendala bagi kami," kata Evi Narti mengungkapkan.

Evi Narti menyebutkan, dana KKR bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja (APBA) yang dititipkan di Dinas Sosial Aceh. Seharusnya, KKR mempunyai pos anggaran tersendiri, tidak dititipkan di satuan kerja lainnya.

Sementara itu, mantan juru bicara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Wilayah Pidie, Suadi Sulaiman mengatakan, KKR seharusnya jangan berpangku tangan kepada Pemerintah Aceh dan DPR Aceh.

"Kami menyarankan KKR agar tidak hanya berpangku kepada DPR Aceh dan Pemerintah Aceh. Tapi bagaimana KKR meminta dukungan bupati/wali kota di Aceh, termasuk bantuan anggaran," kata dia.

Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh tersebut, bupati/wali kota merupakan orang paling dekat dengan korban pelanggaran HAM konflik Aceh.

Oleh karena itu, lanjut dia, KKR Aceh harus mampu menembus dan mendapat dukungan bupati/wali kota, sehingga komisi yang dibentuk berdasarkan qanun atau peraturan daerah bisa berjalan optimal.

Ia mengatakan, harus ada langkah konkret yang dilakukan KKR dalam menuntaskan persoalan pelanggaran HAM masa lalu. Jika tidak, makam persoalan ini tidak akan kunjung selesai.

"Karena itu, KKR harus mampu melobi bupati/wali kota, tidak berpangku tangan kepada DPR Aceh dan Pemerintah Aceh," kata Suadi Sulaiman yang akrab disapa Adi Laweung.

Pewarta: M Haris SA

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018