Lembaga swadaya masyarakat Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh menemukan persoalan dalam penerbitan izin usaha pertambangan atau IUP PT Linge Mineral Resource (LMR), perusahaan penambangan emas, di Kabupaten Aceh Tengah, tidak memiliki rekomendasi Gubernur Aceh

"Penerbitan IUP eksplorasi PT LMR oleh Bupati Aceh Tengah diduga tidak memiliki rekomendasi dari Gubernur Aceh," kata Kepala Divisi Advokasi GeRAK Aceh Hayatuddin Tanjung di Banda Aceh, Rabu.

Pernyataan tersebut dikemukakan Hayatuddin Tanjung usai mengkaji proses IUP PT LMR. Kajian dilakukan bersama unsur akademisi, praktisi, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh serta lembaga swadaya masyarakat.

Seperti diketahui, PT LMR telah mengumumkan secara resmi melalui media cetak di Aceh tentang rencana usaha atau kegiatan penambangan dan pengolahan biji emas DMP di Proyek Abong, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah.

Menurut Hayatuddin, dari hasil kajian dalam diskusi tersebut ditemukan beberapa hal yang menjadi persoalan dalam proses perizinannya. Seperti izin dikeluarkan diduga tidak memiliki rekomendasi dari Gubernur Aceh.

Padahal, kata dia, rekomendasi dari Gubernur Aceh tersebut diatur dalam Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2001 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh.

Selain itu, sebut Hayatuddin, masa berlaku IUP perusahaan melebihi delapan tahun. Dan ini terindikasi melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara.

Kemudian, lanjut Hayatuddin, di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT LMR juga terdapat penambangan emas tanpa izin (PETI) yang sudah berlangsung sejak lama.

"Tak hanya itu, wilayah Linge, lokasi penambangan, diketahui sebagai kawasan situs budaya bekas kerajaan. Dan kami juga menduga adanya praktik penggunaan IUP untuk kepentingan jual beli saham ," ketus Hayatuddin Tanjung.

Hayatuddin mengatakan, hasil kajian tersebut menjadi catatan penting pemerintah untuk mengevaluasi IUP serta mengantisipasi maraknya peralihan IUP dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) menjadi penanaman modal asing (PMA).

"Atas dasar itu, Pemerintah Aceh perlu menjadikan kasus PT Emas Mineral Murni (EMM) dan PT LMR ini sebagai pintu masuk melakukan pengkajian terhadap kewenangan Aceh dalam sektor SDA sesuai UUPA," ujarnya.

Aktivis antikorupsi itu juga menyarankan Pemerintah Aceh segera melakukan upaya negosiasi dengan pemerintah pusat guna mempertimbangkan proses pengeluaran izin operasi produksi kepada PT LMR.

Oleh karena itu, Hayatuddin mendesak Pemerintah Aceh segera membentuk tim pengkajian proses perizinan usaha penambangan, sehingga kasus-kasus serupa tidak terulang.

"Segera membentuk tim, jangan terlambat seperti dulu, jangan sampai muncul lagi aksi dari publik. Seperti kasus PT EMM dan PT LMR memicu aksi publik," ungkap Hayatuddin.

 

Pewarta: M.Haris Setiady Agus

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019