Banda Aceh (ANTARA) - Perayaan tahun baru Imlek 2573 atau 2022 Masehi masyarakat Tionghoa yang beragama Buddha di Kota Banda Aceh, Aceh berlangsung tertib, aman, serta penuh toleransi, dengan tetap mengikuti protokol kesehatan pencegahan COVID-19.
"Kita membatasi, tapi tidak melarang. Siapa saja bisa datang sembahyang, siap sembahyang pulang, tidak berjamaah. Jadi kita bisa kurangi keramaian, kita tetap menjaga protokol kesehatan," kata Ketua Yayasan Vihara Dharma Bakti Yuswar di Banda Aceh, Selasa dini hari.
Setiap momentum pergantian tahun baru Imlek tepatnya pukul 00.00 WIB, umat Buddha selalu melakukan sembahyang sebagai bentuk rasa syukur terhadap rezeki yang telah diperoleh selama setahun lalu.
Baca juga: ini ajakn Kemenag Aceh saat Imlek
Personel polisi dari Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banda Aceh juga turut mengamankan, berjaga-jaga di sekitaran vihara saat umat sembahyang secara bergantian.
"Ada yang sembahyang malam ini, ada juga yang besok pagi, jadi tidak terfokus semua malam ini sehingga tidak ramai sekali," kata Yuswar.
Perayaan Imlek tahun 2573 jatuh pada Shio macan air, yang memiliki karakteristik berani, rasa percaya diri yang kuat, tidak dapat diprediksi dan juga emosi yang sulit dikendalikan.
"Perayaan Imlek ini sebagai rasa syukur kita kepada tuhan, terimakasih kepada tuhan, bahwasanya setahun yang lalu itu sudah diberkati rezeki, rahmat, kesehatan dan sebagainya, jadi kita bersyukur untuk itu. Kita mengharapkan berkah yang lebih baik daripada tahun yang lalu," katanya.
Untuk toleransi, menurut Yuswar, masyarakat provinsi berjulukan Tanah Rencong itu sangat menghargai perbedaan keyakinan beragama. Vihara Dharma Bhakti di Jalan Panglima Polem, Peunayong, Banda Aceh tersebut sudah berdiri sejak tahun 1936.
Terdapat sekitar 3.500 hingga 4.000 umat Buddha di ibukota Provinsi Aceh, sekaligus empat rumah ibadah, di antaranya Vihara Dharma Bhakti, Vihara Maitri, Vihara Dwi Samudera dan Vihara Sakyamuni.
"Sebenarnya di Aceh ini, toleransinya sudah sangat baik, tidak pernah timbul masalah yang menjurus ke SARA, atau pun hal agama. Kalau di Aceh itu terus terang saja dari dulu sudah sangat baik, keharmonisan antar umat beragama itu sangat bagus," katanya.
Selama ini, kata Yuswar, banyak masyarakat luar Aceh yang beranggapan negatif terhadap masyarakat Aceh dalam memperlakukan umat minoritas.
Padahal, lanjut dia, masyarakat Aceh sangat menghargai umat agama lain, selain muslim yang mayoritas. Saat Imlek, banyak warga yang melihat langsung umat Buddha sembahyang, namun tidak ada perkataan atau perbuatan yang melecehkan.
"Selama ini memang dari luar Aceh banyak menilai Aceh negatif toleransi, padahal kami dari kecil, saya sudah berusia 71 tahun, selama saya hidup saya belum ada merasakan konfilik menjurus kepada agama, unsur SARA, enggak ada, kami hidup berdampingan," kata Yuswar.