Banda Aceh (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR Aceh Asrizal Asnawi meminta atensi Pemerintah Pusat terkait kekritisan minyak goreng di Aceh dengan cara menutup sementara akses pengiriman minyak CPO (Crude Palm Oil) keluar dari Tanah Rencong.
"Kita minta Pemerintah Aceh, Polda Aceh untuk menutup sementara akses pengiriman minyak CPO keluar dari Aceh atau menutup perbatasan sampai harga minyak goreng turun lagi," kata Asrizal Asnawi, di Banda Aceh, Senin.
Asrizal mengatakan, sebagai daerah penghasil minyak sawit atau CPO yang cukup tinggi dinilai sangat aneh jika harga minyak makan tersebut mencapai harga Rp40 ribu per liter.
Baca juga: Harga minyak goreng langka, ini kata pelaku UMKM di Aceh Besar
Bahkan, kata Asrizal, kondisi ini terjadi diduga karena ada mafia atau kartel pada level pengolahan CPO menjadi produk selanjutnya, sehingga tidak banyak yang diolah menjadi minyak makan.
"Penutupan akses sementara ini perlu kita lakukan agar mendapat atensi dari Pemerintah Pusat bahwasanya masalah minyak makan di Aceh sudah kritis," ujarnya.
Asrizal menyampaikan, semua orang mengetahui bahwa minyak makan merupakan produk turunan yang tidak begitu menjanjikan dari CPO, tetapi lebih menguntungkan untuk diolah menjadi alat kosmetik atau jenis chemical lainnya.
Baca juga: DPRK minta pemerintah carikan solusi atasi kelangkaan minyak goreng di Banda Aceh
"Hari ini kita berharap pengusaha itu tidak terlalu mengejar keuntungan, tetapi pikirkan juga bahwa minyak goreng itu menjadi kebutuhan primer masyarakat," kata politikus PAN itu.
Selain itu, Asrizal juga meminta Polda Aceh untuk melihat ada terjadi penumpukan minyak goreng. Apalagi Presiden melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah menetapkan satu harga minyak goreng Rp14 ribu per liter.
Baca juga: Minyak goreng kemasan mulai langka di Lhokseumawe
Namun, lanjut Asrizal, sampai hari ini masyarakat masih kesulitan mengakses minyak goreng dengan harga Rp14 ribu per liter tersebut. Kondisi ini sangat disayangkan mengingat Aceh memiliki kebun sawit, perusahaan serta masyarakatnya juga banyak menanam sawit.
"Tetapi sangat kita sayangkan harga pemilihan sawitnya tidak sama atau berbanding terbalik dengan harga minyak makan yang diproduksikan," demikian Asrizal.