"Presiden RI Joko Widodo telah mengakui sederet peristiwa berdarah di Aceh sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat, di antaranya tragedi Simpang KKA. Kami minta pemerintah mengusut tuntas dan memberikan keadilan bagi korban dan keluarga korban," kata Murtala, korban tragedi Simpang KKA, di Aceh Utara, Sabtu.
Murtala yang juga sebagai Ketua Forum Komunikasi Korban dan Keluarga Korban Tragedi Simpang KKA mengatakan tragedi berdarah pada 3 Mei 1999 menewaskan puluhan warga sipil itu hingga kini masih melekat pada ingatan korban maupun keluarga korban yang ikut merasakan langsung peristiwa kelam tersebut.
Saat ini, kata Murtala, monumen setinggi sekitar 2,5 meter di jalan nasional Banda Aceh-Medan di kawasan Desa Paloh Lada, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara, menjadi pengingat tragedi Simpang KKA.
"Pada monumen ini tertera puluhan nama korban jiwa dalam peristiwa berdarah tersebut," kata Murtala didampingi dua korban lainnya, Safri Ilyas dan Muhadir Aminuddin.
Pada kesempatan itu, Muhadir Aminuddin memperlihatkan bekas luka tembakan dialaminya pada pinggang bagian belakang. Tembakan itu dikeluarkan aparat bersenjata pada saat itu.
Menurut mereka, tak hanya bekas luka tembak yang tersisa, namun trauma akibat peristiwa itu hingga saat masih melekat dalam ingatan ratusan korban dan keluarga.
"Peristiwa tersebut masih melekat dalam ingatan para korban maupun pihak keluarga korban yang ikut merasakan langsung tragedi berdarah Simpang KKA tersebut," kata Murtala seraya memperlihatkan sejumlah dokumen berupa foto dan surat kabar sebagai bukti peristiwa pelanggaran HAM berat itu.
Murtala menceritakan saat itu para warga sipil dibantai dengan brutal tanpa adanya perlawanan.
Bahkan menurut data yang dimilikinya, tercatat 21 warga sipil dari berbagai daerah meninggal dunia dan ratusan lainnya mengalami luka berat hingga trauma berkepanjangan.
Bahkan menurut data yang dimilikinya, tercatat 21 warga sipil dari berbagai daerah meninggal dunia dan ratusan lainnya mengalami luka berat hingga trauma berkepanjangan.
Murtala meminta agar pemerintah dapat menyelesaikan kasus pelanggaran HAM tersebut. Terlebih lagi, Presiden RI Joko Widodo telah mengakui sederet peristiwa berdarah di Aceh sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat, di antaranya tragedi Simpang KKA.
"Kasus Simpang KKA ini telah di BAP oleh Komnas HAM dan rekomendasinya telah disampaikan ke Kejaksaan Agung, namun hingga saat ini belum ada tindak lanjut," katanya.
Murtala juga menaruh harapan besar agar Presiden dapat menindaklanjuti dan mendirikan sebuah pengadilan HAM ad hoc untuk penyelesaian kasus Simpang KKA dan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat lainnya sebagai hadiah di akhir jabatan Presiden Joko widodo nantinya.
"Kami sangat bersyukur dan mengapresiasi negara yang telah mengakui Simpang KKA sebagai kasus pelanggaran HAM berat. Semoga keadilan terhadap korban dan keluarganya korban dapat terpenjara dengan seadil-adilnya," kata Murtala.