Harapan yang sama juga disampaikan Samsuar (55), petani di Lamsie, Cot Glie. Lahan pertaniannya juga terdampak kekeringan parah dan gagal panen pada tahun lalu. Ia meminta segera kehadiran pemerintah untuk membantu mengongkosi keperluan pertanian.
“Kami perlu bantuan untuk ongkos ke sawah dibantu, benih, ongkos tanam, dan juga pupuk,” kata petani yang kini juga melakoni menjaga ternak untuk mencari penghasilan selain dari kegiatan bertani.
Samsuar menyampaikan dirinya kini terlilit utang. Modal yang dikeluarkan untuk keperluan tanam padi masih yang didapatkan dengan berutang kepada agen belum dilunasi tahun lalu karena gagal panen. Untuk saat ini, sekadar membeli beras, minum kopi, dan membeli rokok ia juga mesti berutang.
“Kalau dilihat orang dari mana uang kami selama ini padahal tidak kerja. Itulah mengutang dulu. Kalau tidak utang, tidak ada uang untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga,” katanya.
Sementara itu, Kabid Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Dinas Pertanian Aceh Besar, Agus Rizal, menyampaikan kekeringan lahan persawahan yang melanda di Cot Glie telah mendapat perhatian dari pemerintah.
Ia menyatakan pihaknya bahkan pernah membawa serta Kementerian Pertanian untuk mengecek langsung sumber air tanah untuk pembuatan sumur bor di Cot Glie sebagai antisipasi kekeringan.
Namun, menurut dia, pembuatan sumur bor itu bukan solusi untuk mengatasi dampak dari El Nino sebab sumber mata air juga mengalami kekeringan. Ia pun mengusulkan agar pemerintah pusat melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) membangun talangan air dari Krueng Montala yang ada di Kota Jantho Aceh Besar.
“Pembuatan sumur bor solusi bukan yang baik itu, talangan air dari Krueng Montala lebih cocok sehingga bisa mengaliri air ke lahan pertanian masyarakat Cot Glie,” katanya.
Selain itu, ia juga telah memberi imbauan kepada para petani di Lamsie, Cot Glie, melalui para penyuluh atau pendamping untuk menggunakan benih toleran kekeringan, seperti varietas Inpago 5, Inpago 8, Inpago 9, Inpago 10, Inpari 10 Laeya, Rindang 1 Agritan, Rindang 2 Agritan.
Dan varietas lokal sejenisnya serta varietas tahan OPT endemis mengingat El Nino diprediksi masih akan berlangsung sampai Maret 2024.
“Kita telah mengaktifkan peran dan fungsi penyuluh untuk pendampingan menghadapi perubahan iklim ini. Kemudian, untuk sawah tadah hujan juga kita anjurkan memberikan benih yang cocok dan tahan kekeringan,” katanya.
Perlindungan Hutan Solusi Jitu Atasi Dampak Perubahan Iklim
Kepala Pusat Riset Perubahan Iklim, Suraiya Kamaruzzaman, menyampaikan perlindungan hutan berkelanjutan dari hulu diperlukan segera guna mengatasi perubahan iklim.
Apalagi, fenomena El Nino yang memicu terjadi kondisi kekeringan di Aceh Besar itu ikut membuat sumber air mengering saat musim kemarau. Peristiwa itu menunjukkan adanya degradasi lahan akibat deforestasi hutan sehingga menyebabkan penguapan air tanah oleh pohon berkurang.
“Kalau kita tidak kembali menanam pohon di hulu, persoalan-persoalan lain itu hanya untuk menjawab kebutuhan jangka pendek,” jelas Suraiya.
Data dari Yayasan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) mencatat dalam 30 tahun terakhir sejak 1990-2020, Provinsi Aceh telah kehilangan tutupan hutan mencapai 690 ribu hektare.
Sejak saat itu, luas tutupan hutan di Aceh terdata sekitar 2,96 hektare. Kehilangan tutupan hutan tersebut kemudian ikut serta berimplikasi mendorong terjadinya perubahan iklim.
Nestapa Petani Kala Anomali Iklim: Gagal Panen Suburkan Utang
Kamis, 29 Februari 2024 19:54 WIB