Banda Aceh (ANTARA) - Kepolisian RI Daerah (Polda) Aceh menyatakan keberadaan imigran etnis Rohingya yang kini masih di kapal empat mil laut dari dataran Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan, murni tindak pidana perdagangan orang (TPPO)
"Keberadaan imigran etnis Rohingya di perairan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan, murni tindak pidana perdagangan manusia," kata Kepala Bidang Humas Polda Aceh Kombes Pol Joko Krisdiyanto di Banda Aceh, Senin.
Perwira menengah Polda Aceh itu mengatakan tindak pidana perdagangan orang tersebut diperkuat dengan ditangkapnya tiga terduga pelaku penyelundupan manusia berinisial F (35), A (33), dan I (32). Selain itu, delapan orang lainnya juga masih dalam pengejaran petugas.
Joko Krisdiyanto mengatakan pengungkapan kasus tersebut bermula dari ditemukannya mayat perempuan di sekitar perairan Pelabuhan Labuhan Haji, pada Kamis (17/10).
Baca juga: SaKA nilai putusan hakim PN Meulaboh dalam kasus Rohingya kurang keadilan
Kemudian, sehari setelahnya ada laporan masyarakat bahwa satu unit kapal motor yang terombang-ambing sekitar empat mil laut dari pantai Labuhan Haji.
"Setelah diselidiki, ternyata ada 150 orang imigran etnis Rohingya di kapal tersebut, di mana tiga orang di antaranya meninggal dunia," kata Joko Krisdiyanto.
Setelah penyelidikan mendalam, kata dia, imigran etnis Rohingya tersebut diketahui berangkat antara 9 hingga 12 Oktober 2024 dari Cox's Bazar, tempat pengungsian di Bangladesh, ke Laut Andaman.
"Kemudian, mereka berlayar dari Laut Andaman menuju perairan Labuhan Haji setelah dilansir ke kapal nelayan KM Bintang Raseuki," kata Joko Krisdiyanto.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Aceh Kombes Pol Ade Harianto mengatakan KM Bintang Raseuki dibeli oleh terduga pelaku dengan harga Rp 580 juta sebulan lalu.
"Kapal motor kayu tersebut diketahui milik warga Labuhan Haji, Aceh Selatan, berinisial H. Para imigran Rohingya itu diduga tiba di perairan Aceh Selatan pada Rabu (161/10)," katanya.
Baca juga: Polres Aceh Selatan tangkap tiga pelaku penyelundupan imigran Rohingya
Di kapal tersebut, jumlah awal etnis Rohingya sebanyak 216 orang. Mereka diduga membayar sejumlah uang sebagai biaya untuk keberangkatan ke negara tertentu.
Setelah berada di perairan Labuhan Haji, sebanyak 50 orang di antaranya diduga berhasil menuju ke Pekanbaru, Riau, dengan biaya Rp20 juta, tetapi baru dibayar Rp10 juta untuk ongkos jalan.
"Dari informasi yang didapat, mereka dilansir dari Laut Andaman untuk dibawa ke daratan. Dan ini mempertegas bahwa ini murni tindak pidana perdagangan orang atau manusia," kata Ade Harianto.
Ia mengatakan tiga terduga pelaku yang ditangkap dikenakan Pasal 120 Ayat (1) Aan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian.
Kemudian, melanggar Pasal 286 Ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang angkutan pelayaran tanpa Izin yang mengakibatkan kematian orang lainnya.
Serta Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO dan Pasal 2 Ayat (1) huruf (j) jo Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.
"Penanganan perkara terhadap terduga pelaku dilakukan tim gabungan Polda Aceh dan Polres Aceh Selatan. Sedangkan penanganan etnis Rohingya akan dikoordinasikan dengan imigrasi, IOM, UNHCR, dan instansi terkait lainnya," kata Ade Harianto.
Baca juga: Lima Rohingya dievakuasi dari kapal di Aceh Selatan karena sakit
Polda Aceh: Imigran Rohingya di Aceh Selatan Murni pidana perdagangan orang
Senin, 21 Oktober 2024 19:29 WIB