Blangpidie (ANTARA) - Ketua Yayasan Supremasi Keadilan Aceh (SaKA) Miswar mengecam keputusan hakim PN Meulaboh Aceh Barat yang hanya menjatuhkan hukuman 14 bulan penjara dan denda Rp35 juta kepada pelaku penyelundupan imigran Rohingya.
Menurut Miswar putusan tersebut sangat tidak mencerminkan keadilan dan menimbulkan banyak pertanyaan mengenai integritas proses hukum yang berlangsung.
“Putusan hakim PN Meulaboh ini seperti tidak ada keadilan. Kasus besar penyelundupan imigran ilegal antar negara diperlakukan seolah-olah remeh. Ada apa di balik ini? Ada apa dengan putusan tersebut," katanya di Blangpidie, Senin.
Baca juga: Polres Aceh Selatan tangkap tiga pelaku penyelundupan imigran Rohingya
Miswar menyoroti adanya dugaan kuat bahwa kasus penyelundupan imigran ilegal di Labuhan Haji, Aceh Selatan, terkait erat dengan kasus imigran Rohingya di Meulaboh, Aceh Barat.
Indikasi ini muncul dari pola dan tempat domisili pelaku yang berada di kawasan yang sama dalam kedua kasus tersebut.
Menurutnya, ada pola yang mencurigakan yang menunjukkan bahwa jaringan penyelundupan ini lebih luas dan terorganisir daripada yang terlihat di permukaan.
Vonis Meulaboh
Pada 3 September 2024, kata Miswar, hakim PN Meulaboh memutuskan hukuman bagi empat pelaku yang terlibat dalam kasus penyeludupan imigran ilegal, yaitu EP, HM, MT, dan HS. Mereka merupakan warga Kabupaten Abdya dan Aceh Selatan.
HS dijatuhi hukuman oleh hakim 14 bulan penjara dan denda Rp35 juta, sementara rekannya EP, HM, dan MT masing-masing dijatuhi hukuman satu tahun penjara dan denda Rp15 juta.
Keputusan ini dianggap oleh Miswar sangat ringan mengingat beratnya pelanggaran yang dilakukan.
“Ini sangat mencurigakan. Seharusnya mereka dihukum lebih dari lima tahun karena terbukti menyelundupkan imigran ilegal ke Indonesia tanpa dokumen sah dan tidak melalui pemeriksaan imigrasi,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa hukuman yang dijatuhkan tidak sebanding dengan dampak sosial dan keamanan yang ditimbulkan oleh tindakan penyelundupan ini.
Menurut Miswar, pelaku seharusnya dijerat dengan Pasal 120 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Pasal 55 Ayat (1) KUHP, yang mengancam pidana minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.
Ia menegaskan bahwa penerapan hukum yang tegas dan adil sangat penting untuk memberikan efek jera dan mencegah terulang kembali kasus serupa di masa depan.
Kata dia, HS sebelumnya pernah dipenjara di Sumatera Utara, dengan kasus serupa. Fakta ini semakin memperkuat dugaan bahwa HS adalah bagian dari jaringan penyelundupan yang lebih besar dan terorganisir.
Baca juga: Tim SAR evakuasi enam imigran Rohingya karena sakit di Aceh Selatan
SaKA mendesak pihak berwenang untuk melakukan investigasi mendalam terhadap proses hukum yang berlangsung dan memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan di Indonesia.
Miswar juga mengajak seluruh lapisan masyarakat di Aceh untuk lebih kritis dan aktif dalam mengawasi proses hukum yang berlangsung di Tanah Air tercinta ini.
SaKA menduga kasus ini ada kaitan berat antara pelaku yang sudah ditangkap dan pelaku yang sudah di putuskan bersalah oleh PN Meulaboh,
Sebab itu, pihaknya mendesak aparat penegak hukum untuk memeriksa tiga terpidana yang diputuskan oleh PN Meulaboh. "Kami juga meminta partisipasi aktif masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil dan transparan," ujarnya.
Ia berharap bahwa dengan adanya tekanan dari masyarakat, pihak berwenang akan lebih serius dalam menangani kasus-kasus penyelundupan imigran ilegal dan memastikan bahwa pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.
Baca juga: Warga tolak kapal imigran etnis Rohingya mendarat di Aceh Selatan
SaKA nilai putusan hakim PN Meulaboh dalam kasus Rohingya kurang keadilan
Senin, 21 Oktober 2024 12:37 WIB