Dalam kesempatan saat melantik lima pejabat tinggi pratama di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu yang dilakukan secara terbuka dan virtual, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa DJPb Kemenkeu merupakan treasurer yang memiliki fungsi sebagai bendahara negara dalam melaksanakan pengelolaan kas, menjaga tata Kelola serta akuntabilitas, dan transparansi di dalam pengelolaan dan melaksanakan fungsi perbendaharaan negara.

Ditjen Perbendaharaan sendiri bukanlah organisasi yang sama sekali baru, sejak awal berdirinya pada tanggal 14 Januari 2004 dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 35, 36, dan 37 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK/2004 dan Nomor 303/KMK/2004, secara hukum meleburlah unit-unit pengelola fungsi perbendaharaan tersebut menjadi satu Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang terdiri dari satu sekretariat dan tujuh direktorat teknis pada kantor pusat serta 34 Kantor Wilayah Ditjen PBN dan sejumlah KPPN pada kantor instansi vertikal.

Terbentuknya Direktorat Jenderal Perbendaharaan tidak terlepas dari konsekuensi pelaksanaan reformasi penyempurnaan manajemen keuangan Negara di Indonesia. Ketika semangat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) digulirkan, Pemerintah Pusat menempuh langkah perubahan melalui reformasi hukum dan reformasi organisasi. Secara paralel, reformasi hukum yang ditandai dengan lahirnya paket undang-undang bidang keuangan negara diiringi dengan perubahan organisasional di tubuh Kementerian Keuangan guna menyelaraskan perangkat organisasi dengan penegasan fungsi Departemen Keuangan selaku institusi pengelola fiskal.

Perkembangan teknologi informasi sangat dibutuhkan saat ini dalam menyampaikan informasi kepada publik agar semua informasi terkait fiskal dapat lebih mudah dan transparan di akses oleh masyarakat. Sri Mulyani mengaku senang bahwa Ditjen Perbendaharaan saat ini menjadi salah satu unit yang terus melakukan inovasi dengan mengadaptasi teknologi, terutama teknologi digital di dalam reformasi fungsi perbendaharaan di Indonesia. Menurutnya ini merupakan suatu perjalanan yang cukup Panjang. Tidak lupa juga beliau menekankan agar Ditjen Perbendaharaan terus fokus untuk melaksanakan fungsi perbendaharaan secara maksimal dalam kondisi extraordinary.

Satu hal yang penting juga diingatkan kepada pejabat tinggi pratama yang baru dilantik yaitu para kepala kantor wilayah yang nantinya akan menjadi representasi dari Kementerian Keuangan agar memiliki kewibawaan dan prinsip tata Kelola yang bisa dijadikan contoh. Mereka diminta untuk bertindak sebagai Regional Chief Economist yang diharapkan dapat menjelaskan fungsi dan kebijakan fiskal dalam melihat bagaimana dampak APBN di masing-masing daerah dan juga memiliki sensitifitas serta kerangka berpikir bahwa uang negara harus menghasilkan manfaat maksimal bagi rakyat dan bagi perekonomian untuk menciptakan kesejahteraan dan penciptaan kesempatan.

Peran Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan akan semakin strategis karena “penajaman” fungsi nya sebagai Regional Chief Economist. Dalam hal ini Kantor Wilayah DJPb Provinsi Aceh diharapkan memiliki kemampuan dalam men deliver kebijakan Kementerian Keuangan, meng capture konstelasi keuangan daerah, sekaligus memberikan insight mengenai peran apa yang bisa ditingkatkan oleh wilayah di lingkup kerja Kanwil DJPb yang dapat berkontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Tugas dan fungsi Ditjen Perbendaharaan (DJPb) diantaranya meliputi, pengelolaan kas, pelaksanaan anggaran, pembinaan BLU, manajemen investasi, akuntansi dan pelaporan keuangan serta sistem perbendaharaan dan teknologi informasi perbendaharaan. Kalau melihat tusi itu kemudian diturunkan di kanwil, maka sebenarnya praktis DJPb itu wakil Kementerian Keuangan di daerah.

Menteri Keuangan ingin memastikan bahwa peran Kanwil DJPb untuk mengomunikasikan semua kebijakan pemerintah pusat bisa berjalan dan dapat menyerap aspirasi dari daerah, sehingga penyusunan kajian fiskal regional (KFR) yang dilakukan oleh Kanwil DJPb akan lengkap, tidak hanya deskriptif tetapi juga memiliki persepsi dan asumsi yang lengkap. Ditjen Perbendaharaan dalam hal ini Kanwil DJPb diharapkan agar mampu mengapitalisasi posisinya selaku wakil Kementerian Keuangan, dan aktif menjadi lead dalam konsolidasi Kemenkeu di daerah karena diyakini mempunyai kapabilitas tersebut. Harus terjalin engagement yang baik dengan para pemimpin daerah untuk secara proaktif dalam percepatan pembangunan.

Oleh karena itu Kanwil DJPb Provinsi Aceh dalam peran barunya sebagai Regional Chief Economist  akan lebih mengoptimalkan peran dan kontribusinya di daerah dengan dukungan tujuh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) sebagai instansi vertikal di bawahnya, peran dan kontribusi tersebut akan lebih signifikan mengingat beberapa belanja APBN dikelola oleh Kanwil DJPb, diantaranya :
1.    Realisasi belanja APBN dalam hal pencairan pembayaran gaji PNS pusat;
2.    Pembayaran proyek strategis pemerintah;
3.    Pencairan dana dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN);
4.    Pencairan dana desa yang di dalamnya terdapat bantuan langsung tunai (BLT) dan dibutuhkan oleh masyarakat desa;
5.    Pencairan dana alokasi khusus (DAK fisik dan nonfisik).

Di samping itu beberapa core function dari Kanwil DJPb juga memiliki dampak langsung pada pembangunan di Aceh, di antaranya :
1.    Monitoring bantuan pemerintah terhadap pelaku UMKM yang menikmati subsidi kredit usaha rakyat (KUR) dan kredit ultra mikro (Umi) yang sangat kecil margin bunganya;
2.    Pembinaan terhadap satuan kerja badan layanan umum (BLU) terkait pendidikan dan kesehatan serta badan kawasan khusus;
3.    Serta pembinaan terhadap laporan keuangan pemerintah daerah yang merupakan output pemerintah daerah agar tetap mempertahankan opini WTP (wajar tanpa pengecualian) dari BPK.

Semua data yang tersaji dari bidang-bidang teknis yang ada di Kanwil DJPb serta dukungan tujuh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di Aceh nantinya, akan ditampung dan dilakukan kajian atau analisis dan selanjutnya akan dilakukan publikasi dalam bentuk :
a.    Press Release di Forum Komunikasi Keuangan Pusat -Daerah.
b.    Treasury Academic Forum
c.    Treasury Talkshow
d.    Publikasi pada Media Massa
e.    Treasury Regional Forum
Semua proses expose tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah kualitas dan nilai kemanfaatan output dalam kaitan dengan fungsi Kanwil DJPb sebagai Regional Chief Economist. Pelaksanaan expose dapat melibatkan pihak eksternal seperti Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Universitas dan Akademisi, Pemerintah Daerah maupun pihak internal yaitu KPPN lingkup Kanwil DJPb.

Dapat disampaikan bahwa beberapa output Kanwil DJPb yang nantinya bisa dimanfaatkan sebagai bahan publikasi dalam rangka Regional Chief Economist seperti fungsi tersebut di atas yaitu antara lain :
 
 

Beberapa data spasial yang bisa dipublikasikan terkait Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Provinsi Aceh sampai dengan 25 Juni 2021 yaitu:
 
 
 


Peran Kanwil DJPb sebagai Regional Chief Economist ini tentunya sangat diharapkan akan memberikan dampak positif kepada daerah. Di sisi lain diharapkan pula informasi yang dibutuhkan oleh para stakeholder dapat tersampaikan dengan lebih clear dan update. Dengan demikian Kanwil DJPb memiliki tanggung jawab yang besar untuk menyampaikan narasi kebijakan pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dengan adanya publikasi data yang valid maka trust dari rakyat sebagai civil society, dan para pelaku usaha di daerah akan semakin meningkat. Para investor pun diharapkan akan semakin bergairah untuk menanamkan modalnya dalam mendorong pertumbuhan dan pembangunan di Aceh. ***

Meilano Hardiansyah. Penulis adalah Analis Perbendaharaan Negara Ahli Pertama Kanwil DJPb Provinsi Aceh
 

Pewarta: Meilano Hardiansyah

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021