Common Room Network Foundation bersama Kedutaan Inggris di Jakarta bakal memberikan peningkatan literasi internet dan kebencanaan untuk masyarakat kepulauan di Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar sebagai upaya memperkuat mitigasi bencana.
"Mengingat tahun bencana gempa dan tsunami 2004 silam pentingnya untuk bersiap dan mengurangi risiko bencana, dan kita melihat internet teknologi penting untuk mendorong upaya mitigasi dan pengurangan risiko bencana," kata Direktur Common Room Gustaff Hariman Iskandar, di Banda Aceh, Selasa.
Gustaff menyampaikan, kegiatan peningkatan literasi internet dan kebencanaan itu diberikan dalam bentuk pelatihan yang modulnya segera diluncurkan. Modul internet dan kebencanaan itu sendiri disusun bersama dengan Yayasan AirPutih.
Baca juga: Penyeberangan ke Pulau Aceh pakai kapal kayu selama KMP Papuyu docking
AirPutih sendiri merupakan organisasi nirlaba yang ikut membantu memberikan telekomunikasi darurat dengan menggunakan teknologi informasi saat seluruh infrastruktur telekomunikasi terputus waktu tsunami 2004 silam, sehingga distribusi informasi dan bantuan tersendat.
Berkaca dari pengalaman AirPutih, Common Room nantinya akan memberikan pelatihan mulai dari pemetaan wilayah bencana, pemanfaatan internet untuk mengkonsolidasi penyaluran bantuan kebencanaan, serta menangani hoaks melalui kegiatan Rural ICT Camp yang 11-14 Oktober ini.
"Ada banyak sekali aspek pemanfaatan internet untuk kebencanaan, mudah-mudahan melalui kegiatan ini kita bisa mengantisipasi peristiwa bencana yang mungkin terjadi di masa depan," ujarnya.
Selain itu, lanjut Gustaff, peningkatan literasi internet dan kebencanaan menjadi penyegaran kembali ingatan kolektif tentang mitigasi bencana gempa dan tsunami, yang sudah mulai banyak dilupakan generasi muda.
"Kami dapat informasi dari warga setempat, ternyata banyak anak muda di Pulo Aceh sudah mulai melupakan bencana tsunami. Jadi pengetahuan dari penanganan bencana itu sudah lupa, justru yang ingat orang-orang tua," katanya.
Gustaff berharap, melalui peningkatan skill pengetahuan literasi digital tentang penanganan bencana bisa diproduksi dan disebarkan seluas-luasnya sebagai pengingat yang abadi.
Sementara itu, Digital Access Policy and Program Manager Kedutaan Inggris Jakarta, Rita Damayanti mengatakan, kegiatan Rural ICT Camp yang dilaksanakan di Pulo Aceh merupakan salah satu program pengentasan kesenjangan digital di wilayah pedesaan dan terpencil Indonesia oleh pemerintahan Inggris.
"Tujuannya untuk mencari model bisnis atau inovasi meningkatkan akses digital dengan memberikan manfaat kepada komunitas marginal, termasuk masyarakat yang belum mendapat fasilitas, serta pembekalan penggunaan internet," katanya.
Sejak diimplementasikan pada 2020 dan diselenggarakan ke 18 provinsi di Indonesia, program ini telah memberikan manfaat langsung kepada 68.000 peserta yakni 6.000 perempuan dan 1.964 penyandang disabilitas.
"Kita berharap Rural ICT Camp di Pulo Aceh bisa mengatasi kesenjangan internet disana, tidak hanya sekadar meningkatkan literasi, melainkan dengan literasi mampu melihat peluang untuk meningkatkan sektor di bidang lain," kata Rita.
Dalam kesempatan ini, Perwakilan Lembaga Ekowisata Pulo Aceh (LEPA), Muliadi menyampaikan bahwa Pulo Aceh masuk dalam desa tertinggal yang belum mendapat akses internet secara merata.
Berbekal Sekolah Internet Komunitas (SIK) yang digelar Common Room, akhirnya telah terbangun infrastruktur berbasis satelit pada 2021 di Desa Lapeh, Pulo Aceh.
"Kedepannya, kita harap tidak hanya dari lembaga donor, Pemerintah Aceh juga mengulurkan tangan untuk membangun kesetaraan digital di Pulo Aceh," demikian Muliadi.
Baca juga: Imigrasi Sabang layani pembuatan paspor "jemput bola" warga Pulo Aceh
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
"Mengingat tahun bencana gempa dan tsunami 2004 silam pentingnya untuk bersiap dan mengurangi risiko bencana, dan kita melihat internet teknologi penting untuk mendorong upaya mitigasi dan pengurangan risiko bencana," kata Direktur Common Room Gustaff Hariman Iskandar, di Banda Aceh, Selasa.
Gustaff menyampaikan, kegiatan peningkatan literasi internet dan kebencanaan itu diberikan dalam bentuk pelatihan yang modulnya segera diluncurkan. Modul internet dan kebencanaan itu sendiri disusun bersama dengan Yayasan AirPutih.
Baca juga: Penyeberangan ke Pulau Aceh pakai kapal kayu selama KMP Papuyu docking
AirPutih sendiri merupakan organisasi nirlaba yang ikut membantu memberikan telekomunikasi darurat dengan menggunakan teknologi informasi saat seluruh infrastruktur telekomunikasi terputus waktu tsunami 2004 silam, sehingga distribusi informasi dan bantuan tersendat.
Berkaca dari pengalaman AirPutih, Common Room nantinya akan memberikan pelatihan mulai dari pemetaan wilayah bencana, pemanfaatan internet untuk mengkonsolidasi penyaluran bantuan kebencanaan, serta menangani hoaks melalui kegiatan Rural ICT Camp yang 11-14 Oktober ini.
"Ada banyak sekali aspek pemanfaatan internet untuk kebencanaan, mudah-mudahan melalui kegiatan ini kita bisa mengantisipasi peristiwa bencana yang mungkin terjadi di masa depan," ujarnya.
Selain itu, lanjut Gustaff, peningkatan literasi internet dan kebencanaan menjadi penyegaran kembali ingatan kolektif tentang mitigasi bencana gempa dan tsunami, yang sudah mulai banyak dilupakan generasi muda.
"Kami dapat informasi dari warga setempat, ternyata banyak anak muda di Pulo Aceh sudah mulai melupakan bencana tsunami. Jadi pengetahuan dari penanganan bencana itu sudah lupa, justru yang ingat orang-orang tua," katanya.
Gustaff berharap, melalui peningkatan skill pengetahuan literasi digital tentang penanganan bencana bisa diproduksi dan disebarkan seluas-luasnya sebagai pengingat yang abadi.
Sementara itu, Digital Access Policy and Program Manager Kedutaan Inggris Jakarta, Rita Damayanti mengatakan, kegiatan Rural ICT Camp yang dilaksanakan di Pulo Aceh merupakan salah satu program pengentasan kesenjangan digital di wilayah pedesaan dan terpencil Indonesia oleh pemerintahan Inggris.
"Tujuannya untuk mencari model bisnis atau inovasi meningkatkan akses digital dengan memberikan manfaat kepada komunitas marginal, termasuk masyarakat yang belum mendapat fasilitas, serta pembekalan penggunaan internet," katanya.
Sejak diimplementasikan pada 2020 dan diselenggarakan ke 18 provinsi di Indonesia, program ini telah memberikan manfaat langsung kepada 68.000 peserta yakni 6.000 perempuan dan 1.964 penyandang disabilitas.
"Kita berharap Rural ICT Camp di Pulo Aceh bisa mengatasi kesenjangan internet disana, tidak hanya sekadar meningkatkan literasi, melainkan dengan literasi mampu melihat peluang untuk meningkatkan sektor di bidang lain," kata Rita.
Dalam kesempatan ini, Perwakilan Lembaga Ekowisata Pulo Aceh (LEPA), Muliadi menyampaikan bahwa Pulo Aceh masuk dalam desa tertinggal yang belum mendapat akses internet secara merata.
Berbekal Sekolah Internet Komunitas (SIK) yang digelar Common Room, akhirnya telah terbangun infrastruktur berbasis satelit pada 2021 di Desa Lapeh, Pulo Aceh.
"Kedepannya, kita harap tidak hanya dari lembaga donor, Pemerintah Aceh juga mengulurkan tangan untuk membangun kesetaraan digital di Pulo Aceh," demikian Muliadi.
Baca juga: Imigrasi Sabang layani pembuatan paspor "jemput bola" warga Pulo Aceh
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023