Redelong, Aceh (ANTARA) - Konflik gajah yang menjadi persoalan rutin setiap tahunnya di Kabupaten Bener Meriah diharapkan punya penanganan tuntas melalui program terencana, baik oleh Pemerintah Provinsi Aceh maupun Pemerintah Pusat.
Camat Pintu Rime Gayo, Bener Meriah, Edi Iwansysah Putra kepada wartawan, Rabu menyampaikan, persoalan kawanan gajah liar memasuki wilayah pemukiman penduduk dan merusak lahan-lahan perkebunan warga terus terjadi sepanjang tahun di daerah itu, tanpa adanya upaya terencana untuk penuntasan masalah.
Sementara dalam hal ini, kata Edi, pemerintah daerah juga tidak punya kewenangan khsusus untuk menangani persoalan, sehingga masalah konflik gajah ini seolah tak bertuan dan terus menggantung tanpa ada solusi penanganannya.
Baca juga: Pemkab Nagan Raya minta BKSDA atasi gangguan gajah liar
"Kalau hanya melakukan penggiringan atau pengusiran, itu kan cuma sementara. Setelah saya pelajari ini harus (penanganan) paripurna, tidak boleh hanya parsial seperti ini, ini tidak memecahkan masalah," tutur Edi Iwansysah Putra.
Menurutnya, pemerintah provinsi dan pusat harus memiliki program terencana yang secara khusus dapat diterapkan di daerah untuk upaya penuntasan masalah konflik gajah tersebut.
Baca juga: Gajah liar rusak empat hektare lahan perkebunan warga di Aceh Tengah
"Karena urusan satwa yang dilindungi ini kan sudah jadi urusan pusat ya. Pemda tidak punya anggaran untuk itu. Nah kenapa tidak kita rencanakan penanganannya secara paripurna, kita gelontorkan anggarannya, tapi permasalahan selesai," kata Edi.
Lanjutnya, upaya penuntasan masalah konflik gajah ini perlu segera dilakukan agar tidak terus menerus menjadi persoalan rutin di daerah.
Baca juga: Gajah liar rusak empat rumah warga di Bener Meriah
"Apakah dipindah, apakah dipagar, itu bagaimana mekanismenya. Karena kalau seperti ini terus cara penanganannya, memang kita keluarkan dana sedikit, tapi karena rutin, itu akan menjadi besar juga anggarannya," ujarnya.
Contohnya, kata Edi, dalam sepekan terakhir ini Pemerintah Kabupaten Bener Meriah sedikitnya telah menggelontorkan dana Rp40 juta dalam upaya pengusiran kawanan gajah liar yang memasuki wilayah perkampungan warga di dua desa, yakni Desa Pantanlah dan Desa Negeri Antara di Kecamatan Pintu Rime Gayo.
"Itu untuk membiayai Tim 8 namanya dari masyarakat yang melakukan penggiringan. Dana itu untuk beli mercun, biaya tim turun ke lapangan, dan juga uang saku untuk mereka," sebut Edi.
Dana tersebut, kata dia, belum termasuk anggaran yang dikucurkan oleh pemerintah daerah setempat untuk membantu masyarakat korban konflik gajah yang rumahnya rusak diamuk kawanan gajah liar.
Baru-baru ini, kata Edi, ada sebanyak 4 unit rumah warga di Desa Pantanlah mengalami kerusakan akibat amukan kawanan hewan bertubuh besar tersebut dan pemerintah daerah setempat telah menyalurkan bantuan masa panik bagi para korban berupa logistik, termasuk bantuan perehaban rumah.
"Kemudian selama ini Pemda juga sudah menganggarkan dana untuk penggalian parit gajah, tapi ini pun kan gak terlalu efektif. Paret ini kan gak disemen, suatu saat nanti datang hujan tertimbun lagi," tuturnya.
Karena itu, Edi mengharapkan adanya upaya maksimal pemerintah di tingkat provinsi dan pemerintah pusat untuk dapat menuntaskan konflik gajah yang terjadi di daerah.
Hal itu, kata Edi, pastinya akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga memang harus ditangani oleh pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.
"Tapi harus paripurna, kita gelontorkan dana besar, tapi selesai. Apakah kita padukan dengan program kepariwisataan misalnya, jadi gajah tetap disitu tapi tidak memasuki wilayah pemukiman warga. Itu bisa menjadi objek wisata, itu harapan kita sebenarnya," ujarnya.
Sebab, kata Edi, persoalan konflik gajah yang terjadi selama ini sebenarnya merupakan persoalan menyeluruh daerah-daerah pedalaman di Aceh.
Upaya penggiringan atau pengusiran gajah liar yang memasuki wilayah perkampungan penduduk sebagai langkah penanganan seperti yang selama ini dilakukan, menurutnya sama sekali tidak menyelesaikan masalah.
"Karena kita usir di sini, masuk dia (gajah) ke wilayah Aceh Tengah atau Bireuen, dari Aceh Tengah dan Bireuen usir lagi, masuk lagi ke sini. Jadi persoalannya seperti itu terus," tutur Edi.
Dia menjelaskan bahwa wilayah Kecamatan Pintu Rime Gayo merupakan kawasan utama di Kabupaten Bener Meriah yang setiap tahunnya didera konflik gajah.
Kondisi ini, kata Edi, selalu menimbulkan kerugian di tengah warga setempat minimal hilangnya sumber pendapatan ekonomi penduduk, karena lahan-lahan perkebunan yang dirusak oleh kawanan gajah liar.
"Di sini kawasan yang rentan itu seperti Desa Arul Cincin, Arul Gading, Belang Rakal, Negeri Antara, dan Desa Pantanlah," sebut Edi.
Sepekan terkahir ini, tutur Edi, kawanan hewan dilindungi tersebut dilaporkan telah merusak puluhan hektar lahan perkebunan warga di Desa Pantanlah dan Desa Negeri Antara, selain juga merusak 4 unit rumah penduduk di Desa Pantanlah.
Karena itu, menurut Edi, upaya penuntasan masalah konflik gajah ini harus segera dilakukan agar tidak terus menerus menjadi persoalan rumit di tengah warga.