Menurut dia Implementasi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) telah memberikan kewenangan kepada OJK untuk melakukan penindakan hukum terhadap aktivitas investasi tanpa izin.
Kemudian OJK juga memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap perilaku PUJK (market conduct), salah satunya adalah melakukan pengawasan terhadap produk PUJK yang ditawarkan kepada masyarakat melalui iklan agar menjadi lebih transparan sesuai dengan karakteristik produk jasa keuangan.
Lebih detail ia menjelaskan bahwa Fintech legal, hanya diijinkan mengakses data ponsel nasabah terbatas pada CAMILAN yaitu Camera, microphone, location dan di luar dari itu, tidak boleh.
“Kami juga berharap masyarakat dapat memastikan terlebih dahulu fintech lending tempat peminjaman tersebut sudah terdaftar dan memperoleh izin dari OJK sebelum mengambil pembiayaan, caranya dengan mengakses kontak OJK 157, whatssapp 081 157 157 157 atau email ke konsumen@ojk.go.id” katanya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Aceh mencatat penyaluran pinjaman fintech peer to peer lending (pinjaman online) yang terdaftar dengan identitas nasabah dari Aceh sebesar Rp1,9 triliun sejak awal pinjaman online tersebut diizinkan dengan outstanding (baki debet) pembiayaan posisi Juni 2023 sebesar Rp116 miliar atau tumbuh 4,63 persen dari posisi Mei 2023 sebesar Rp111 miliar.
“Jumlah nasabah yang menggunakan jasa pinjaman daring masyarakat dengan identitas dari Aceh terus meningkat dari tahun ke tahun dengan akumulasi pembiayaan sejak awal fintech sampai dengan Juni 2023 mencapai Rp1,9 triliun, namun baki debet pinjaman sebesar Rp116 miliar. Akumulasi pembiayaan pinjol terkesan besar karena jangka waktu pinjaman pada pinjol lazimnya pendek dan kurang dari setahun, tapi jika dilihat dari baki debet pinjol masih tergolong wajar,” demikian Kepala OJK Aceh Yusri.
Baca juga: OJK optimistis indeks inklusi Aceh capai 90 persen