Jakarta (ANTARA) - Jika Anda sering melihat ilustrasi lucu dan menggemaskan yang menghiasi media sosial, bisa jadi salah satunya dibuat oleh Puti Karina Puar alias Puty Puar.
Puty telah menjalin berbagai kolaborasi dengan sederet brand ternama, rumah produksi, platform media sosial, hingga kementerian.
Dia membuat video lirik untuk lagu "Kita Pernah Ada" sebagai OST film "Milea: Suara Dari Dilan", memperlihatkan adegan ikonik Milea dan Dilan di atas motor dalam versi kartun. Juga video lirik dan sampul "Pelukku Untuk Pelikmu" dari penyanyi Fiersa Besari, lagu tema film "Imperfect".
Puty juga menggambar komik sederhana tapi menggemaskan tentang keluarga hemat energi, kerjasama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Dari sederet proyek yang ia kerjakan dengan berbagai klien, ada satu yang menurutnya berkesan. Tahun 2019, Puty digandeng oleh Facebook untuk membuat stiker khusus hari lahir Pancasila untuk Facebook Stories.
"Aku merasa di situ (dapat) international recognition," ujar Puty kepada ANTARA.
Dia harus menyajikan dan menjelaskan ide stiker untuk Hari Pancasila yang menarik untuk masyarakat Indonesia kepada art director Facebook yang berasal dari San Francisco, Amerika Serikat.
Sebuah pencapaian lain yang membanggakan dari Puti adalah memenangi kompetisi video pendek dari JCS International Young Creatives Award Winner - International Emmy Award 2018.
"Untuk personal work, tahun 2018 akhir Aku menang kompetisi video satu menit dari International Emmy, temanya tentang perdamaian, di situ video Aku menang," kata Puty yang menerima penghargaan di New York bersama dua pemenang lain dari India.
Geologis dahulu, ilustrator kemudian
Minat menggambar Puty Puar sudah terlihat sejak belia.
Saat duduk di bangku sekolah dasar, perempuan kelahiran Jakarta, 1 Agustus 1989 ini gemar menggambar di atas kertas. Ia belajar sendiri, dimulai dari meniru gambar-gambar dari komik seperti "Sailor Moon" dan "Cardcaptor Sakura".
Gambar buatan Puty saat SD tak sekadar dipajang atau berakhir di lemari, tapi dijadikan bisnis kecil-kecilan.
"Aku gunting, jual ke orang. Sudah ada potensi dari dulu untuk menduitkan gambar," Puty tertawa.
Tapi Puty tidak memilih jurusan yang berbau seni di perguruan tinggi karena pekerjaan sebagai ilustrator dianggap belum menjamin penghasilan yang stabil.
"Pas mau masuk kuliah tahun 2007, kayaknya ilustrasi lebih terbatas ke majalah atau billboard, untuk masuk ke situ juga harus sudah super established," tutur perempuan yang gemar menulis di blog.
Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung jadi pilihan, jurusan yang mengantarkannya pada pekerjaan sebagai geologis di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Lima tahun bekerja sebagai geologis, Puty harus menjalani hubungan jarak jauh dengan suami yang ia nikahi sejak 2014.
"Aku sudah mulai mikir untuk mengerjakan sesuatu dari rumah," katanya.
Selama dua tahun sebelum memutuskan untuk meninggalkan profesi sebagai geologis pada 2016, Puty juga aktif sebagai ilustrator paruh waktu. "Jadi 'agen ganda'", dia berseloroh.
"Aku konstan menggambar, tapi enggak pernah dikomersilkan sampai 2014. Namanya juga kuliah geologi, enggak ada gambar, paling bikin gambar desain kaos. Di tempat kerja juga desain publikasi atau gambar untuk internal," katanya.
Semenjak itu, Puti membuka jasa membuat ilustrasi untuk pernikahan, ulang tahun, logo restoran hingga ilustrasi buku.
Peluang Puty untuk mengasah kemampuan sekaligus membuka jasa ilustrasi di Balikpapan cukup besar karena pesaingnya tak seketat di kota besar seperti Jakarta, Bandung atau Yogyakarta.
Puty punya modal kuat yang membuatnya bisa berkembang sebagai ilustrator meski tak pernah belajar secara formal di sekolah seni. Niat dan keinginan yang teguh untuk belajar dari banyak sumber.
"Aku orangnya lumayan mau ngulik, kalau penasaran aku betul-betul mengulik, seperti belajar animasi sederhana itu murni belajar sendiri, cari tutorial di YouTube."
Saat dinyatakan hamil, Puty memutuskan untuk keluar dari tempat kerjanya dan resmi fokus sebagai ilustrator.
"Aku suka menggambar dan nge-blog, orang-orang suka bilang, 'kayaknya lo salah jurusan'," kenang Puty.
Tapi dia tidak menyesali jalan berliku yang ditempuh sebelum menekuni ilustrasi. Mencicipi pengalaman di perusahaan multinasional memberinya pemahaman tentang kinerja organisasi besar.
"Aku lebih bisa mengerti sudut pandang klien dan it's not all about my work," jelas dia.
Media sosial
Hadirnya media sosial membuat dunia ilustrator semakin berkembang. Kini hampir setiap brand memiliki kanal di media sosial yang harus bisa menggaet target sasaran, termasuk lewat media visual.
"Sekarang permintaan untuk visual communication atau grafis memang meningkat," kata inisiator Buibu Baca Buku Book Club.
Ibu dari seorang anak ini juga mengunggah karya-karyanya di akun Instagram yang telah diikuti puluhan ribu warganet. Jumlah pengikutnya meningkat pesat ketika konten yang ia unggah berubah, dari sekadar portofolio menjadi curahan hati dalam kemasan gambar dan tulisan.
"Di 2016 aku melahirkan, saat itu enggak mungkin menerima kerjaan, tapi aku bosan dan akhirnya mulai curhat dalam bentuk gambar di Instagram," tutur dia.
"Mulai curhat tentang kehidupan jadi ibu-ibu baru, setelah itu orang banyak yang related, pelan-pelan ada follower," katanya.
Usai menerbitkan buku ilustrasi "Happiness is Homemade" (2018) yang mengingatkan pembaca akan kebahagiaan sederhana yang ada di sekitar, Puty mulai percaya diri menyebut dirinya sebagai seorang ilustrator. Setelah itu, dia juga telah menelurkan karya "Komik Persatuan Ibu-Ibu" (2018).
Di sisi lain, media sosial juga bisa menimbulkan dampak negatif seperti plagiarisme. Dia mengaku sering melihat konten-kontennya diunggah ulang tanpa menyertakan sumber.
"Bikin sesuatu lalu di-repost dan enggak dikasih credit sih banyak," kata dia. "Memang butuh edukasi yang menyeluruh."
Ia berharap ada asosiasi yang membawahi para ilustrator di Indonesia agar bisa bekerja dalam ekosistem yang lebih ideal, termasuk dalam menetapkan harga standard jasa ilustrasi.
"Jujur sampai detik ini aku juga mematok harga masih mengira-ngira. Patokanku adalah price list aku sebelumnya," ungkap dia.
Menurut Puty, di luar Indonesia ada agensi yang menaungi para ilustrator, serupa dengan manajemen artis, yang punya dasar patokan harga untuk jasa ilustrasi.
Tanpa patokan standard, besar kemungkinan karya seni yang dibuat ilustrator hanya dihargai sekenanya saja.
Dia menuturkan pengalaman kerja bersama agensi di luar Indonesia yang transparan soal anggaran, penawaran hingga beban kerja. Hal seperti itu belum betul-betul lazim di Indonesia.
"Aku yang sudah deal dengan cukup banyak proyek bisa lihat banget perbedaannya kalau deal sama klien luar, mereka di awal kasih dokumen yang harus dibaca baik-baik, membuat highlight poin-poin penting seperti nanti Intellectual Property-nya akan bagaimana."
Namun ilustrasi bukan sekadar pekerjaan untuk mencari uang bagi Puty. Dia bersedia untuk menggambar secara cuma-cuma untuk sesuatu yang bertujuan positif.
"Misalnya, Society of Women Engineer, aku suka banget sama organisasi ini yang betul-betul memberdayakan perempuan, jadi aku volunteer untuk bikinin gambar merchandise," kata Puty.
Ilustrator yang sedang bekerjasama dengan sebuah brand untuk membuat kampanye Ramadhan ini ingin terus membuat konten yang bisa memotivasi masyarakat untuk tetap bersemangat di tengah pandemi.
Dia juga tengah berkolaborasi membuat buku aktivitas untuk anak-anak yang tak punya akses internet untuk terus bersekolah di tengah pandemi bersama komunitas Semua Murid Semua Guru.