Banda Aceh (ANTARA) - Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KSDAE-KLHK) Wiratno menyebutkan bahwa kerusakan hutan bakau atau mangrove di Indonesia mencapai 18 persen dari total luas 3 juta hektare (ha).
"Penyebab kerusakan hutan mangrove bermacam-macam, ada yang dijadikan tambak udang, penebangan liar, hingga dijadikan perkebunan sawit," kata Wiratno di Aceh Besar, Provinsi Aceh, Selasa.
Wiratno berada di Aceh Besar dalam rangka menghadiri penanaman tanaman bakau dalam rangka peringatan Hari Mangrove se-Dunia 2020 di Lamduron, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar.
Padahal, kata mantan Kepala Balai Taman Nasional Gunung Leuser itu, hutan mangrove memiliki fungsi penting dalam ekosistem di pesisir.
Selain pencegahan abrasi dan penetralisir air laut, kata dia, hutan mangrove juga peredam tsunami.
Di samping itu, ekosistem hutan bakau memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat, seperti adanya udang, ikan, kepiting, dan lainnya yang menjadi sumber penghidupan masyarakat.
"Kami juga melakukan restorasi atau pemulihan hutan mangrove mencapai 1.000 hektare setiap tahunnya. Namun, butuh peran serta masyarakat ikut terlibat dalam pemulihan hutan mangrove tersebut," kata Wiratno.
Oleh karena itu, KLHK terus mendorong masyarakat, terutama yang berada di pesisir membuat dan mengembangkan hutan-hutan mangrove yang berkelanjutan.
"Kalau hutan mangrove rusak, yang rugi masyarakat. Karena itu, kami terus mengedukasi masyarakat akan pentingnya keberadaan hutan mangrove," demikian Wiratno.