Banda Aceh (ANTARA) - Ketua DPRA menyatakan bahwa Pemerintah Aceh tidak melanjutkan kerjasama dengan BPJS Kesehatan jika belum adanya laporan data penerima manfaat dari kerjasama yang telah berjalan selama ini.
"Kita tidak kerjasama dengan BPJS kalau belum diperbaiki. Data klaim juga belum ada, ini kita rapikan datanya sehingga kita lihat apa kekurangannya," kata Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin, di Banda Aceh, Senin.
Dahlan menyampaikan, pihaknya saat ini sedang mengevaluasi program jaminan kesehatan Aceh (JKA) yang selama ini bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, sebagai langkah penyesuaian data penerima manfaat.
Kata Dahlan, setiap tahunnya sejak kerjasama pada 2017 Pemerintah Aceh selalu menggelontorkan anggaran lebih kurang hingga Rp1,3 triliun. Namun mereka tidak pernah mendapatkan data penerima manfaat dari kerjasama tersebut.
"Uang sebesar Rp1,3 triliun selalu kita berikan secara gelondongan tanpa jelas penerima manfaatnya, kartu kepesertaan sebagai penerima tidak ada, dan ini tidak pernah dievaluasi," ujarnya.
Dahlan menyebutkan, masyarakat Aceh yang ditanggung melalui JKN-KIS sekitar 2,1 juta orang, kemudian sebanyak 2,2 jiwa dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja Aceh (APBA) pada program JKA yang dikelola melalui kerjasama BPJS Kesehatan.
Tetapi, lanjut Dahlan, dokumen untuk penerima manfaat baik dari JKN-KIS, ASN/TNI/Polri, melalui program JKA belum pernah diberikan sebagai laporan siapa saja masyarakat Aceh yang menerima berbagai jenis program jaminan kesehatan tersebut.
"Siapa yang tercover dalam JKN-KIS, yang dicover oleh APBA setelah kerjasama dengan BPJS, itu tidak pernah ada datanya. Kita surati juga tak pernah datang baik BPJS Aceh, Regional Medan dan juga BPJS Pusat," katanya.
Dahlan menuturkan, selama ini banyak data double penerima jaminan kesehatan itu baik dari ASN/TNI/Polri, pembayaran mandiri, JKN-KIS hingga JKA.
Karena itu, lanjut Dahlan, pihaknya melakukan evaluasi untuk memperbaiki persoalan yang ada sebelum kerjasama dilanjutkan, sehingga anggarannya tepat sasaran.
Apalagi, Aceh saat ini mengalami persoalan stunting, angka kematian ibu hamil dan melahirkan masih tinggi, serta masih banyak masalah kesehatan di Aceh yang belum tertangani karena keterbatasan anggaran.
"Maka kita minta itu diperbaiki supaya anggarannya efektif, apalagi banyak pembangunan fasilitas kesehatan lainnya yang membutuhkan biaya besar," ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Dahlan juga mengajak Pemerintah Aceh untuk mencari alternatif dan solusi terhadap perbaikan data penerima jaminan kesehatan ini, sehingga kekurangan yang ada bisa diperbaiki menjadi lebih baik.
Sebagai informasi, Pemerintah Aceh bersama DPRA sedang merasionalisasi program JKA. Akibatnya biaya kesehatan untuk 2,2 juta lebih masyarakat di tanah rencong tidak lagi ditanggung dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA).
Rasionalisasi JKA tersebut atas dasar pemenuhan hak masyarakat miskin terkait jaminan kesehatan. Dalam proses transisi ini, maka warga Aceh kategori mampu mulai April 2022 ini tidak diberikan lagi diberikan premi JKA.
Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA mengatakan bahwa saat ini penduduk Aceh mencapai 5.325.010 jiwa, dari jumlah tersebut hanya 819.069 jiwa yang masuk kategori masyarakat miskin.
Kemudian, Pemerintah Aceh telah menanggung biaya kesehatan terhadap 2.220.500 jiwa masyarakat Aceh lewat program JKA, dan 2.111.095 jiwa melalui JKN-KIS. Selebihnya PNS/TNI 801.204 jiwa dan sebanyak 123.579 jiwa jalur mandiri.
"Artinya selain masyarakat miskin, sebagian besar yang ditanggung itu ada masyarakat menengah ke atas," kata Muhammad MTA.
DPRA ancam tak lanjutkan kerjasama JKA dengan BPJS Kesehatan
Senin, 21 Maret 2022 12:12 WIB