Kata Prof Marwan, pengesahan wilayah hutan adat ini sebagai sejarah penting atas perjuangan masyarakat hukum adat di Aceh untuk mendapatkan kepastian hak atas hutan adatnya secara formal.
"Alhamdulillah, USK dapat berperan dalam penetapan hutan adat yang diperjuangkan selama tujuh tahun lamanya ini," ujarnya.
Dirinya menyampaikan semua pihak yang telah ikut terlibat mendorong penetapan hutan adat Aceh tersebut yakni peneliti PRHIA USK, pendamping Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh, Aceh Green Conservation, Pemerintah Aceh, DLHK Aceh, dan pemerintah daerah.
"Kemudian kepada Imum mukim, tokoh masyarakat, pemuda, tokoh adat, insan pers dan seluruh pihak yang mendorong lahirnya hutan adat di Aceh ini," katanya.
Baca juga: Masyarakat hutan adat Aceh: Verifikasi jadi babak penentuan untuk kami
Dirinya juga mengucapkan terima kasih atas peran strategis Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud Al-Haythar karena telah mendukung penuh usulan penetapan hutan adat melalui surat nomor 291/206 tertanggal 21 Desember 2022 kepada Menteri LHK.
"Kita apresiasi Wali Nanggroe yang telah merekomendasikan secara resmi ke Menteri LHK setelah menerima hasil kajian tim PRHIA USK," ujar Prof Marwan.
Sementara itu, Ketua PRHIA USK Banda Aceh Dr Azhari mengatakan, setelah diterbitkan SK penetapan hutan adat itu, maka masih ada tugas lainnya yaitu mengisi dan melanjutkannya agar benar-benar dapat memberikan hasil maksimal.
PRHIA sendiri sedia mendampingi serta menjembatani dengan berbagai stakeholders lain agar legalitas hutan adat Aceh ini dapat menjadi model dalam meningkatkan perekonomian masyarakat hukum adat dengan tetap memperhatikan kearifan lokal dan hukum adat.
“Penguatan kelembagaan mukim, koordinasi dengan kelembagaan gampong, dan stakeholders terkait lainnya penting segera dilakukan. Kami siap menjembatani untuk kemaslahatan bersama," demikian Dr Azhari.
Baca juga: KLHK bentuk tim vertek hutan adat Aceh, kajian peneliti USK jadi dasar