Lalu, kata Sepriady, juga adanya dugaan pelanggaran HAM ketiga yang ditemukan, yaitu hak atas kesejahteraan berupa hak keberadaan tanah ulayat masyarakat hukum adat, hak mendapat ganti kerugian, dan tidak dijaminnya lingkungan kerja/lahan kebun/pertanian yang aman.
"Hak kesejahteraan ini yang dilanggar juga termasuk hak bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak, yaitu tidak terjaminnya hak setiap orang atas air, pangan dan sandang," katanya.
Selain itu, lanjut Sepriady, derita masyarakat karena konflik dengan gajah liar selama belasan tahun sebagaimana aduan 23 Reje (Kepala Desa) dan Kepala Mukim di Bener Meriah bersama Walhi Aceh ke Komnas HAM Aceh pada (30/11) lalu juga telah menyebabkan terganggunya pemenuhan hak masyarakat atas pendidikan.
"Konflik gajah telah berpotensi mengganggu akses mata pencaharian, tidak mendapat jaminan keselamatan dalam bekerja dan menyebabkan terganggunya pemenuhan hak atas pendidikan, seperti terhambatnya akses memperoleh pendidikan," ujarnya.
Karena itu, Komnas HAM Perwakilan Aceh akan memberi atensi atas pengaduan/pelaporan masyarakat tersebut dengan menjadwalkan kunjungan lapangan dan meminta penjelasan kepada pemerintah dan pihak terkait lainnya.
"Sebab, tidak menutup kemungkinan konflik antara manusia dan satwa liar/gajah merupakan akibat dari eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam yang berlebihan," demikian Sepriady.
Baca juga: BKSDA catat konflik satwa lindung di Aceh capai 787 kali dalam lima tahun terakhir